Saturday, February 4, 2012

Kalachakra (Introduksi) 20-7-2011


20-7-2011 Kalachakra
20-7-2011 Kalachakra (Introduksi)

Diterjemahkan oleh: Lotus Nino



Kalachakra – Mandala Pasir

Kalachakra (Bhs. Sansekerta: कालचक्र; TASI: Kālacakra; Bhs. Telugu:కాలచక్ర; Bhs.Tibet: དུས་ཀྱི་འཁོར་ལོ།; Transliterasi Wylie: dus-kyi 'khor-lo; Bhs. Mongolia: ЦогтЦагийн Хүрдэн: Tsogt Tsagiin Hurden; Bhs. China: 時輪) adalah istilah dalam Bahasa Sansekerta yang digunakan di dalamagama Buddha Tantra untuk menunjukkan “roda waktu” atau “siklus waktu”. Saatdieja sebagai Kalacakra juga sudah benar.


Tradisi Kalachakra

Kalachakra mengacu baik pada seorangdewata Tantra (Bhs. Tibet: Yidam) Buddhisme Vajrayana maupun pada aspekfilosofis dan praktek meditasi yang dijelaskan di dalam Tantra Kalachakrabeserta dengan penjelasannya-penjelasannya.

Tantra Kalachakra akan lebih tepatbila disebut sebagai Laghutantra Kalachakra. Ia dikatakan sebagai ringkasandari naskah aslinya – Mulatantra Kalachakra yang jauh lebih panjang. Beberapaguru Buddhis menegaskan bahwa Kalachakra adalah sebuah sadhana Vajrayana yangpaling mendalam dan sudah pasti merupakan salah satu sistem yang palingkompleks dalam Buddhisme Tantra.

Tradisi Kalachakra berkisar seputarkonsep waktu (kāla) dan siklus/roda (chakra): mulai dari siklus planet, hinggasiklus pernafasan manusia. Ia mengajarkan pelatihan energi-energi yang palinghalus di dalam tubuh kita dalam perjalanan menelusuri jalur pencerahan.

Yidam Kalachakra melambangkanseorang Buddha beserta dengan kesadaran-Nya yang tiada batas. BerhubungKalachakra berarti waktu dan semua hal berada di bawah naungan waktu, makaKalachakra mengetahui semuanya. Kalachakri atau Kalichakra, pendampingspiritual-Nya punya kesadaran akan segala sesuatu yang bersifat abadi, tidakterkekang oleh waktu ataupun di luar jangkauan waktu. Dalam modus Yab-yum,mereka menggabungkan sifat keduniawian dan non-duniawi. Dengan analogi yangsama, roda waktu juga tidak ada awal maupun akhirnya.


Yidam Kalachakra beserta dengan pendampingnya, Visvamata


Tantra Kalachakra

Tantra Kalachakra dibagi ke dalamlima bab dengan dua bab pertama dianggap sebagai “fondasi Kalachakra.” Babpertama menjelaskan apa yang disebut sebagai “Kalachakra Luar” – yaitu duniafisik – dan secara khusus membahas sistem kalkulasi penanggalan Kalachakra,kelahiran dan kehancuran berbagai alam semesta, sistem tata surya kita dan carakerja elemen-elemen.

Bab kedua membahas mengenai“Kalachakra Dalam,” dan perhatian khusus diberikan pada proses kehamilan dankelahiran, klasifikasi fungsi-fungsi tubuh dan pengalaman manusia, danvajra-kaya (tubuh vajra); kemudian juga pada ekspresi keberadaan manusia secarafisik yaitu mengenai nadi, prana (qi/chi), bindu dan lain-lainnya. Pengalamanmanusia oleh beberapa orang digambarkan dalam empat kondisi pikiran: bangun(sadar), bermimpi, tidur nyenyak, dan kondisi keempat yang hanya dapat diakseslewat energi yang dihasilkan dari orgasme seksual. Berbagai bindu yangmenghasilkan kondisi tersebut dijelaskan di sana beserta dengan proses-proseskelanjutannya.

Tiga bab terakhir menggambarkan“Kalachakra alternatif” atau “Kalachakra lain”, dan berhubungan dengan jalurdan pencapaiannya. Bab ke-tiga menjelaskan persiapan praktek meditasi darisistem ini: inisiasi (abhiseka pemberkatan untuk memasuki mandala) Kalachakra.Bab ke-empat menjelaskan praktek meditasi aktualnya, baik meditasi pada mandaladan para dewatanya dalam sadhana tingkat awal (kye-rim), dan tingkatkesempurnaan (dzog-rim) dari Enam Yoga. Bab ke-lima dan terakhir menjelaskankondisi pencerahan sebagai hasil akhir pencapaian sadhana ini.

Seperti pada semua praktekvajrayana, inisiasi-inisiasi (abhiseka pemberkatan) Kalachakra diberikan kepadamurid agar ia dapat melatih tantra Kalachakra dalam rangka mencapai Kebuddhaan.Di dalam tantra ini terdapat dua set abhiseka utama, dan seluruhnya berjumlahsebelas. Dua set pertama merupakan persiapan untuk meditasi Kalachakra tingkat awal(kye-rim). Sedangkan set yang kedua merupakan persiapan untuk meditasi tingkatakhir yang dikenal sebagai Enam Yoga Kalachakra. Para peserta yang hadir namumtidak bermaksud melatih sadhana ini biasanya hanya diberikan tujuh abhisekapertama saja.

Mandala pasir Kalacharadidedikasikan untuk kedamaian dunia dan individu, dan juga untuk keseimbanganfisik. Dalai Lama menjelaskan: “Ini adalah sebuah cara untuk menanamkan benih,dan benih ini akan punya efek karma. Mereka tidak perlu hadir pada upacara Kalachakrauntuk mendapatkan manfaat ini.”


Kosmologi Buddhis menurut Tantra Kalachakra


Ilmu Perbintangan (Astrologi)

Frase “yang berada di luar, ternyatajuga berada di dalam tubuh” sering ditemukan di dalam tantra Kalachakra untukmenekankan persamaan dan hubungan antara manusia dengan alam semesta; konsepini adalah dasar untuk ilmu astrologi Kalachakra, tapi juga digunakan dalamhubungan dan interdependensinya yang lebih mendalam seperti yang diajarkandalam literatur Kalachakra.

Di Tibet, sistem perbintanganKalachakra adalah salah satu dari elemen penting dalam penanggalan astrologiTibet. Astrologi dalam Kalachakra tidaklah seperti sistem astrologi Barat.Sistem ini menggunakan berbagai kalkulasi astronomikal yang rumit (dan yangmengejutkan adalah sangat akurat) untuk menentukan, sebagai contoh, lokasitepat berbagai planet.


Manjushrí Kírti (Bhs. Tibet: Rigdan Tagpa), Raja NegeriShambhala


Asal & Sejarah

Menurut Tantra Kalachakra, RajaSuchandra (Bhs. Tibet: Dawa Sangpo) dari Kerajaan Shambala memohon ajaran dariBuddha yang memampukannya untuk berlatih Dharma tanpa harus melepaskankenikmatan dan tanggung jawab duniawinya.

Dalam menanggapi permohonantersebut, Buddha mengajarkan tantra akar Kalachakra yang pertama diDhanyakataka (Bhs. Tibet: Palden Drepung, jaman sekarang berada di dekatAmaravati), sebuah kota kecil di Andhra Pradesh di India tenggara, dan menurutdugaan berada pada dua lokasi pada saat yang bersamaan berhubung saat ituBuddha juga sedang membabarkan sutra Prajnaparamita di Gunung Gridhra-kuta diBihar. Bersama dengan Raja Suchandra, 96 raja-raja kecil dan para utusan dariShambala juga dikatakan telah menerima ajaran-ajaran tersebut. Kalachakrakemudian hanya langsung ditransmisikan di Shambala dan tradisi tersebut dijalankansecara eksklusif selama beratus-ratus tahun.

Raja-raja Shambala selanjutnya, ManjushríKírti dan Pudaŕika,dikatakan telah mengkompres dan menyederhanakan ajaran-ajaran tersebut menjadi“Shri Kalachakra” atau “Laghutantra” beserta dengan komentar utamanya“Vimalaprabha”, yang hingga hari ini masih ada dan disebut sebagai inti darisastra Kalachakra. Potongan-potongan dari tantra aslinya masih bertahan hinggakini dan yang paling signifikan adalah “Sekkodesha” yang telah dikomentari olehMahasiddha Naropa.

Manjushrí Kírti (Bhs. Tibet: RigdanTagpa) dikatakan lahir pada 159 SM dan memerintah Shambhala serta menaungi300.510 pengikut beragama Mlechha (Yavana atau “bagian barat”) yang hidup disana. Beberapa dari pengikut beragama Mlechha tersebut memuja matahari. Iadikatakan telah mengusir semua pengikut aliran sesat dari daerah kekuasaannya,namun memperbolehkan mereka untuk kembali setelah mendengar petisi dari mereka.Untuk kebaikan mereka dan juga para insan, ia kemudian menjelaskan ajaran-ajaranKalachakra. Pada tahun 59 SM, ia menyerahkan tahtanya kepada anaknya, Pudaŕika. Segera setelahitu ia meninggal dan memasuki Kebuddhaan Sambhogakaya.

Di masa ini ada dua tradisi utamaKalachakra: dari silsilah Ra (Bhs. Tibet: Rva-lugs) dan silsilah Dro (Bhs.Tibet: ‘Bro-lugs). Meski ada banyak terjemahan naskah Kalachakra dari BahasaSansekerta ke dalam Bahasa Tibet, terjemahan Ra dan Dro dianggap sebagai yangpaling dapat diandalkan (dua silsilah dijelaskan lebih lanjut di bawah). Adasedikit perbedaan dari dua silsilah tersebut mengenai penjelasan bagaimanaajaran-ajaran Kalachakra kembali ke India dari Shambala.

Dalam kedua tradisi tersebut,Kalachakra beserta dengan komentar-komentarnya (kadang disebut sebagai“Bodhisattvas Corpus” – Tubuh Bodhisattva) dibawa kembali ke India pada 966 Moleh seorang pandita India. Dalam tradisi Ra, figur ini dikenal sebagaiChilupa, dan dalam tradisi Dro dikenal sebagai Kalachakrapada Sang Tetua.Cendekiawan seperti Helmut Hoffman berpendapat bahwa dua nama tersebut adalahorang yang sama. Guru-guru pertama di dalam tradisi telah menyaru dengannama-nama samaran, sehingga tradisi oral dari India yang didokumentasikan olehorang-orang Tibet berisi banyak kontradiksi.

Chilupa/Kalachakrapada dikatakanberangkat ke Shambala untuk menerima ajaran-ajaran Kalachakra, dan sepanjangperjalanannya dia bertemu dengan Raja negeri Kulika (Shambala) bernama Durjayayang bermanifestasi sebagai Bodhisattva Manjushri, yang memberikan abhisekapemberkatan Kalachakra kepadanya karena melihat motivasinya yang tulus danmurni.

Saat kembali ke India,Chilupa/Kalachakrapada dikatakan telah mengalahkan Nadapada (Bhs. Tibet:Naropa), kepala biara Universitas Nalanda, sebuah pusat agama Buddha pada waktuitu, dalam sebuah debat. Chilupa/Kalachakrapada kemudian memberikan abhisekapemberkatan Kalachakra kepada Nadapada (yang kemudian dikenal sebagaiKalachakrapada Muda). Dari dua guru inilah tradisi tersebut berkembang di Indiadan Tibet. Nadapada mengesahkan ajaran-ajaran ini ke dalam komunitas Nalanda,dan memberikan abhiseka pemberkatan Kalachakra kepada guru-guru seperti Atisha(yang kemudian memberikan abhiseka pemberkatan ini kepada seorang ahliKalachakra bernama Acharya Pindo (Bhs. Tibet: Pitopa)).

Sebuah sejarah Tibet, Pag Sam JonZang, begitu juga dengan bukti arsitektural, menunjukkan bahwa MahaviharaRatnagiri di Orissa dulunya adalah sebuah pusat penting dalam pembabaran tantraKalachakra di India.

Tradisi Kalachakra, beserta dengansemua Buddhisme Vajrayana, menghilang dari India sebagai konsekuensi dariinvasi Muslim, dan hanya bertahan di Nepal saja.


Rupang Kalachakra di Museum Sejarah Alam Amerika, New York


Penyebaran ke Tibet

Silsilah Dro didirikan di Tibet olehseorang murid Kashmir dari Nalendrapa yang bernama Pandita Somanatha, yangberkunjung ke Tibet pada tahun 1027 (atau 1064 M, tergantung pada jenispenanggalan yang digunakan), dan nama sililah ini diambil dari nama sipenerjemahnya – Droton Sherab Drak Lotsawa. Silsilah Ra, di sisi lain, dibawake Tibet oleh seorang murid Kashmir lain dari Nadapada yang bernama Samatashri,dan diterjemahkan oleh Ra Choerab Lotsawa (atau Ra Dorje Drakpa).

Silsilah Ra menjadi sangat pentingdi dalam Ordo Sakya dalam Buddhisme Tibet dan ia diteruskan oleh para guruterkemuka seperti Sakya Pandita (1182-1251), Drogon Chogyan Pagpa (1235-1280),Budon Rinchendrup (1290-1364), dan Dolpopa Sherab Gyaltsen (1292-1361). Duaguru terakhir, yang juga meneruskan silsilah Dro, dikenal sebagai ekspositor(yang memberikan penjelasan) Kalachakra di Tibet. Sadhana dari silsilah Ramemberikan pengaruh yang besar terhadap penjelasan Dolpopa mengenai sudutpandang Shentong (salah satu bagian ordo filosofis dalam Buddhisme Tibet).Penekanan yang kuat pada sadhana Kalachakra dan penjelasan sudut pandangShentong adalah karakter utama membedakan Ordo Jonang dari ordo lainnya, yangsaat ditelusuri akan kembali pada Dolpopa.

Ajaran Kalachakra kemudiandisempurnakan oleh cendekiawan utama Jonang yang bernama Taranatha (1575-1634).Pada abad ke-17, pemerintah Tibet yang dipimpin oleh Ordo Gelug menyatakan OrdoJonang sebagai ilegal dan menutup atau mengkonversi biara-biara mereka denganpaksa. Karya-karya tulis Dolpopa, Taranatha, dan para cendekiawan terkemukaShentong dilarang untuk dipelajari. Sungguh ironis karena pada waktu itu jugasilsilah Gelug banyak menyerap tradisi Kalachara dari Jonang.

Hari ini, Kalachakra dipraktekkanoleh semua (empat) ordo Buddhis di Tibet, meski terutama oleh silsilah Gelug.Ia adalah sadhana tantra utama untuk Ordo Jonang, yang hingga kini beberapabiaranya di Tibet bagian timur masih berdiri. Berbagai usaha sedang dilakukanagar tradisi Jonang secara resmi dinyatakan sebagai tradisi ke-lima dalamBuddhisme Tibet.

Kalachakra dengan sepuluh simbol berkekuatan dharma


Praktek Kalachakra masa kini di dalam Ordo-ordo Buddhis Tibet

Buton Rinchen punya pengaruh yangcukup kuat pada perkembangan tradisi Kalachakra selanjutnya dari Gelug danSakya, begitu juga Dolpopa terhadap perkembangan tradisi dari Jonang yangdigunakan oleh Kagyu, Nyingma, dan Tsarpa (cabang dari Sakya). Nyingma danKagyu sangat mengandalkan komentar-komentar tantra Kalachakra yang panjangdengan pengaruh Jonang yang diberikan oleh Ju Mipham dan Jamgon Kongrul YangAgung. Kedua guru tersebut punya ketertarikan yang kuat pada tradisi Jonang.Tsarpa, sebagai cabang dari Sakya, mempertahankan silsilah sadhana untuk enamcabang yoga Kalachakra dari tradisi Jonang.

Jadi ada banyak pengaruh lain danberbagai tambahan yang diberikan antar tradisi yang berbeda (silang tradisi),dan Dalai Lama juga mengatakan bahwa hal tersebut tidak masalah bagi merekayang telah mendapatkan abhiseka pemberkatan dari salah satu tradisi Kalachakrauntuk melakukan sadhana dari tradisi lain.


Vajravega beserta dengan 60 pelindung, lukisan milik Biara Shankdi Mongolia


Kontroversi

Tantra Kalachakra kadang masihmenjadi sumber kontroversi di Barat karena ada interpretasi dari  bagian-bagian dalam literatur tersebut yangmenjelekkan agama Islam. Hal ini terutama karena naksah tersebut berisi nubuattentang perang suci antara penganut agama Buddha dengan mereka yang disebutsebagai “orang barbar” (Bhs. Sansekerta: mleccha). Satu ayat dari Kalachakra(Shri Kalachakra O. 161) menyebutkan, “Sang Chakravartin akan muncul pada akhirjaman, dari kota kuno tempat tinggal para dewa di Gunung Kailasa. Beliau,dengan empat divisi pasukannya, akan mengalahkan semua orang barbar di atasbumi ini dalam peperangan”

Meski Kalachakra meramalkan sebuahperang religius di masa mendatang, hal ini terkesan seperti bertentangan dengansumpah ajaran agama Buddha Mahayana dan Theravada yang melarang tindakankekerasan. Menurut Alexander Berzin, Kalachakra tidak mendukung kekerasanterhadap sesama manusia namun terhadap agresi batin dan emosional yangmenghasilkan intoleransi, kebencian, kekerasan dan perang. Komentator Gelugpada abad ke-15, Kaydrubjey, menginterpretasikan “perang suci” ini secarasimbolis. Ia mengajarkan bahwa hal tersebut mengacu pada peperangan dalam batinsi praktisi religius melawan berbagai kecenderungan barbar dan jahatnya. Itulahsolusi terhadap kekerasan, karena menurut Kalachakra, kondisi-kondisi eksternalbergantung pada (dipengaruhi oleh) kondisi internal aliran pikiran para insan.Saat dilihat dari sudut pandang seperti itu maka perang yang diramalkan akanterjadi di dalam hati dan emosi. Perang tersebut digambarkan sebagaitransformasi dari mentalitas khusus yang suka melakukan kekerasan atas namaagama dan ideologi menjadi kekuatan moral, wawasan dan kebijaksanaan spiritualyang luhur.

Ikonografi Tantra yang meliputisenjata-senjata tajam, perisai, dan mayat juga nampak bertentangan denganprinsip tanpa kekerasan; namun ia melambangkan berubahnya sifat agresif menjadisebuah metode untuk mengatasi ilusi dan ego. Baik Kalachakra maupun pelindungdharma-Nya, Vajravega, memegang sebuah pedang dan perisai di tangan kanan dankiri mereka yang ke-dua. Ini adalah ekspresi kemenangan Buddha atas seranganMara dan juga perlindungan yang diberikan-Nya kepada semua insan. Perisetsimbolisme, Robert Beer, menulis hal berikut tentang ikonografi tantra yangberupa senjata dan dia juga menjelaskan mengenai tanah tempat pembuangan mayat:

Banyakperalatan dan senjata ini yang berasal dari arena peperangan yang dipenuhidengan hawa kemarahan dan alam yang menyeramkan di lokasi pembuangan mayat.Sebagai citra utama yang melambangkan penghancuran, penjagalan, pengorbanan,dan ilmu hitam; senjata-senjata ini direbut dari tangan para iblis dan dirubah– sebagai simbol – untuk melawan akar utama dari sifat iblis tersebut, yaitu:identitas konseptual yang menyayangi diri sendiri yang ternyata malahmemunculkan lima racun – kebodohan, hasrat, kebencian, kesombongan, dan irihati. Di tangan para siddha, dakini, yidam yang marah dan setengah marah,dewata pelindung dan pelindung dharma; alat-alat seperti ini berubah menjadisimbol yang suci, senjata yang mampu merubah (sifat jahat menjadi kesucian),dan sebuah ekspresi welas asih yang penuh kemurkaan para dewata yang tidaksegan-segan menghancurkan berbagai macam ilusi yang dihasilkan dari membesarnyaego manusia.

Nubuat ini juga dapat dipahami danmengacu pada serangan umat Islam ke Asia tengah dan India yang dengan sengajamenghancurkan agama Buddha di daerah-daerah tersebut. Ia juga berisigambaran-gambaran mendetil tentang para penyerbu di masa mendatang, begitu jugadengan berbagai metode (tanpa kekerasan) yang dianjurkan bagi ajaran-ajaranBuddha agar bisa selamat dari gencarnya serangan ini.

Sebuah interpretasi dari ajaranBuddha yang menggambarkan konflik militer – seperti elemen-elemen TantraKalachakra dan Epik Gesar – adalah bahwa ajaran tersebut bisa diberikan(diajarkan) kepada mereka yang punya kecenderungan karma berupa nafsu sukaberkelahi, sehingga hati mereka bisa menjadi tenang. Ayat-ayat Kalachakra yangberhubungan dengan peperangan dapat dilihat sebagai ajaran untuk menjauhiajaran religius manapun yang membenarkan adanya perang dan kekerasan (atas namaagama), dan untuk merangkul ajaran kasih sayang dan welas asih.

Sebuah bagian lain dari ajaranKalachakra menggambarkan wanita dalam cara yang sangat negatif. Dalai Lama,saat memberikan ajaran Kalachakra di Illinois tahun 1999, bahkan sempatberhenti sebentar saat menafsirkan ajaran ini hingga meminta maaf berhubungnaskah tersebut terdengar cukup kasar saat membahas mengenai wanita dan beliaumemberikan catatan bahwa bagian tersebut ditujukan kepada para bhiksu yangharus menghindari wanita. Kontroversi lebih lanjut, terutama di Barat, berkisarpada dimensi seksual dari ajaran tersebut dan juga pada pasangan yang bersatuyang digambarkan secara vulgar dalam lukisan-lukisan Kalachakra. Kondisigembira dari persenggamaan adalah bagian mendasar dalam Tantra Yoga Tertinggi –di mana Kalachakra termasuk dalam kategori ini, tapi semua orang telahdiperingatkan untuk tidak melatih sadhana ini karena faktor-faktor bawaanmanusia akan dengan mudah mengotori apa yang seharusnya merupakan sadhana yangbersih dan mulia.

Ayat-ayat yang kontroversialmengenai perang suci, yang kemungkinan besar telah dimasukkan ke dalam tradisiKalachakra saat penyebaran agama Islam secara besar-besaran di India bagianutara di mana agama Buddha telah mengalami kemunduran, kemudian di jamanmoderen dibajak dan digunakan oleh beberapa penyiasat yang neko-neko (punyaagenda terselubung) dari Sayap Kiri dan Sayap Kanan untuk kepentingan politikmereka. Berbagai aktivitas yang patut dipertanyakan ini, begitu juga denganayat-ayat yang disebutkan di atas dari literatur kuno Kalachakra mengenaiperang suci dan penggunaan seksualitas untuk keperluan ritual, memicu Victordan Victoria Trimondi, dua orang penulis dan ahli filosofi dari Jerman, untukmelancarkan kritik yang radikal mengenai tradisi Kalachakra secara keseluruhan.Namun di sisi lain, Alexander Berzin, salah satu murid terkemuka dalamBuddhisme Tibet, mencoba memberikan penjelasan yang seimbang dan jelas mengenaitradisi yang sama.
                                    



Amituofo
True Buddha School
Pure Karma
Lotuschef

No comments:

Post a Comment