Sunday, October 7, 2012

Mahamudra Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian


by LOTUS NINO on OCTOBER 6, 2012

Diambil dari buku Guru Sheng-yen Lu, No.51 “Mahamudra & Yoga Tantra Tertinggi”, Bab 20
Dibagikan oleh Lama Lotuschef – 5 Agustus 2011
Terjemahan asli oleh Cheng Yew Chung, disunting oleh Dance Smith
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Lotus Nino
Sumber: The Mahamudra of Eternity, Bliss, True Self, and Purity
BAB 20 – Mahamudra Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian

Dalam sebuah sesi meditasi yang mendalam, aku menemukan diriku sedang berdiri di depan Gua Suara Brahma (Gua Fanyin) di Gunung Putuo.
Gua ini terletak di bawah tembusan yang diapit oleh dua tebing yang curam.
Air laut saat masuk dan keluar dari dalam gua menciptakan suara gemuruh pasang, oleh karenanya gua dengan gemuruh suara pasang ini dinamakan Gua Fanyin.
Lokasi gua ini adalah salah satu atraksi dari Gunung Putuo.
Di sana ada rumah ibadah yang didirikan di sekitar area gua.
Aku pernah membaca buku Legenda Gunung Putuo yang menggambarkan bagaimana mereka yang mengunjungi Gunung Putuo memberikan penghormatan di Gua Fanyin.
Para pengunjung yang punya jodoh besar dengan Buddha akan melihat penampakan Bodhisattva Avalokiteshvara. Beberapa lainnya melihat Sudhana kumara, yang lainnya lagi melihat Gadis Naga.
Ada lagi yang menyaksikan kehadiran Burung Taiping milik Bodhisattva Avalokiteshvara.
Mahluk-mahluk ini nampak sesuai dengan jodoh karma masa lalu dari masing-masing individu, dan tiap orang akan melihat manifestasi yang berbeda.
Dalam meditasiku yang mendalam, aku sempat terperangah karena menemukan diriku hadir di Gunung Putuo, dan aku juga turut memberikan penghormatan di Gua Fanyin.
Saat aku sedang memberikan penghormatan, aku melihat seorang santo (suciwan) yang menampakkan diri di hadapanku.
Ia bukan Avalokiteshvara, bukan juga Sudhana ataupun Gadis Naga.
Di tangan kirinya ia memegang kebutan buntut kuda, dan di tangan kanannya adalah tongkat dengan vajra bersilang.
Ia mengenakan mahkota dari bebatuan mulia dan jubah bhiksu.
Santo ini menampakkan diri, dan kita bersama-sama menaiki awan.
“Lian-sheng, apa kamu mengenaliku?”
“Tidak, aku tak mengenalmu.”
“Aku Varsi.”
“Maafkan aku, tapi aku benar-benar belum pernah mendengar nama ini.
Mohon kiranya mengingatkanku mengenai hubungan kita di masa lampau.”
Santo Varsi lalu menceritakan bagaimana ia dulunya adalah seorang praktisi kebatinan di India dan juga melakukan puja api sebagai seorang dari kasta Brahmana.
Kemudian, saat ia melakukan perjalanan ke Gua Fanyin di Gunung Putuo, ia merasa Gua Fanyin ini adalah lokasi yang penuh kedamaian, dan lalu memutuskan untuk tinggal di sana.
Ia tinggal di gubuk jerami di tebing sekitar Gua Fanyin sambil melanjutkan pelatihan dirinya.
Ia membunuh banyak binatang liar dan mengorbankan mereka lewat puja api sebagai persembahan kepada langit.
Di kemudian hari, karma buruknya yang berat karena melakukan pembunuhan membuatnya terjatuh ke dalam neraka setelah ia meninggal dunia. Di sana ia mengalami derita siksa neraka.
Suatu saat Bodhisattva Avalokiteshvara dari Gunung Putuo datang ke neraka dan melihat Varsi sedang sangat menderita.
Bodhisattva mengetahui bahwa Varsi pernah melatih diri di Gua Fanyin.
Kemudian Avalokiteshvara mengajarkannya Yoga Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian.
Varsi melatih empat kebajikan nan mulia ini di dalam neraka, dan pelan-pelan menyerap sinar ke dalam dirinya dan meninggalkan penderitaan dari neraka panas dan dingin.
Setelah itu, ia berfokus pada sadhana ini dan memberikan penghormatan kepada Tri Ratna dengan penuh ketulusan dan kepercayaan yang total, dan pada akhirnya mencapai penyatuan dengan alam semesta.
Ia menjadi pembantu Bodhisattva Avalokiteshvara. Itulah jodohnya di masa lampau.
“Santo Varsi, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai Yoga Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian?”
“Lian-sheng, kamu tahu apa yang bersinar?”
“Ya aku tahu kalau matahari bersinar, begitu juga dengan bulan, bintang, petir, lampu, api, dan lilin, dan masih banyak lagi.”
“Lian-sheng, apakah kamu tahu cara menyerap cahaya?”
“Ya. Aku bisa menyerap semua cahaya ke dalam mata batin.”
“Begitulah. Saat kamu menyerap sinar ke dalam mata batin, maka kamu akan mendapatkan mata ke-tiga.
Saat kamu menyerap sinar ke dalam hati, kamu mendapatkan kekuatan batin untuk mengetahui isi hati orang lain.
Saat kita mengamati hati dan ia menjadi seperti cermin yang memantulkan sinar saat kita menyerapnya, inilah yang dinamakan sebagai merenungkan kebijaksanaan terunggul”, kata Santo Varsi.
“Bagaimana kita mengajarkan para insan untuk melatih Yoga Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian?” tanyaku.
Santo Varsi mengajarkanku metode berikut:
Ambillah sebuah cermin bundar, ukurannya terserah, kemudian mintakan gurumu untuk memberkatinya.
Gantungkan cermin tersebut di posisi pusat di altar mandala.
Saat berada di rumah ataupun sedang bepergian, baik kamu pulang awal maupun terlambat, kamu, sebagai praktisi tantra, bisa menggunakan metode Menghirup dan Menyimpan Semua Energi, dan mengumpulkan semua energi sinar ke dalam hatimu.
Ini meliputi cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya bintang, cahaya api, cahaya lilin, dan petir.
Sekembalinya kamu ke rumah dan menuju ke altar mandala, kamu lepaskan sinar ini dari hatimu dan biarkan ia melebur ke dalam sinar cermin.
Melalui visualisasi yang kamu lakukan, tiap nafas yang kamu keluarkan adalah hembusan sinar ke dalam cermin.
Setiap cahaya akan ditangkap oleh dan melebur ke dalam cermin.
Japalah Mantra Menyerap Sinar Matahari: “OM VAJRA DHATU VAM”.
Ini adalah mantra Vairocana.
Kamu juga bisa menjapa mantra-mantra lain atau mantra cahaya matahari, seperti Mantra Cahaya berikut: OM AMOGHA VAIROCANA MAHAMUDRA MANI PADMA JVALA PRAVARTAYA HUM.
Setelah kamu menghembuskan sinar ke dalam cermin, japa mantranya sekali.
Kamu harus terus melatihnya hingga pada suatu hari saat kamu menatap ke dalam cermin dan melihat cermin tersebut memancarkan cahaya yang berbeda dengan cahaya yang biasa kita lihat.
Kecemerlangannya terbentuk dari sinar lima warna yang berharga.
Ini adalah manifestasi dari penampakan ‘hati yang sejati dan cermin yang sejati
.
Mulai dari saat itu, tiap kali kamu melakukan sebuah visualisasi, kamu akan menemukan dirimu melebur ke dalam alam spiritual yang maha cemerlang.
Alam itu adalah dunia ‘Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri nan Sejati, dan Kesucian’.
Yoga ini menggabungkan cahaya dari diri sendiri, cahaya dari cermin, dan cahaya dari hati – semuanya melebur menjadi satu cahaya gabungan.
Dunia cahaya yang dipancarkan dari dalam cermin adalah kondisi yang sepenuhnya tenang dan damai, karena dunia cahaya di dalam cermin adalah ‘bukan kekosongan ataupun keberadaan, juga bukan bukan kekosongan ataupun bukan keberadaan. Tak ada kata yang bisa menggambarkan kondisi spiritual semacam ini, dan inilah kondisi Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian yang ditarik oleh cahaya dari alam nafsu.’
“Memangnya apa yang menarik dari alam spiritual ini?” Aku bertanya kepada Santo Varsi.
“Alam ini sebenarnya adalah dunia yang tersembunyi. Kamu bisa menghindari semua bahaya yang disebabkan oleh kutukan-kutukan jahat dan ilmu hitam yang dilempar oleh orang-orang jahat. Tak ada satupun dari mantra-mantra tersebut yang bisa mendekatimu, dan oleh karenanya tidak akan berefek padamu. Kondisi batin seperti ini adalah model ilusi dari Nirwana, atau menyerupai kondisi Nirwana. Jadi ini merupakan sebuah dunia dengan kedamaian yang sempurna. Orang yang melatih sadhana ini akan menemukan tubuhnya memancarkan cahaya yang tiada batasnya. Namun, saat ia mendapatkan realisasi yang sejati, ia tak boleh tinggal di alam Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian ini serta berhenti di sana. Ia harus maju ke langkah selanjutnya.
“Kenapakah?”
Ini karena pencapaian dari alam ‘Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian’ hanyalah pendekatan yang egois yang membuat si praktisi bahagia dan bebas dari kerisauan, tapi berhenti menyelamatkan para insan. Jadi, tingkat tertingginya yang bisa kamu capai adalah menjadi arahat.
Alasan kita melatih dan mendapatkan realisasi bukanlah untuk menguntungkan diri sendiri, tapi harus demi memberi manfaat kepada para insan. Ini dilakukan supaya semua insan bisa mendapat manfaat dari pelatihan diri kita. Oleh karenanya, praktisi Mahamudra Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian harus melatih sadhana ini bersama dengan sadhana lainnya untuk menyelamatkan para insan.
“Terima kasih, Santo Varsi, atas instruksimu yang berharga.” Aku dengan tulus mengucapkan rasa syukurku.
Santo Varsi kemudian menghilang, dan aku kembali ke Seattle di Amerika, serta keluar dari meditasiku. Aku merenungkan mengenai Mahamudra Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian ini dan melihatnya sebagai pelatihan Hinayana.
Saat si praktisi mendapatkan keberhasilan dalam sadhana ini, ia mencapai alam spiritual seorang arahat.
Kiranya agak mengherankan mengapa banyak bodhisattva yang berniat menyelamatkan para insan mungkin telah mencapai kebuddhaan dan mendapatkan yang dinamakan sebagai pencerahan Nirwana yang sempurna, namun tak ada satupun dari mereka yang tinggal di dalam kondisi ketenangan dan kedamaian yang sempurna.
Sebaliknya, mereka memilih untuk kembali dan menyelamatkan para insan lewat sumpah yang dibuatnya. Mereka bermanifestasi sebagai seorang bodhisattva, pengajar yang agung, ataupun seorang guru.
Para bodhisatva agung ini, dalam segala jaman, telah membuat sumpah untuk menyelamatkan para insan termasuk mereka yang hidup sebagai mikro organisme di bumi dan mereka yang menderita di tiga alam rendah, hingga ke atas – para dewa di surga, dan memandu mereka semua ke jalan pencerahan.
Mereka berjanji untuk tidak memasuki kebudhaan, ke dalam Nirwana, dan tinggal di dalam ketenangan abadi selama masih ada satu mahluk yang menderita.
Para praktisi agama Buddha aliran Hinayana, saat mencapai realisasi diri, sering menemukan bahwa pelatihan dirinya telah mencapai titik terakhir dan merasa tak perlu melanjutkan lagi.
Tapi, ajaran dari aliran Mahayana tidak mengajak mereka untuk tinggal di dalam kondisi Nirwana; ia lebih mengutarakan fakta bahwa saat seorang individu memasuki Nirwana, ia sebenarnya muncul kembali dan lanjut berkembang dari titik itu tanpa henti. Ia tidak menganggap Nirwana sebagai titik tujuan terakhir.
Mereka yang melatih Yoga Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian harus paham bahwa kondisi batin (pikiran) adalah sumber dari segala kekuatan spiritual.
Ini adalah era karma, dan nafsu kita akan dunia material yang memuncak telah membutakan kita dari menemukan cahaya dalam diri kita sendiri.
Mereka yang tak sadar akan cahaya yang ada di dalam hati akan tertarik ke dalam perangkap uang, ketenaran, dan kekayaan.
Karena hal-hal itulah, mereka berputar-putar terus di dalam lingkaran tumimbal lahir.
Hari ini, para pembaca yang menjumpai buku-buku yang ditulis oleh Guru Lian-sheng akhirnya menyadari bahwa ada cahaya di dalam hati sendiri, dan mereka pasti akan mendapatkan pembebasan melalui praktek Mahamudra dan Yoga Tantra Tertinggi.
Ini pasti ada pertaliannya dengan jodoh karma baik si pembaca pada masa lampau.
Saat kamu membaca buku ini dan mencari instruksi dari sang guru, kamu akan menyadari bahwa di dalam dirimu telah tersedia harta berharga yang tiada habis-habisnya, dan kamu berhak mendapatkan permata cahaya yang sangat berharga itu.
Oleh karenanya, dengan segala ketulusan dan ketekunan, kamu akan belajar dharma dan terbebaskan dari semua gangguan dunia material ini.
Dari sana kemudian kamu akan dengan mudah menemukan alam spiritual Nirwana.
Sebenarnya mudah untuk mencapai kondisi Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian.
Mereka yang melatihnya dengan sungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya.
Aku tuliskan sebuah sajak:
Saat Santo Varsi mencapai Nirwana,
Ia menemukan cahaya di dalam: Keabadian, Kebahagiaan, Jati Diri yang Sejati, dan Kesucian.
Terbebaskan dari segala kekuatiran, ia selamanya berada dalam kesucian,
Namun ia harus meninggalkan kondisi ini dan berjanji untuk kembali lagi di masa mendatang.
Amituofo
Lotuschef
Pure Karma
True Buddha School

No comments:

Post a Comment