Dibagikan dengan komentar oleh Lotuschef – 17 April 2015
Diterjemahkan oleh Lotus Nino
Sumber: Sharing: A Guru Always Takes You For A Ride
Sumber buku: A Guru Always Takes You For A Ride, by Sadhguru
Sumber video: A Guru Always Takes You For A Ride
Sharing dari Lotus CN:
Seputar mendapatkan kesaktian, berwelas asih, dan kecenderungan untuk meminta.
Jadi ingat saat kamu bilang orang-orang bisa saja berdoa kepadamu dan memohon banyak hal darimu, tapi terserah apakah kamu mau mengabulkannya atau tidak. Sungguh benar!
Kita semua harus berkembang sampai ke suatu tingkat supaya punya kapasitas untuk menerima anugerah yang bersangkutan.
Inilah mengapa dasar-dasar pengetahuan dan cara berpikir menjadi terlihat sangat penting, seperti yang kamu selalu tekankan.
Salam.
===
Di dalam tradisi Shaiva, Shiva menceritakan banyak kisah dan insiden untuk menyoroti keterbatasan, menyoroti masalah yang akan menimpa seseorang yang selalu memberi tanpa pandang bulu – masalah yang akan dialami oleh si pemberi dan si penerima karena memberi sesuatu kepada seseorang yang belum siap menerimanya. Kalau saja mereka telah mengembangkan kehidupannya sampai ke suatu titik, apa yang mereka inginkan, akan kesampaikan juga pada akhirnya; namun sebelum mereka sampai ke titik tersebut, mereka sudah ingin memilikinya.
Bila kamu menerima sesuatu sebelum kamu mengembangkan dirimu sampai ke suatu titik di mana kamu siap untuk menerimanya, karunia yang agung tersebut bisa menjadi sebuah kutukan besar. Ada sejumlah orang di planet ini yang berhasil memanipulasi situasi entah bagaimana untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, namun mereka menjadi sangat menderita setelah menerimanya. Mereka akan lebih baik mengharap saja, tapi begitu harapannya dipenuhi, mereka terkena masalah besar. Jadi baik si pemberi maupun si menerima bisa terkena masalah hanya karena memberi sesuatu atau menerima sesuatu di saat mereka belum siap untuk menerimanya.
Dalam berbagai kesempatan, umat manusia, saat mereka sampai pada suatu tingkat keberhasilan, akan punya dorongan untuk menjadi terlalu berwelas asih. Namun welas asih yang salah tempat selalu muncul dari ego-mu; kamu ingin menjadi orang yang paling berwelas asih di planet ini. Di manapun siapapun membutuhkan apapun – kamu akan mengulurkan tangan. Hal seperti ini bukan muncul dari pemahaman, kebijaksanaan, ataupun kesadaran apapun. Ia datang dari keinginan untuk menjadi yang terbaik atau yang “paling”. Kamu tahu, apapun yang kamu lakukan, kamu ingin menjadi yang “paling”.
Di manapun kamu pergi, bahkan bila orang-orang bilang, “Aku bodoh”, mereka inginnya mengatakan, “Akulah orang yang paling bodoh di dunia ini.” Bahkan di sanapun mereka ingin menjadi yang pertama. Entah bagaimana mereka ingin menjadi yang terbaik – dalam satu sisi atau di sisi lainnya. “Aku ingin menjadi yang paling cerdas, atau aku ingin menjadi yang paling bodoh, aku tak ingin berada di antaranya. Aku tak ingin menjadi orang biasa; Aku entah bagaimana ingin menjadi spesial.” Jadi kamu ingin menjadi yang paling berwelas asih.
Masalah ini memang menjangkiti orang-orang – mereka ingin menjadi yang paling berwelas asih.
Sumber video: A Guru Always Takes You For A Ride
Sharing dari Lotus CN:
Seputar mendapatkan kesaktian, berwelas asih, dan kecenderungan untuk meminta.
Jadi ingat saat kamu bilang orang-orang bisa saja berdoa kepadamu dan memohon banyak hal darimu, tapi terserah apakah kamu mau mengabulkannya atau tidak. Sungguh benar!
Kita semua harus berkembang sampai ke suatu tingkat supaya punya kapasitas untuk menerima anugerah yang bersangkutan.
Inilah mengapa dasar-dasar pengetahuan dan cara berpikir menjadi terlihat sangat penting, seperti yang kamu selalu tekankan.
Salam.
===
Di dalam tradisi Shaiva, Shiva menceritakan banyak kisah dan insiden untuk menyoroti keterbatasan, menyoroti masalah yang akan menimpa seseorang yang selalu memberi tanpa pandang bulu – masalah yang akan dialami oleh si pemberi dan si penerima karena memberi sesuatu kepada seseorang yang belum siap menerimanya. Kalau saja mereka telah mengembangkan kehidupannya sampai ke suatu titik, apa yang mereka inginkan, akan kesampaikan juga pada akhirnya; namun sebelum mereka sampai ke titik tersebut, mereka sudah ingin memilikinya.
Bila kamu menerima sesuatu sebelum kamu mengembangkan dirimu sampai ke suatu titik di mana kamu siap untuk menerimanya, karunia yang agung tersebut bisa menjadi sebuah kutukan besar. Ada sejumlah orang di planet ini yang berhasil memanipulasi situasi entah bagaimana untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, namun mereka menjadi sangat menderita setelah menerimanya. Mereka akan lebih baik mengharap saja, tapi begitu harapannya dipenuhi, mereka terkena masalah besar. Jadi baik si pemberi maupun si menerima bisa terkena masalah hanya karena memberi sesuatu atau menerima sesuatu di saat mereka belum siap untuk menerimanya.
Dalam berbagai kesempatan, umat manusia, saat mereka sampai pada suatu tingkat keberhasilan, akan punya dorongan untuk menjadi terlalu berwelas asih. Namun welas asih yang salah tempat selalu muncul dari ego-mu; kamu ingin menjadi orang yang paling berwelas asih di planet ini. Di manapun siapapun membutuhkan apapun – kamu akan mengulurkan tangan. Hal seperti ini bukan muncul dari pemahaman, kebijaksanaan, ataupun kesadaran apapun. Ia datang dari keinginan untuk menjadi yang terbaik atau yang “paling”. Kamu tahu, apapun yang kamu lakukan, kamu ingin menjadi yang “paling”.
Di manapun kamu pergi, bahkan bila orang-orang bilang, “Aku bodoh”, mereka inginnya mengatakan, “Akulah orang yang paling bodoh di dunia ini.” Bahkan di sanapun mereka ingin menjadi yang pertama. Entah bagaimana mereka ingin menjadi yang terbaik – dalam satu sisi atau di sisi lainnya. “Aku ingin menjadi yang paling cerdas, atau aku ingin menjadi yang paling bodoh, aku tak ingin berada di antaranya. Aku tak ingin menjadi orang biasa; Aku entah bagaimana ingin menjadi spesial.” Jadi kamu ingin menjadi yang paling berwelas asih.
Masalah ini memang menjangkiti orang-orang – mereka ingin menjadi yang paling berwelas asih.
Namun welas asih yang sejati bukanlah tentang memberi atau mengambil.
Welas asih yang sesungguhnya adalah melakukan apa yang diperlukan.
Kamu sendiri tak punya preferensi lebih menyukai yang mana; cukup dengan melakukan apa yang diperlukan adalah berwelas asih.
Kamu menjungkir balikkan dirimu ke dalam emosi yang besar dan mengulurkan tangan kepada seseorang bukanlah berwelas asih.
Ia hanyalah sekedar kepuasan diri, cara yang melenceng untuk menggenapi dirimu.
Welas asih, welas asih yang tulen memungkinkan untuk dicurahkan, saat tak ada sesuatu di dalam dirimu untuk digenapi, kamu hanya melakukan apa yang diperlukan.
Tapi selalu saja, bila kamu terjebak di dalam emosi yang mendalam dan melakukan sesuatu, kamu merasa bahwa momen tersebut sangat berwelas asih. Bukan! Kamu itu sedang mencari penggenapan diri. Aku bukan berkata ada yang benar atau salah dengan hal tersebut, tapi hal tersebut masih datang dari ketidakcakapan tertentu.
Seorang suciwan yang terlalu berwelas asih sedang membagikan berbagai barang kebutuhan orang-orang tanpa pandang bulu. Karena pelatihan renunsiasinya, ia telah berhasil mendapatkan suatu kemampuan tertentu dan kemudian memberikannya kepada orang-orang.
Jadi suatu hari, Shiwa memanggilnya dan mencoba memberikan nasihat kepadanya, “Sebenarnya ini bukan hal yang baik. Caramu memberikan karunia dan anugerah kepada orang-orang, hal ini tak akan membawa kesejahteraan bagimu, atau kepada orang-orang yang kamu beri. Hal ini bisa membawa banyak masalah bagimu, mungkin juga memberi mereka banyak masalah, atau kedua belah pihal sama-sama terkena masalah. Jadi berhentilah memberikan anugerah ini. Bila orang-orang datang dan meminta, itu tak masalah, dan kamu juga tak harus memberinya.”
Parwati, istri Shiwa, yang sedang duduk di sana berkata: “Oh, Yang Mulia, bagaimana mungkin? Di dunia ini hanya ada sedikit orang yang rela memberi apapun. Dan beberapa orang yang memberi, kamu malah mencoba mencegahnya pula – apa maksudnya? Setidaknya beberapa orang yang rela memberi, biarkanlah mereka memberi. Kamu harus menjelaskan hal ini kepadaku. Ini sungguh tak adil. Sudah hanya ada sedikit pemberi: kamu juga ingin memotongnya dan membuatnya menjadi lebih kecil?”
Kemudian Shiwa menimpalinya: “Kamu lihat, ini bukan persoalan mengambil sesuatu dari orang-orang. Ini juga bukan menghalangi dunia untuk menerima sesuatu, juga bukan merupakan usaha menghalangi seseorang untuk bersukacita dalam memberikan sesuatu. Yang kumaksud adalah bukannya membantu orang untuk berkembang sampai ke suatu kondisi di mana mereka secara alami akan menerima karunia kehidupan, jika kamu memberikan sesuatu kepada seorang yang belum berkembang, kamu malah akan membebaninya. Kamu justru akan menghancurkan hidupnya. Bila kamu menaruh perhatian akan kesejahteraan seseorang dalam tingkatnya yang tertinggi, kamu harus menempatkannya melewati proses perkembangan dirinya yang penuh ketelatenan hingga ia mencapai suatu kemampuan tertentu, di mana ia akan mampu mengakses dimensi kehidupan yang lebih tinggi, dan proses menerima akan secara otomatis terjadi kepadanya karena ia memang layak mendapatkannya. Kalau kamu menghadiahkan emas satu ton kepada seekor semut, ia hanya akan menghancurkan si semut. Ia tak akan membuat si semut menjadi kaya; si semut malah akan tergilas.
Jadi apa yang kamu berikan, bagaimana caramu memberi, menjadi hal yang sangat penting. Kamu jangan memberi tanpa pandang bulu hanya karena seseorang meminta kepadamu.
...
Kini, hal tradisional, maksudku, seperti “godaan”, yang mereka ciptakan dalam diri orang-orang, di mana bila kamu melihat seorang suciwan, hal pertama (yang dilakukan) adalah mintalah apa yang kamu inginkan, dan hal tersebut akan terkabul.
Seorang suciwan yang terlalu berwelas asih sedang membagikan berbagai barang kebutuhan orang-orang tanpa pandang bulu. Karena pelatihan renunsiasinya, ia telah berhasil mendapatkan suatu kemampuan tertentu dan kemudian memberikannya kepada orang-orang.
Jadi suatu hari, Shiwa memanggilnya dan mencoba memberikan nasihat kepadanya, “Sebenarnya ini bukan hal yang baik. Caramu memberikan karunia dan anugerah kepada orang-orang, hal ini tak akan membawa kesejahteraan bagimu, atau kepada orang-orang yang kamu beri. Hal ini bisa membawa banyak masalah bagimu, mungkin juga memberi mereka banyak masalah, atau kedua belah pihal sama-sama terkena masalah. Jadi berhentilah memberikan anugerah ini. Bila orang-orang datang dan meminta, itu tak masalah, dan kamu juga tak harus memberinya.”
Parwati, istri Shiwa, yang sedang duduk di sana berkata: “Oh, Yang Mulia, bagaimana mungkin? Di dunia ini hanya ada sedikit orang yang rela memberi apapun. Dan beberapa orang yang memberi, kamu malah mencoba mencegahnya pula – apa maksudnya? Setidaknya beberapa orang yang rela memberi, biarkanlah mereka memberi. Kamu harus menjelaskan hal ini kepadaku. Ini sungguh tak adil. Sudah hanya ada sedikit pemberi: kamu juga ingin memotongnya dan membuatnya menjadi lebih kecil?”
Kemudian Shiwa menimpalinya: “Kamu lihat, ini bukan persoalan mengambil sesuatu dari orang-orang. Ini juga bukan menghalangi dunia untuk menerima sesuatu, juga bukan merupakan usaha menghalangi seseorang untuk bersukacita dalam memberikan sesuatu. Yang kumaksud adalah bukannya membantu orang untuk berkembang sampai ke suatu kondisi di mana mereka secara alami akan menerima karunia kehidupan, jika kamu memberikan sesuatu kepada seorang yang belum berkembang, kamu malah akan membebaninya. Kamu justru akan menghancurkan hidupnya. Bila kamu menaruh perhatian akan kesejahteraan seseorang dalam tingkatnya yang tertinggi, kamu harus menempatkannya melewati proses perkembangan dirinya yang penuh ketelatenan hingga ia mencapai suatu kemampuan tertentu, di mana ia akan mampu mengakses dimensi kehidupan yang lebih tinggi, dan proses menerima akan secara otomatis terjadi kepadanya karena ia memang layak mendapatkannya. Kalau kamu menghadiahkan emas satu ton kepada seekor semut, ia hanya akan menghancurkan si semut. Ia tak akan membuat si semut menjadi kaya; si semut malah akan tergilas.
Jadi apa yang kamu berikan, bagaimana caramu memberi, menjadi hal yang sangat penting. Kamu jangan memberi tanpa pandang bulu hanya karena seseorang meminta kepadamu.
...
Kini, hal tradisional, maksudku, seperti “godaan”, yang mereka ciptakan dalam diri orang-orang, di mana bila kamu melihat seorang suciwan, hal pertama (yang dilakukan) adalah mintalah apa yang kamu inginkan, dan hal tersebut akan terkabul.
Tapi aku memberitahumu, jangan pernah meminta, karena kalau si suciwan itu bijaksana maka ia tak akan memberi.
Namun kadang kala ia berada dalam semacam kondisi di mana ia akan mengiyakanmu.
Kalau ia bilang oke, berarti kamu dalam masalah, karena kamu akan mendapatkan sesuatu di mana kamu belum siap menerimanya.
Kalau kamu mendapatkan sesuatu di mana kamu belum siap, hidupmu bukannya menjadi lebih baik, tapi akan menjadi kacau dalam berbagai macam cara.
Jadi bila kamu duduk di suatu ruang, saat kamu duduk dalam suatu medan energi, jika kamu melihat seseorang atau suatu tempat yang memancarkan suatu tingkat energi, seperti suatu kemampuan yang sedikit lebih besar daripada dirimu saat ini, itulah saat di mana kamu tak memikirkan apapun, saat kamu tak meminta apapun, kamu hanya perlu duduk saja. Bila kamu bisa melakukan hal tersebut, kamu akan mendapatkan asupan energi untuk berkembang dengan sangat cepat, bermutasi dari suatu dimensi ke dimensi lainnya. Begitu kamu berkembang ke suatu kemampuan tertentu, segala hal yang mungkin terjadi di dalam dimensi tersebut akan terjadi begitu saja kepadamu. Bila kamu tak berkembang sampai ke tahap seperti itu, tapi hanya sekedar berambisi saja, maka kamu hanya membawa banyak masalah kepada dirimu sendiri.
======
Komentar:
Hahaha! Menarik!!!
Orang-orang yang tak punya kunci/kiat, bila diberikan juga pasti tak bisa mereka gunakan sama sekali!
Aku juga MEMPERDAYAI KALIAN semua selama ini!
KENAPA?
SUPAYA kalian semua melaju ke tingkat selanjutnya. Kamu harus punya bahan yang dibutuhkan untuk naik ke tingkat selanjutnya.
Jadi bukan salahku kalau orang-orang tak bisa bersadhana dengan baik dan kehidupannya malah menjadi tambah kacau, tambah miskin, ataupun sakit! :)
Aku berencana melakukan puja kecil di rumah.
Kertas sembahyang untuk para arwah terlantar, dewa bumi, dan dewa kota bisa dibakar di bawah setelah puja.
Sungguh mudah pula.
Jadi bisa melakukan puja 7 yidam dalam sehari atau sekali sehari!
Hahaha!
Teman-temanku sekalian yang terkasih, ingatlah kalau aku selaku mengatakan hal berikut:
Mengenai pelatihan diri, Tak punya berarti Tak punya, tak bisa membohongi diri sendiri, apalagi orang-orang lain!!!
Salam semuanya.
Om Guru Lian Sheng Siddhi Hom
Lama Lotuschef
Jadi bila kamu duduk di suatu ruang, saat kamu duduk dalam suatu medan energi, jika kamu melihat seseorang atau suatu tempat yang memancarkan suatu tingkat energi, seperti suatu kemampuan yang sedikit lebih besar daripada dirimu saat ini, itulah saat di mana kamu tak memikirkan apapun, saat kamu tak meminta apapun, kamu hanya perlu duduk saja. Bila kamu bisa melakukan hal tersebut, kamu akan mendapatkan asupan energi untuk berkembang dengan sangat cepat, bermutasi dari suatu dimensi ke dimensi lainnya. Begitu kamu berkembang ke suatu kemampuan tertentu, segala hal yang mungkin terjadi di dalam dimensi tersebut akan terjadi begitu saja kepadamu. Bila kamu tak berkembang sampai ke tahap seperti itu, tapi hanya sekedar berambisi saja, maka kamu hanya membawa banyak masalah kepada dirimu sendiri.
======
Komentar:
Hahaha! Menarik!!!
Orang-orang yang tak punya kunci/kiat, bila diberikan juga pasti tak bisa mereka gunakan sama sekali!
Aku juga MEMPERDAYAI KALIAN semua selama ini!
KENAPA?
SUPAYA kalian semua melaju ke tingkat selanjutnya. Kamu harus punya bahan yang dibutuhkan untuk naik ke tingkat selanjutnya.
Jadi bukan salahku kalau orang-orang tak bisa bersadhana dengan baik dan kehidupannya malah menjadi tambah kacau, tambah miskin, ataupun sakit! :)
Aku berencana melakukan puja kecil di rumah.
Kertas sembahyang untuk para arwah terlantar, dewa bumi, dan dewa kota bisa dibakar di bawah setelah puja.
Sungguh mudah pula.
Jadi bisa melakukan puja 7 yidam dalam sehari atau sekali sehari!
Hahaha!
Teman-temanku sekalian yang terkasih, ingatlah kalau aku selaku mengatakan hal berikut:
Mengenai pelatihan diri, Tak punya berarti Tak punya, tak bisa membohongi diri sendiri, apalagi orang-orang lain!!!
Salam semuanya.
Om Guru Lian Sheng Siddhi Hom
Lama Lotuschef
No comments:
Post a Comment