Sunday, September 25, 2011

16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [2] – Empat Kebenaran Mulia


16-9-2011 Back to Basics [2] - The Four Noble Truths
16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [2] – Empat Kebenaran Mulia


The Four Noble Truths

1. Life means suffering.
2. The origin of suffering is attachment.
3. The cessation of suffering is attainable.
4. The path to the cessation of suffering.


1. Life means suffering.

To live means to suffer, because the human nature is not perfect and neither is the world we live in. During our lifetime, we inevitably have to endure physical suffering such as pain, sickness, injury, tiredness, old age, and eventually death; and we have to endure psychological suffering like sadness, fear, frustration, disappointment, and depression. Although there are different degrees of suffering and there are also positive experiences in life that we perceive as the opposite of suffering, such as ease, comfort and happiness, life in its totality is imperfect and incomplete, because our world is subject to impermanence. This means we are never able to keep permanently what we strive for, and just as happy moments pass by, we ourselves and our loved ones will pass away one day, too.


2. The origin of suffering is attachment.

The origin of suffering is attachment to transient things and the ignorance thereof. Transient things do not only include the physical objects that surround us, but also ideas, and -in a greater sense- all objects of our perception. Ignorance is the lack of understanding of how our mind is attached to impermanent things. The reasons for suffering are desire, passion, ardour, pursuit of wealth and prestige, striving for fame and popularity, or in short: craving and clinging. Because the objects of our attachment are transient, their loss is inevitable, thus suffering will necessarily follow. Objects of attachment also include the idea of a "self" which is a delusion, because there is no abiding self. What we call "self" is just an imagined entity, and we are merely a part of the ceaseless becoming of the universe.


3. The cessation of suffering is attainable.

The cessation of suffering can be attained through nirodha. Nirodha means the unmaking of sensual craving and conceptual attachment. The third noble truth expresses the idea that suffering can be ended by attaining dispassion. Nirodha extinguishes all forms of clinging and attachment. This means that suffering can be overcome through human activity, simply by removing the cause of suffering. Attaining and perfecting dispassion is a process of many levels that ultimately results in the state of Nirvana. Nirvana means freedom from all worries, troubles, complexes, fabrications and ideas. Nirvana is not comprehensible for those who have not attained it.


4. The path to the cessation of suffering.

There is a path to the end of suffering - a gradual path of self-improvement, which is described more detailed in the Eightfold Path. It is the middle way between the two extremes of excessive self-indulgence (hedonism) and excessive self-mortification (asceticism); and it leads to the end of the cycle of rebirth. The latter quality discerns it from other paths which are merely "wandering on the wheel of becoming", because these do not have a final object. The path to the end of suffering can extend over many lifetimes, throughout which every individual rebirth is subject to karmic conditioning. Craving, ignorance, delusions, and its effects will disappear gradually, as progress is made on the path.

Extracted from thebigview.com

=====
 16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [2] – Empat Kebenaran Mulia
Translated by Lotus Nino Candra

Empat Kebenaran Mulia adalah:

1.  Hidup adalah penderitaan.

2.  Sumber dari penderitaan adalah kemelekatan.

3.  Penderitaan bisa diakhiri.

4.  Jalan untuk mengakhiri penderitaan.


1. Hidup adalah penderitaan.

Dengan kita hidup berarti kita juga menderita, karena sifat alami manusia memang tidak sempurna, begitu juga dengan dunia yang kita tinggali ini. Dalam kehidupan, kita tidak dapat mengelak dari berbagai penderitaan fisik seperti rasa sakit, penyakit, luka, rasa lelah, hari tua, dan akhirnya kematian. Pada saat yang sama kita juga harus menahan penderitaan psikologis seperti rasa sedih, takut, frustrasi, kecewa, dan depresi. Meski tingkat penderitaan tersebut berbeda-beda dan juga ada pengalaman-pengalaman positif dalam hidup ini yang kita anggap sebagai kebalikan dari penderitaan – seperti rasa leluasa, nyaman dan bahagia – hidup secara keseluruhan bisa disebut sebagai tidak sempurna dan tidak lengkap, karena dunia kita bersifat tidak kekal. Ini berarti bahwa kita tidak pernah dapat memiliki secara permanen atas apa yang kita perjuangkan, dan begitu juga dengan momen-momen kebahagiaan yang akan lewat, kita dan orang-orang yang kita cintai pada suatu hari akan meninggal dunia juga.


2. Sumber dari penderitaan adalah kemelekatan.

Yaitu melekat pada hal-hal yang bersifat sementara saja dan oleh karenanya disebut sebagai kebodohan. Semua hal yang bersifat sementara ini tidak hanya berupa obyek-obyek fisik di sekeliling kita, tapi juga meliputi ide, dan – dalam skala yang lebih besar – semua obyek hasil persepsi kita. Kebodohan adalah kurangnya pemahaman akan bagaimana pikiran kita ini melekat pada hal-hal yang tidak kekal. Alasan-alasan kita menderita adalah karena hasrat, nafsu, rangsangan seksual, pengejaran kekayaan dan prestis (gengsi), popularitas, atau secara pendek: mengidam dan melekat. Karena obyek-obyek dari kemelekatan kita ini bersifat sementara saja, dan kehilangannya juga tidak bisa dihindari, maka secara otomatis penderitaan juga akan mengikuti. Obyek-obyek kemelekatan juga termasuk ide mengenai ‘diri’ yang merupakan delusi (khayalan) karena sebenarnya tidak ada diri yang berdiam. Yang kita sebut sebagai ‘diri’ hanyalah sebuah realitas konseptual (entitas) yang kita bayangkan saja, dan kita hanyalah sebuah bagian dari keberadaan alam semesta yang konstan.


3. Penderitaan bisa diakhiri.

Penderitaan bisa dihentikan melalui nirodha. Nirodha adalah proses menghancurkan nafsu sensual dan kemelekatan pada konsep. Kebenaran mulia yang ke-tiga ini menunjukkan pada ide bahwa penderitaan bisa diakhiri dengan mencapai kondisi tiada nafsu. Nirodha akan menghancurkan semua bentuk kemelekatan. Ini berarti bahwa penderitaan bisa diatasi lewat aktivitas-aktivitas kita, dengan membuang semua penyebab penderitaan. Untuk mencapai dan menyempurnakan kondisi tiada nafsu ini harus melewati berbagai proses dalam banyak tingkat yang akirnya mencapai hasil dalam kondisi Nirvana. Nirvana berarti kebebasan dari semua kekuatiran, masalah, kerumitan, kepalsuan dan ide-ide. Nirvana tidak bisa dipahami oleh mereka yang belum mencapainya.


4. Jalan untuk mengakhiri penderitaan.

Ada jalan untuk mengakhiri penderitaan – yaitu jalan perbaikan diri secara bertahap, yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan’. Ini adalah jalan tengah di antara dua ekstrim: kesenangan pribadi yang berlebihan (hedonisme) dan penyangkalan diri yang berlebihan (asketisme). Jalan tengah ini akan membawa kita untuk mengakhiri siklus reinkarnasi. Kualitas jalan tengah ini juga membedakannya dari jalan-jalan lain yang hanya ‘beputar-putar dalam roda reinkarnasi’ karena tidak mempunyai sebuah obyek akhir. Jalan untuk mengakhiri penderitaan ini dapat bersambung (berlanjut ke) dalam banyak kehidupan, di mana dalam setiap kelahiran kembali seseorang akan dipengaruhi oleh berbagai kondisi karma. Nafsu, kebodohan, khayalan, dan semua efek-efeknya akan hilang secara berangsur-angsur saat seseorang mengalami kemajuan dalam jalan ini.

Diekstrak dari thebigview.com


Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School

No comments:

Post a Comment