Monday, July 30, 2012

Lojong – Tantra Pelatihan Pikiran

Diambil dari Wikipedia
Dibagikan oleh Lotuschef – 26 Juli 2012
Diterjemahkan secara bebas oleh Lotus Nino
Sumber: Lojong – Mind Training Tantrayana

[caption id="attachment_8654" align="aligncenter" width="427"] Arya Atisha Dipamkara[/caption]

 

Lojong (Tib. བློ་སྦྱོང་, Transliterasi Wylie: blo sbyong) adalah praktik pelatihan pikiran dalam tradisi agama Buddha di Tibet. Ia berlandaskan pada koleksi instruksi pendek yang penting, yang dirumuskan di Tibet pada abad ke-12 oleh Geshe Chekhawa. Praktik ini meliputi proses memperbaiki dan menyucikan motivasi dan tindakan si praktisi.

Sekitar 59 atau lebih bait ajaran yang membentuk naskah utama dari praktik pelatihan pikiran ini didesain sebagai sekumpulan obat untuk menawarkan racun kebiasaan pikiran yang tak diinginkan karena akan menciptakan penderitaan. Mereka berisikan baik metode untuk memperluas cara pandang si praktisi terhadap bodhicitta mutlak, seperti “Temukan kesadaran yang telah kamu miliki saat sebelum kamu dilahirkan” dan “Anggap semua yang kamu lihat sebagai sebuah mimpi”, maupun berbagai metode untuk melihat dunia dalam cara yang lebih konstruktif dalam hubungannya dengan bodhicitta, seperti “Bersyukurlah kepada setiap insan” dan “Saat berbagai hal tak terjadi sesuai harapan, anggaplah bencana tersebut sebagai sebuah cara untuk menyadarkan diri.”

Para guru terkemuka yang mempopulerkan praktik ini di Barat meliputi Pema Chodron, Ken McLeod, Alan Wallace, Chogyam Trungpa, Sogyal Rinpoche, Geshe Kelsang Gyatso, dan Dalai Lama ke-14.

 

[caption id="attachment_8656" align="aligncenter" width="387"] Geshe Chekhawa[/caption]

Sejarah Praktik Lojong


Praktik Lojong untuk melatih pikiran dikembangkan selama lebih dari 300 tahun, antara tahun 900 hingga 1200 M, sebagai bagian dari agama Buddha aliran Mahayana. Atiśa (982–1054 M), seorang guru meditasi dari Benggala, umumnya dipercayai sebagai sang pencipta praktik ini. Lojong ini dijelaskan dalam bukunya yang berjudul Lampu yang Menerangi Jalan Menuju Pencerahan (Bodhipathapradipam). Praktiknya berlandaskan dari hasil pembelajarannya dengan seorang guru yang berasal dari Sumatra, Dharmaraksita – penulis naskah yang berjudul Roda Senjata-senjata Tajam. Kedua naskah tersebut sangat terkenal di dalam terjemahan bahasa Tibet.

Atiśa melakukan perjalanan menuju ke Sumatra dan berguru kepada Dharmaraksita selama dua belas tahun. Ia kemudian kembali untuk mengajar di India, dan pada masa tuanya menerima undangan untuk mengajar di Tibet, di mana ia tinggal di sana untuk menghabiskan sisa hidupnya.

Sebuah cerita mengisahkan Atiśa mendengar bahwa penduduk Tibet sangat menyenangkan dan mudah bersahabat. Namun bukannya senang, ia malah prihatin kalau ia tak akan punya emosi negatif yang cukup untuk melatih sadhana Lojong. Jadi ia membawa serta pembantunya dari Benggala yang pemarah, yang akan terus-menerus mengkritiknya dan yang sungguh merupakan sebuah tantangan bila harus menghabiskan waktu dengannya. Para guru Tibet kemudian sering bercanda, mengatakan bahwa saat Atiśa sampai ke Tibet, ia merasa tidak ada lagi yang perlu diperbuat di sana.

Ayat-ayat mengenai pelatihan pikiran dalam bentuknya yang sekarang ini ditulis oleh Chekawa Yeshe Dorje (1101–1175 M). Menurut salah satu sumber, Chekhawa melihat sebuah naskah di kasur teman sekamarnya yang bertuliskan: “Keuntungan dan kemenangan untuk orang lain, kerugian dan kekalahan untuk diri sendiri”. Potongan kalimat ini sangat mengesankan dirinya dan ia kemudian mencari si penulis Langri Tangpa (1054–1123). Namun saat menemukan bahwa Langri Tangpa telah meninggal, ia kemudian belajar kepada salah satu murid Laring Tangpa, yang bernama Sharawa, selama dua belas tahun.

Geshe Chekhawa diakui telah menyembuhkan penyakit lepra lewat sadhana pelatihan pikiran. Salah satu sumber mengatakan bahwa ia pernah tinggal dengan sekumpulan penderita lepra dan melakukan pelatihan sadhana bersama mereka. Sejalan dengan waktu, banyak dari para penderita tersebut yang sembuh, lalu banyak penderita lain yang berdatangan, dan akhirnya orang-orang yang tidak menderita lepra-pun juga tertarik dengan sadhana tersebut. Kisah populer lainnya mengenai Geshe Chekhawa dan pelatihan pikirannya berhubungan dengan saudaranya dan bagaimana sadhana tersebut mampu mengubahnya menjadi orang yang lebih baik.

 

Naskah Utama


Sadhana Lojong yang asli berisi 59 slogan atau aforisme (doktrin/prinsip). Slogan-slogan tersebut kemudian diatur ke dalam tujuh pembagian, yang dinamakan sebagai “7 Poin Lojong.” Slogan yang telah dikategorikan di bawah ini diterjemahkan oleh Komite Penerjemah Nalanda di bawah arahan Chögyam Trungpa Rinpoche. Di sini ditekankan bahwa slogan-slogan berikut diterjemahkan dari naskah Sansekerta dan Tibet kuno, dan oleh karenanya akan ada sedikit perbedaan dengan terjemahan-terjemahan lainnya. Beberapa slogan bisa saja terasa esoterik (penuh misteri rahasia) atau susah untuk dicerna. Banyak guru dan ahli masa kini yang telah menulis tafsiran yang panjang untuk menjelaskan naskah dan slogan-slogan Lojong. Beberapa dari hasil karya tersebut dapat ditemukan di bagian ‘Notes’ dalam artikel aslinya.

 

Poin Pertama: Pendahuluan, sebagai landasan dari praktik dharma.


Slogan 1. Pertama-tama, latihlah bagian pendahuluan; Empat Pengingat atau disebut juga sebagai Empat Pikiran.

1. Pertahankan keinsyafan diri mengenai betapa berharganya bisa terlahir sebagai manusia.

2. Sadarlah akan kenyataan bahwa hidup akan berakhir; kematian akan menjemput semua orang; Ketidakkekalan.

3. Ingatlah kembali apa saja yang pernah kamu perbuat, baik yang bajik/luhur maupun yang tidak, pasti akan membuahkan hasil; Karma.

4. Renungkan bahwa selama kamu terlalu berfokus pada kepentingan diri sendiri dan berkubang dalam pemikiran apakah kamu baik atau buruk, maka kamu akan mengalami penderitaan. Terobsesi dengan mendapatkan apa yang kamu inginkan dan menghindari apa yang tidak kamu inginkan tidak akan menghasilkan kebahagiaan; Ego.

 

Poin Ke-dua: Praktek Utama, yaitu melatih Bodhicitta.


Bodhicitta Absolut (Mutlak)

Slogan 2. Anggaplah semua dharma layaknya bagai mimpi; meski pengalaman yang didapatkan bisa terkesan solid/nyata, mereka sebenarnya hanyalah memori yang akan berlalu.

Slogan 3. Pahamilah sifat sejati dari kesadaran yang telah ada sejak awal.

Slogan 4. Bebaskanlah dirimu sendiri, bahkan penawar racun itu sendiri pada akhirnya.

Slogan 5. Berdiamlah di dalam sifat sejati alaya, intisari, momen saat ini.

Slogan 6. Pasca meditasi, jadilah seperti seorang anak dari ilusi.

 

Bodhicitta Relatif

Slogan 7. Memberi (mengirim) dan menerima (menanggung) harus dilatih secara bergantian. Keduanya harus bagaikan bernafas (dikenal sebagai: Sadhana Tonglen).

Slogan 8. Tiga obyek, tiga racun, tiga akar kebajikan – Tiga obyek adalah: teman, musuh dan netral. Tiga racun adalah: hasrat/nafsu, kebencian, dan apatis/ketidakpedulian. Tiga akar kebajikan adalah obat penawarnya.

Slogan 9. Latihlah (integrasikan) slogan-slogan di dalam semua aktivitasmu.

Slogan 10. Mulailah dengan mengirim dan menanggung dirimu sendiri.

 

Poin Ke-tiga: Mengubah Berbagai Kondisi Buruk menjadi Sarana Mencapai Pencerahan.


Slogan 11. Saat dunia dipenuhi dengan kejahatan, rubahlah semua bencana menjadi jalan bodhi.

Slogan 12. Arahkan semua penyalahan kepada dirimu sendiri.

Slogan 13. Bersyukurlah pada setiap insan.

Slogan 14. Melihat kebingungan sebagai empat kaya (tubuh) adalah perlindungan shunyata yang tak tertandingi.

Kaya terdiri dari Dharmakaya, sambhogakaya, nirmanakaya, svabhavikakaya. Pikiran tidak punya tempat kelahiran, ia tidak pernah berhenti mengalir, ia tak solid, dan ketiga karakteristik tersebut saling berhubungan. Shunyata dapat digambarkan sebagai “keterbukaan yang gamblang nan sempurna.”

Slogan 15. Empat pelatihan adalah yang terbaik dari metode-metode yang ada.

Empat pelatihan adalah: mengumpulkan pahala, menghindari perbuatan jahat, memberikan persembahan kepada para guru, dan memberikan persembahan kepada para pelindung dharma.

Slogan 16. Apapun yang kamu temui/terjadi padamu secara mendadak, gabungkan dengan meditasi.

 

Poin Ke-empat: Menunjukkan Aplikasi Sadhana di dalam semua aspek dan sepanjang kehidupan si praktisi.


Slogan 17. Latihlah lima macam kekuatan, instruksi inti yang telah diringkas.

Lima macam kekuatan adalah: tekad kuat, keakraban, bibit positif, mampu melihat kesalahan sehingga bisa dibenahi, dan aspirasi (niat/cita-cita).

Slogan 18. Instruksi mahayana untuk melepaskan kesadaran di saat kematian adalah 5 macam kekuatan: caramu dalam melakukannya adalah faktor penting.

Saat kamu sudah sekarat, latihlah 5 kekuatan ini.

 

Point Ke-lima: Mengevaluasi Pelatihan Pikiran.


Slogan 19. Semua dharma akan berujung pada satu titik yang sama – Semua ajaran Buddha adalah mengenai mengurangi ego, mengurangi penyerapan demi diri sendiri.

Slogan 20. Dari dua orang saksi, peganglah yang utama – Kamu lebih memahami/mengetahui dirimu sendiri daripada orang lain.

Slogan 21. Selalu mempertahankan pikiran yang penuh sukacita.

Slogan 22. Bila kamu masih dapat berlatih meski ada gangguan, artinya kamu telah terlatih dengan baik.

 

Poin Ke-enam: Berbagai Disiplin Pelatihan Pikiran.


Slogan 23. Selalu mematuhi tiga prinsip dasar – Berdedikasi pada sadhana yang dilatih, menghindari/tidak melakukan tindakan yang keterlaluan (ofensif), mengembangkan kesabaran.

Slogan 24. Rubahlah perilakumu, tapi tetaplah bersikap netral – Kurangi kemelekatan terhadap ego, tapi tetap jadilah dirimu sendiri.

Slogan 25. Jangan membicarakan kecacatan anggota tubuh – Jangan menikmati/bersenang hati melihat kecacatan orang lain.

Slogan 26. Jangan merenungi orang lain – Jangan menikmati/bersenang hati melihat kelemahan orang lain.

Slogan 27. Bersihkanlah kekotoran yang paling besar terlebih dahulu – bekerjalah untuk mengatasi halangan terbesarmu terlebih dahulu.

Slogan 28. Tinggalkan harapan akan keberhasilan – jangan terlilit oleh pikiran apa jadinya dirimu pada masa yang akan datang, lakukanlah yang terbaik di pada saat ini.

Slogan 29. Hindari makanan yang beracun.

Slogan 30. Jangan menjadi terlalu mudah ditebak – Jangan menyimpan unek-unek.

Slogan 31. Jangan bergossip atau memfitnah orang lain.

Slogan 32. Jangan menunggu untuk menyergap – Janganlah kamu menyerang orang lain setelah menunggunya menunjukkan kelemahannya.

Slogan 33. Jangan membesar-besarkan masalah hingga ke titik yang menyakitkan – Jangan mempermalukan orang lain.

Slogan 34. Jangan memindahkan beban yang diangkut lembu kepada sapi – Bertanggungjawablah kepada dirimu sendiri.

Slogan 35. Jangan mencoba untuk menjadi yang paling cepat – Jangan berkompetisi dengan sesamamu.

Slogan 36. Jangan bertindak dengan maksud lain – Lakukan berbagai perbuatan baik tanpa punya niat lain untuk memberi manfaat bagi diri sendiri.

Slogan 37. Jangan merubah dewa menjadi setan – Jangan gunakan slogan-slogan ini atau kekuatan dharma (spiritualitas)-mu untuk memompa penyerapan demi dirimu sendiri.

Slogan 38. Jangan jadikan penderitaan orang lain sebagai bagian dari kebahagiaan dirimu.

 

Poin Ke-tujuh: Panduan Pelatihan Pikiran.


Slogan 39. Semua aktivitas harus dilakukan dengan satu niat.

Slogan 40. Benahi semua kesalahan dengan satu niat.

Slogan 41. Dua aktivitas: satu di awal (hari), satu di akhir (hari).

Slogan 42. Salah satu dari keduanya yang terjadi, bersabarlah (dan jangan tinggalkan Bodhicitta-mu).

Slogan 43. Berpeganglah pada kedua hal ini, meski kamu harus mempertaruhkan nyawamu.

Slogan 44. Latihlah dengan tiga macam kesulitan.

Slogan 45. Bersandarlah pada tiga agen utama: guru, dharma, sangha.

Slogan 46. Perhatikanlah supaya ketiga hal berikut jangan sampai hilang: rasa syukur kepada gurumu, rasa menghargai ajaran-ajaran dharma, dan perilaku yang benar.

Slogan 47. Untuk ketiga hal berikut, jagalah supaya tak terpisahkan: tubuh, ucapan, dan pikiran.

Slogan 48. Berlatihlah tanpa prasangka dalam semua hal. Sungguh penting untuk melakukan hal tersebut secara menyeluruh dan sepenuh hati.

Slogan 49. Selalu bermeditasi untuk merenungkan apapun yang menimbulkan kebencian/dendam.

Slogan 50. Jangan sampai termakan oleh bujuk rayu kondisi eksternal.

Slogan 51. Pada saat ini, latihlah poin-poin utama: memprioritaskan orang lain di atas diri sendiri, dharma, dan pembangkitan welas asih.

Slogan 52. Jangan salah mengartikan.

Enam hal yang kamu mungkin salah artikan adalah: kesabaran, mendamba, kegembiraan, welas asih, prioritas dan sukacita.
Kamu bisa bersabar saat semua hal berjalan sesuai dengan keinginanmu, namun saat bertolak belakang maka bersabar adalah hal yang susah.
Kamu mendamba hal-hal duniawi, bukannya mendamba pikiran dan hati yang terbuka.
Kamu gembira akan kekayaan dan hiburan, bukannya akan potensimu dalam mencapai pencerahan.
Kamu bisa berwelas asih pada orang-orang yang kamu sukai, tapi terhadap yang lainnya kamu tidak bisa.
Mendapatkan harta dunia adalam prioritasmu, bukannya melatih cinta kasih dan welas asih.
Kamu bersukacita saat musuhmu menderita, dan tidak bisa bergembira atas nasib baik orang lain.

Slogan 53. Jangan bimbang (dalam melatih sadhana Lojong).

Slogan 54. Berlatihlah sepenuh hati.

Slogan 55. Bebaskan dirimu lewat menelaah dan menganalisa: Pahamilah pikiranmu dengan jujur dan tanpa rasa takut.

Slogan 56. Jangan berkubang dalam mengasihani diri sendiri.

Slogan 57. Jangan iri hati.

Slogan 58. Jangan sembrono dan meremehkan.

Slogan 59. Jangan mengharapkan pujian.

 

Berbagai Tafsiran


Tafsiran yang berkembang di kemudian hari mengenai sadhana pelatihan pikiran ini ditulis oleh Jamgon Kongrul (salah satu pendiri gerakan Rime non-sektarian dalam tradisi agama Buddha Tibet) pada abad ke-19. Tafsiran tersebut diterjemahkan oleh Ken McLeod, awalnya dengan judul Sebuah Jalur Langsung Menuju Pencerahan. Terjemahan ini berfungsi sebagai naskah utama untuk Buku Kebijaksanaan Osho. Di kemudian hari, setelah melalui beberapa kali konsultasi dengan Chogyam Trungpa, Ken McLeod menerjemahkan kembali karya tersebut menjadi Jalan Agung Penyadaran Diri.

Ada dua tafsiran penting terhadap naskah-naskah utama sadhana pelatihan pikiran yang ditulis oleh Geshe Kelsang Gyatso (pendiri Tradisi Kadampa Baru) dan mereka menjadi landasan bagi program-program pembelajaran di NKT Buddhist Centers di seluruh dunia. Yang pertama adalah Welas Asih Universal, yang merupakan tafsiran untuk naskah utama Tujuh Poin Utama dalam Melatih Pikiran oleh Geshe Chekhawa. Sedangkan yang kedua, adalah Delapan Langkah Menuju Kebahagiaan, yang merupakan tafsiran dari naskah utama – Delapan Ayat Pelatihan Pikiran oleh Geshe Langri Tangpa.

Di tahun 2006, Wisdom Publications menerbitkan hasil karya Pelatihan Pikiran: Koleksi Agung (Theg-pa chen-po blo-sbyong rgya-rtsa) yang diterjemahkan oleh Thupten Jinpa. Karya ini adalah sebuah terjemahan dari kompilasi karya tradisional Tibet, yang berkisar dari abad ke-15, dan secara keseluruhan berisi 53 naskah yang berhubungan dengan sadhana pelatihan pikiran. Di antara naskah-naskah ini ada beberapa perbedaan versi mengenai ayat-ayat utamanya, beserta dengan tafsiran-tafsiran awal yang penting dari Se Chilbu, Sangye Gompa, Konchok Gyaltsen, dan lainnya.

1 comment:

  1. [...] admin on July 26, 2012 Terjemahan Indonesia: Lojong – Tantra Pelatihan Pikiran Arya Atisha [...]

    ReplyDelete