Tuesday, December 6, 2011

6-12-2011 [22-3-2011 Cerita-cerita Zen – Kalajengking]



22-3-2011 Zen stories – Scorpions
22-3-2011 Cerita-cerita Zen – Kalajengking
Translated by Lotus Nino
Sumber:

Saya menemukan artikel ini di dalam folder komputer saya. Sudah 5 tahunan rasanya.
Haha! Omong-omong, saya sampai sekarang masih menyukai cerita ini. Silakan menikmati!!!

Menyadari: Sifat bawaan untuk Menyengat VS Menyelamatkan


“Orang yang dengan sungguh-sungguh menolong insan lainnya meski dirinya harus luar biasa berkorban bisa saja adalah orang yang sangat bodoh atau malahan seorang Bodhisattva yang luar biasa.” - Stonepeace


Berikut ini adalah sebuah cerita Zen yang menarik, saya akan mencoba membagikannya untuk teman-teman sekalian:

Dua orang bhiksu sedang mencuci mangkoknya di pinggir sungai. Saat itu mereka melihat seekor kalajengking yang hampir terhanyut di sungai tersebut. Tanpa ragu-ragu, salah seorang bhiksu itu meraupnya dengan tangannya dan meletakkan kalajengking itu di tanah, tapi ia malah disengat saat melakukan hal tersebut. Lalu saat dia kembali mencuci mangkuknya, si kalajengking kembali jatuh ke dalam sungai. Bhiksu itu kembali menolongnya, dan juga disengat lagi.

Bhiksu yang satunya lagi dengan penuh keheranan bertanya, “Mengapa kamu tetap menolongnya meski kamu tahu bahwa sifat bawaan kalajengking itu adalah menyengat?”

Bhiksu yang pertama tadi menimpali, “Karena sudah sifat bawaan saya untuk menolong.”


Saat cerita ini disampaikan, para pendengar biasanya punya dua macam reaksi: mereka akan merasa tersentuh oleh  welas asih bhiksu pertama yang tak kenal lelah dan tak bersyarat, atau malah bingung karena ‘bodoh dan keras kepala’. Lalu bagaimana menurut pandangan Anda?

Apakah si bhiksu pertama punya welas asih tapi kurang kebijaksanaan? Ya sebenarnya kalau ingin tidak disengat, dia bisa menggunakan mangkuknya untuk meraup si kalakengking khan? Dan dia juga bisa meletakkan kalajengking itu jauh-jauh dari sungai tersebut, ya khan?
Jadi itu akan menjadi sebuah cara untuk menggunakan ‘keterampilan’ dengan tepat untuk ‘menolong’ si kalajengking ‘dengan lebih baik’. Saat cara yang pertama ternyata bermasalah, maka harus menggunakan cara yang lain.

Lalu apakah si bhiksu kedua punya kebijaksanaan tapi kurang welas asih? Mungkin dia terlalu mempertimbangkan keselamatan dirinya sendiri sehingga menjadi terlalu egois dan tidak mau mengambil resiko untuk tindakan kecil tanpa pamrih?

Oleh karenanya Bodhisattva saat menolong para insan seharusnya menggunakan welas asih dan kebijaksanaan dengan bersamaan. Kebijaksanaan yang benar adalah tahu bagaimana cara berwelas asih dengan efektif, sedangkan welas asih yang benar adalah tahu bagaimana mengaplikasikan kebijaksanaan dengan efektif. Keduanya berjalan bersamaan!


Meski kalajengking yang mendadak ‘terprovokasi’ bisa saja menyengat, tapi ia tidak selalu menyengat. Ia melakukannya hanya saat merasa sedang terancam bahaya, bukannya saat merasa ditolong.

Jadi dikatakan bahwa sifat bawaannya untuk menyengat sebenarnya tidak abadi, berhubung si kalajengking ‘tidak punya’ sifat tetap (tidak terpaku pada sifat bawaan tersebut).

Kalajengking ini mengacu pada orang-orang yang tidak tahu berterima kasih saat kita tolong.

Tapi saat mengetahui bahwa tidak ada satu insanpun yang punya sifat bawaan untuk ‘menyengat’ yang abadi, mengapa tidak menolongnya?

Adalah welas asih yang ‘tak pernah padam’ yang tidak tahan untuk melihat insan lain berada dalam penderitaan. Ia tidak pernah menyerah dalam mengulurkan bantuan. Yang akhirnya mampu menyentuh dan mengubah mereka yang tidak tahu berterimakasih.

Meski pertolongan itu gagal berfungsi, setidaknya rasa bahagia yang didapatkan dari kebaikan hati adalah bagaikan sebuah hadiah!


Saat kita melatih welas asih, meski sering menjadi ‘pekerjaan’ yang tidak dihargai, tanpa mengharapkan pamrih dan bahkan terbuka terhadap berbagai macam kemungkinan untuk dirugikan, maka pastilah ini merupakan tindakan welas asih yang nyata.

Tapi ingatlah untuk selalu menggunakan kebijaksanaan yang benar juga! ~ Shen Shi’an

[Penulis pernyataan ini mengenal Filosofi Buddhis dengan baik. Dia adalah editor dan penulis banyak artikel yang menarik dan mudah dipahami mengenai filosofi kehidupan dari sudut pandang agama Buddha]

Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School

No comments:

Post a Comment