22-3-2011
Zen stories – Scorpions
22-3-2011 Cerita-cerita Zen – Kalajengking
Translated
by Lotus Nino
Sumber:
Saya menemukan artikel ini di dalam folder komputer saya. Sudah
5 tahunan rasanya.
Haha! Omong-omong, saya sampai sekarang masih menyukai cerita
ini. Silakan menikmati!!!
Menyadari: Sifat bawaan
untuk Menyengat VS Menyelamatkan
“Orang yang dengan
sungguh-sungguh menolong insan lainnya meski dirinya harus luar biasa berkorban
bisa saja adalah orang yang sangat bodoh atau malahan seorang Bodhisattva yang
luar biasa.” - Stonepeace
Berikut ini adalah sebuah cerita Zen yang menarik, saya akan
mencoba membagikannya untuk teman-teman sekalian:
Dua orang bhiksu sedang mencuci mangkoknya di pinggir sungai.
Saat itu mereka melihat seekor kalajengking yang hampir terhanyut di sungai
tersebut. Tanpa ragu-ragu, salah seorang bhiksu itu meraupnya dengan tangannya
dan meletakkan kalajengking itu di tanah, tapi ia malah disengat saat melakukan
hal tersebut. Lalu saat dia kembali mencuci mangkuknya, si kalajengking kembali
jatuh ke dalam sungai. Bhiksu itu kembali menolongnya, dan juga disengat lagi.
Bhiksu yang satunya lagi dengan penuh keheranan bertanya,
“Mengapa kamu tetap menolongnya meski kamu tahu bahwa sifat bawaan kalajengking
itu adalah menyengat?”
Bhiksu yang pertama tadi menimpali, “Karena sudah sifat bawaan
saya untuk menolong.”
Saat cerita ini disampaikan, para pendengar biasanya punya dua
macam reaksi: mereka akan merasa tersentuh oleh
welas asih bhiksu pertama yang tak kenal lelah dan tak bersyarat, atau
malah bingung karena ‘bodoh dan keras kepala’. Lalu bagaimana menurut pandangan
Anda?
Apakah si bhiksu pertama punya welas asih tapi kurang
kebijaksanaan? Ya sebenarnya kalau ingin tidak disengat, dia bisa menggunakan
mangkuknya untuk meraup si kalakengking khan? Dan dia juga bisa meletakkan
kalajengking itu jauh-jauh dari sungai tersebut, ya khan?
Jadi itu akan menjadi sebuah cara untuk menggunakan
‘keterampilan’ dengan tepat untuk ‘menolong’ si kalajengking ‘dengan lebih
baik’. Saat cara yang pertama ternyata bermasalah, maka harus menggunakan cara
yang lain.
Lalu apakah si bhiksu kedua punya kebijaksanaan tapi kurang
welas asih? Mungkin dia terlalu mempertimbangkan keselamatan dirinya sendiri
sehingga menjadi terlalu egois dan tidak mau mengambil resiko untuk tindakan
kecil tanpa pamrih?
Oleh karenanya Bodhisattva saat menolong para insan seharusnya
menggunakan welas asih dan kebijaksanaan dengan bersamaan. Kebijaksanaan yang
benar adalah tahu bagaimana cara berwelas asih dengan efektif, sedangkan welas
asih yang benar adalah tahu bagaimana mengaplikasikan kebijaksanaan dengan
efektif. Keduanya berjalan bersamaan!
Meski kalajengking yang mendadak ‘terprovokasi’ bisa saja
menyengat, tapi ia tidak selalu menyengat. Ia melakukannya hanya saat merasa
sedang terancam bahaya, bukannya saat merasa ditolong.
Jadi dikatakan bahwa sifat
bawaannya untuk menyengat sebenarnya tidak abadi, berhubung si kalajengking
‘tidak punya’ sifat tetap (tidak terpaku pada sifat bawaan tersebut).
Kalajengking ini mengacu pada orang-orang yang tidak tahu
berterima kasih saat kita tolong.
Tapi saat mengetahui bahwa tidak ada satu insanpun yang punya
sifat bawaan untuk ‘menyengat’ yang abadi, mengapa tidak menolongnya?
Adalah welas asih yang ‘tak pernah padam’ yang tidak tahan untuk
melihat insan lain berada dalam penderitaan. Ia tidak pernah menyerah dalam
mengulurkan bantuan. Yang akhirnya mampu menyentuh dan mengubah mereka yang
tidak tahu berterimakasih.
Meski pertolongan itu gagal berfungsi, setidaknya rasa bahagia
yang didapatkan dari kebaikan hati adalah bagaikan sebuah hadiah!
Saat kita melatih welas asih, meski sering menjadi ‘pekerjaan’
yang tidak dihargai, tanpa mengharapkan pamrih dan bahkan terbuka terhadap
berbagai macam kemungkinan untuk dirugikan, maka pastilah ini merupakan
tindakan welas asih yang nyata.
Tapi ingatlah untuk selalu menggunakan kebijaksanaan yang benar
juga! ~ Shen Shi’an
[Penulis pernyataan ini mengenal Filosofi Buddhis dengan baik.
Dia adalah editor dan penulis banyak artikel yang menarik dan mudah dipahami
mengenai filosofi kehidupan dari sudut pandang agama Buddha]
Amituofo
/ Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School
No comments:
Post a Comment