Diterjemahkan oleh Lotus Nino
Sumber: Marici (Introduction)
Marici dengan 3 muka, 8 lengan, di sebelah kanannya adalah seekor babi hutan |
Dalam agama Buddha aliran Mahayana dan Vajrayana, Marici dikenal sebagai dewi penguasa surga, dewi cahaya, dan seorang dewa matahari. Di Jepang, Beliau dikenal sebagai Marisi-ten (摩利支天) atau Marisha-ten. Sedangkan di China, Ia juga disebut sebagai Mólìzhītiān Púsà (摩利支天菩萨). Beliau juga dianggap sebagai salah satu dari 21 (atau 24) Penguasa Alam Surga. Dari sisi Taoisme, Marici dikenal dengan julukannya sebagai Bunda Penguasa Rasi Bintang (斗母元君/ Dǒumǔ Yuánjūn).
Gambaran Ikonis
Dalam catatan sejarah, Marici pernah digambarkan sebagai berikut:
- Sebagai wanita cantik yang duduk/berdiri di atas sekuntum teratai yang mekar. Kadang teratai tersebut dijunjung di atas punggung tujuh ekor babi.
- Sebagai setan ganas yang berdiri di atas punggung seekor babi hutan (celeng).
- Mengendarai kereta berapi yang ditarik oleh tujuh babi atau babi hutan.
- Sebagai seorang wanita dengan banyak tangan yang masing-masing tangannya memegang senjata yang berbeda-beda. Beliau berdiri di atas punggung seekor babi hutan.
Beliau digambarkan dalam beberapa versi – dengan 1, 3, 5 atau 6 muka; dan 2, 6, 8, 10 atau 12 tangan; kemudian dengan 3 mata; lalu dalam salah manifestasinya yang bermuka banyak, salah satu mukanya adalah muka seekor babi.
Simbol-simbol yang mewakiliki-Nya: babi, teratai.
Asal-usul
Asal-usul Marici kurang begitu jelas, namun Beliau terlihat sebagai amalgamasi (penggabungan) dari sejarah yang panjang dari Hindu, Iran, dan non-Arya – kira-kira dalam rentang waktu 1500 tahun. Tapi dalam agama Buddha, Beliau dikenali sebagai “Dewi” Marici – Dewi Cahaya.
Di Daratan China
Ada manifestasi Marici dengan 8 tangan, 4 muka, dan mengendarai seekor babi hutan.
Di China, Marici kadang dipuja baik sebagai dewata Buddhis maupun Tao di mana Beliau oleh para pemuja-Nya sering disebut sebagai Bunda Penguasa Rasi Bintang (Konstelasi) atau Dewa Marici.
Beliau paling sering digambarkan 4 wajah, dan 3 mata di masing-masing wajah tersebut, serta 4 tangan di sebelah kiri dan 4 lagi di sebelah kanan tubuhnya. Dua dari 8 tangannya dirangkap di depan dada-Nya, dan 6 tangan lainnya masing-masing memegang: sebuah matahari, bulan, lonceng, segel emas, panah, dan tombak. Beliau kadang berada dalam posisi berdiri/duduk di atas sekuntum teratai atau seekor babi, atau di atas sekuntum teratai yang berada di atas 7 ekor babi. Tanggal perayaan-Nya adalah tanggal 9 di bulan 9 (penanggalan bulan).
Dalam tradisi Buddhisme China, terutama di daerah Selatan di mana agama Buddha Tantra tidak begitu dikenal, Beliau sering salah dianggap sebagai Cundī.
Para umat Buddhis dengan tradisi China memuja Beliau sebagai Dewi Cahaya dan juga sebagai Penjaga Seluruh Negara, di mana Beliau berfungsi untuk melindungi dari ancaman perang.
Sedangkan dalam tradisi Taoisme, Bunda Penguasa Konstelasi tetap menjadi dewata yang populer dan sering dirujuk sebagai Bunda Surga dan dalam skala besar dipuja sebagai Dewi Penguasa Konstelasi Ursa Mayor (termasuk 2 bintang “pelayan”-nya).
Beliau juga dihormati sebagai Bunda dari Sembilan Dewa Kaisar yang diwakili oleh sembilan bintang dalam konstelasi Ursa Mayor (Beidou).
Di dalam legenda diceritakan bahwa pada suatu hari di musim semi, seorang ratu sedang berencana untuk mandi di sebuah kolam, namun saat memasuki kolam tersebut tiba-tiba beliau merasa ada sesuatu yang “bergerak” dan sembilan kuncup teratai muncul dari kolam tersebut. Setiap kuncup ini kemudian mekar dan dari sana muncul sebuah bintang yang kemudian menjadi Konstelasi Ursa Mayor.
Marici dalam manifestasinya sebagai Bunda Konstelasi hingga saat ini masih dipuja di kuil-kuil Taois seperti Kuil Awan Putih dan Kuil Tou Mu Kung, di mana keduanya merupakan penggabungan dari tradisi Taois dan Buddhis.
Bujin Marishi-ten
Marici berlengan banyak, mengendarai seekor babi hutan |
Marici diadopsi oleh Bujin atau Samurai di abad ke-8 sesudah masehi sebagai dewata pelindung.
Meskipun berbagai pemujaan kepada Marici telah berlangsung sebelum lahirnya aliran Zen, mereka semua nampaknya mengarah kepada sebuah modus meditatif yang sama di mana ia memampukan seorang prajurit untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi.
Prajurit yang bersangkutan akan kehilangan ketertarikannya atas masalah menang atau kalah (atau dalam analogi lain: kehidupan dan kematian), dan kemudian masuk ke suatu jenjang di mana ia menjadi begitu kuat dan berdaya sehingga ia terbebaskan dari konsep pemikirannya mengenai kematian. Hasil akhirnya: dia menjadi seorang prajurit/pejuang yang lebih tangguh.
Dalam agama Buddha, sadhana Marici dilakukan untuk membuka jalan agar sadhaka mampu mencapai keadaan penuh welas asih dan tanpa ego. Di dalamnya ada pengajaran untuk mampu menguasai (menjadi tuan dari) diri sendiri.
Pada masa itu, para samurai akan menjapa mantra Marici di pagi hari untuk mendapatkan kemenangan dalam peperangan, atau akan memanggil Marici dengan cara-cara lain untuk mendapatkan kemampuan transedental yang akan dapat membantunya di dalam medan perang. Berhubung Marici berarti “cahaya” atau fatamorgana, Beliau dianggap sebagai versi ilahi dari fatamorgana tersebut dan oleh karenanya si pemuja akan menjadi “tidak terlihat” atau susah dilihat – di sini fungsinya agar si pemuja dapat lepas dari perhatian dan pandangan para musuhnya.
Periode Edo
Di masa ini, bersama dengan Daikoku-ten (Mahakala) dan Benzaiten (Saraswati), Marici juga dipuja sebagai dewi kekayaan dan kemakmuran oleh para pedagang. Mereka bertiga disebut sebagai grup “Tiga Dewa”.
Sebagai Jenderal Yaksha
Marici juga kadang disertakan sebagai salah satu dari 12 Jenderal Langit yang mengawal Buddha Bhaiṣajyaguru (Buddha Penyembuhan).
Penggambaran Beliau dalam manifestasi ini cukup terkenal di India, tapi hanya ada terlihat beberapa saja di China dan Jepang.
---
Amituofo
Lama Lotuschef
Pure Karma
True Buddha School
No comments:
Post a Comment