25-12-2011 Buddha’s answers to the
four questions before Nirvana
25-12-2011 Buddha
Menjawab 4 Pertanyaan Sebelum Memasuki Nirvana
Translated by Lotus Nino
Sumber:
Setelah Buddha selesai
membabarkan Sutra Saddharma Pundarika (Sutra pada Teratai putih akan Dharma nan
Agung), Sutra Nirvana, Sutra Doktrin Yang Diwariskan Sang Buddha, Sutra Ksitigarbha
dan sutra-sutra lainnya, Beliau mengumumkan bahwa Beliau segera akan memasuki
nirvana. Semua murid-Nya menangis. Para Bodhisattva menangis, para Arahat juga
menangis. Semua bhiksu dan orang-orang biasa malah menangis lebih keras lagi.
Ada seseorang yang
bertanya “Mengapa mereka menangis? Apa para Bodhisattva dan Arahat masih punya
emosi (perasaan)?”
Dharma yang mendalam dan
penuh welas asih yang diajarkan oleh Buddha adalah bagaikan susu yang
menghidupi mereka. Mereka telah meminum susu dharma tersebut selama
bertahun-tahun, dan kini berhubung sumber susunya akan mengering maka mereka
semua menangis.
Ananda adalah yang
menangisnya paling keras. Air mata mengalir dari matanya, hidungnya sampai
berair, dan sedih sekali. Dia menangis keras-keras sampai lupa segalanya.
Lalu Venerable
Aniruddha, yang meskipun buta, tapi memiliki mata dan telinga langit ilahi,
mendengar semua orang yang sedang menangis, merasa seakan-akan semuanya menjadi
gila. Ia mengajak Ananda ke samping dan bertanya “Kamu menangisi apa?”
[Ahh], Ananda meratap.
[Buddha sudah mau memasuki nirvana dan kita sudah tidak akan bisa melihat-Nya
lagi.]
[Apa maksudmu “saya
menangisi apa?!”]
Venerable Aniruddha
menimpali, “Jangan menangis. Kamu masih punya banyak hal penting yang harus dilakukan.
Coba tenangkan dirimu sedikit.”
Ananda berkata, [Hal-hal
penting apa? Buddha sudah hampir memasuki nirvana, memangnya saya masih harus
melakukan apa lagi? Saya ingin pergi bersama Buddha.] Dia ingin mati bersama
Sang Buddha.
“Wah mana bisa. Itu
malah bicara sembarangan.”
[Jadi kami ingin saya
melakukan apa?]
Venerable Aniruddha
berkata, “Ada empat pertanyaan yang kamu harus tanyakan kepada Buddha.”
[Hah, empat pertanyaan?!
Sekarang Buddha mau memasuki nirvana, bagaimana bisa masih ada pertanyaan? Saya
tidak bisa meminta Buddha untuk tidak memasuki nirvana khan?]
“Bukan.”
[Apa saja empat
pertanyaan itu?]
Venerable Aniruddha
berkata, “Pertanyaan pertama:
Setelah Buddha memasuki
nirvana, sutra-sutra harus dikompilasi (disusun). Coba tanyakan, saat menulis sutra harus dimulai dengan
menggunakan kata-kata apa? Panduannya bagaimana?”
Ananda mendengarnya dan
berkata, [Wah ya itu sungguh penting. Setelah saya mendengar kamu berkata
demikian, saya tahu saya harus menanyakan hal tersebut. Lalu apa pertanyaan
lainnya?]
“Pertanyaan ke-dua: Saat
Buddha masih tinggal di dunia, kita semua tinggal bersama-Nya. Setelah Beliau
memasuki nirvana, di mana kita harus tinggal?”
Ananda mengeringkan
matanya dan mengelap hidungnya. Dia bilang [Itu juga sangat penting. Ya benar.
Saat Buddha masih di dunia, semua kelompok yang terdiri dari 1.200 orang bhiksu
tinggal bersama Beliau. Sekarang saat Beliau hendak memasuki nirvana, kita
harus tinggal di mana? Saya harus menanyakan hal tersebut. Lalu apa pertanyaan
selanjutnya?]
Dia mulai cemas karena
dia tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan itu semuanya penting.
“Pertanyaan ke-tiga:
Saat Buddha masih di dunia, Buddha adalah Guru kita. Sekarang saat Beliau telah
memasuki nirvana, siapa yang harus menjadi Guru kita? Kita harus memilih salah
satu dari antara kita. Tanpa seorang Guru nanti akan susah mengatur berbagai
macam hal!”
[Benar. Itu juga harus
ditanyakan. Lalu yang ke-empat?]
“Yang ke-empat ini yang
paling penting: Saat Buddha masih di dunia, Beliau dapat mendisiplinkan para
bhiksu yang punya sifat buruk. Mereka adalah orang-orang yang telah
meninggalkan kehidupan rumah tangga tapi tidak mentaati aturan. Setelah Buddha
memasuki nirvana, siapa yang akan mendisiplinkan mereka?”
Ananda berkata, [Ya,
kamu benar. Kini para bhiksu dengan sifat buruk akan menganggap kita setara
dengan mereka dan kita tidak akan bisa mendisiplinkan mereka. Wah sungguh bikin
pusing. Baiklah, saya akan meminta saran dari Buddha mengenai semua pertanyaan
ini.]
Ananda langsung menuju
ke kamar Sang Buddha. Meski dia belum mencuci mukanya, matanya sudah kering dan
hidungnya juga sudah bersih. Sekarang dia sudah bisa melihat dengan lebih jelas
daripada sebelumnya saat menangis tersedu-sedu tadi.
Sang Buddha sedang di
ambang samadhi, dan Ananda juga tidak bisa membuang-buang waktu. Dia memanggil,
[Buddha?], [Yang Mulia Junjungan Dunia? Saya ada beberapa hal yag sangat
penting dan saya butuh masukan dari-Mu. Apakah Anda bisa menjawab saya?”]
Buddha sudah tahu kalau
keponakan-Nya, yang juga murid-Nya yang paling muda, datang untuk mengajukan
pertanyaan. Lalu Beliau berkata, “Oh pasti saya bisa menjawab pertanyaanmu.
Masalah apa yang ingin ditanyakan?”
[Ini bukan
masalah-masalah saya, ini adalah masalah-masalah Buddha, masalah mengenai Buddhadharma,
masalah semua guru besar! Saya tidak bisa menyelesaikannya, jadi saya datang
kemari memohon instruksi-Mu yang penuh welas asih. Saya telah mendengar banyak
pembabaran sutra dan kebijaksanaan saya juga sudah banyak terbuka, tapi
sekarang, berhubung Anda hendak memasuki nirvana, saya tidak bisa menanganinya.
Mohon berikan masukan-Mu. Buddha.]
“Baiklah, bicaralah,” Buddha menimpali.
[Pertanyaan pertama
adalah, setelah Buddha memasuki nirvana, kami ingin menyusun sutra-sutra yang
telah dibabarkan. Dengan kata-kata apa kami harus memulainya sehingga yang
membaca tahu bahwa sutra itu adalah kata-kata Sang Buddha?]
Buddha menjawabnya,
“Gunakan empat kata ini: ‘Seperti yang telah kudengar’.”
[‘Seperti yang telah
kudengar’. Baiklah, saya akan mengingatnya,] kata ananda.
[Lalu apa jawaban untuk
pertanyaan ke-dua?]
“Lho apa pertanyaan yang
ke-dua? Kamu belum menanyakannya, Ananda.”
[Oh belum ya? Oh ya,
pertanyaan selanjutnya adalah di mana kita harus tinggal? Berhubung anggota
sangha kita ada banyak, bagaimana kita bisa akur? Di mana kita harus tinggal?]
“Oh itu masalah kecil,”
kata Sang Buddha.
“Kamu harus tinggal
dalam Empat Landasan Perhatian Murni (smrtyupasthana).” Mereka adalah:
1. Perenungan akan tubuh
ini yang kotor,
2. Perenungan akan adaya
perasaan berarti adanya penderitaan juga,
3. Perenungan akan
berbagai pikiran itu sifatnya tidak kekal,
4. Perenungan akan
dharma yang tiada jati diri.
[Pertanyaan ke-tiga.
Anda selama ini adalah Guru kami, tapi saat Anda memasuki nirvana siapa yang
akan menjadi Guru kami? Apakah ia yang paling tua? Maha Kasyapa adalah yang
tertua. Ataukah yang setengah baya? Kalau begitu adalah Ajnatakaundinya. Kalau
harus yang paling muda ya berarti saya – Saya yang paling muda, tapi saya tidak
bisa menjadi Guru. Saya tidak bisa, Buddha.]
Sang Buddha berkata,
“Kamu tidak perlu menjadi Guru, begitu juga dengan Ajnatakaundinya ataupun Maha
Kasyapa.”
[Kalau begitu, lalu
siapa?]
Buddha menimpali,
“Jadikan Pratimoksha sebagai Gurumu.”
Pratimoksha adalah
Vinaya – sila dan aturan. “Jadikan sila sebagai Gurumu.”
Sang Buddha berkata
bahwa semua orang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangganya harus
menggunakan Pratimoksha sebagai Gurunya. Oleh karenanya, kalau kamu ingin
meninggalkan kehidupan rumah tangga, kamu harus menerima sila. Bila tidak
menerima sila, maka kamu tidak punya Guru.
Saat seseorang
meninggalkan kehidupan rumah tangganya, ia harus menerima sila sramanera, sila
Bodhisattva, dan sila bhiksu.
Ia yang hanya menerima
sila sramanera dan sila Bodhisattva, tapi belum menerima sila bhiksu, maka
masih dianggap belum sepenuhnya meninggalkan kehidupan rumah tangga.
Yang dimaksud sebagai
meninggalkan kehidupan rumah tangga secara penuh adalah ia yang telah menerima
semua sila secara lengkap sebagai Gurunya.
[Kini kita telah
mempunyai seorang Guru,] kata Ananda, [tapi di antara kita ada bhiksu-bhiksu
yang punya sifat buruk. Saat Anda masih berada di dunia, Anda bisa
mendisiplinkan mereka, Buddha. Tapi bagaimana kami harus bertindak saat Anda
telah pergi?]
Di masa Sang Buddha, ada
enam orang bhiksu yang sangat kacau dan nakal. Mereka terus-menerus mencampuri
urusan pelatihan diri orang lain. Kalau ada orang yang sedang menjaga sila dan
peraturan, maka bhiksu-bhiksu itu akan menghalangi mereka. Meski enam bhiksu
tersebut tidak menuruti aturan, tidak satupun dari mereka yang tidak patuh
seperti kebanyakan bhiksu-bhiksu jaman sekarang.
[Apa yang harus kita
lakukan terhadap para bhiksu yang punya sifat jahat?] tanya Ananda.
“Oh, itu,” kata Sang
Buddha, “gampang sekali! Kamu diam saja dan nanti mereka akan pergi sendiri.
Jangan bicara dengan mereka. Karena mereka jahat khan? Mereka suka ribut dan
tidak patuh (disiplin) khan?
Diamkan saja mereka.
Jangan bicara dengan mereka. Mereka nanti akan bosan dan setelah itu akan pergi
dengan sendirinya.”
Itulah jawab Sang Buddha
atas empat pertanyaan yang diajukan kepada-Nya.
- - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - -
Artikel di atas sangat
menarik dan saya memutuskan untuk membagikannya kepada teman-teman sekalian.
Amituofo
/ Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School
No comments:
Post a Comment