Bab 6: Empat Macam Penyadaran dari Nagarjuna
Ada tiga macam terjemahan untuk nama Nagarjuna dalam Bahasa Mandarin: Long Shu (Pohon Naga); Long Sheng (Sang Naga Pemenang); dan Long Meng (Naga yang Gagah Perkasa). Istilah Long Tian dalam Bahasa Mandarin yang sering disebut sebenarnya mengacu pada dua Bodhisattva, yaitu Long Shu (Nagarjuna) dan Tien Ching (Vasubandhu).
Nagarjuna menduduki peringkat ke-3 dalam silsilah transmisi Delapan Patriak Shingon, dan peringkat pertama dalam Delapan Pembawa Obor Silsilah Shingon. Nagarjuna dulu adalah murid dari Patriarch Zen ke-13, Kapimala. Nagabodhi mendirikan Vajrayana setelah masa Nagarjuna, namun berhubung Nagarjuna telah menerima Samadhi Surangama maka Nagarjuna-lah yang secara resmi dianggap sebagai pendiri Tantrayana.
Figur Nagarjuna diukir dalam tampilannya sebagai seorang yang telah mencapai kesucian tertinggi dan mengenakan jubah bhiksu, duduk di atas tahta teratai dengan kedua telapak tangannya yang tertangkup, sebuah figur yang menyerupai seorang arahat. Banyak misteri dan legenda yang melingkupi setiap aspek kehidupan Nagarjuna. Sebagai seorang yang luar biasa nan suci, ia dapat mengingat berbagai macam sutra hanya dengan membacanya sekilas. Ia juga menikmati reputasinya yang besar. Sebelum ditahbiskan sebagai seorang bhiksu, ia sungguh sangat menyukai wanita dan mengejar pemenuhan nafsu birahi. Namun kemudian saat ia menyadari tidak bergunanya kesenangan seksual, barulah ia memutuskan untuk meninggalkan dunia material ini untuk mencari jalan renunsiasi Buddhis. Dalam jangka waktu 90 hari, ia menyelesaikan pembacaan tiga kanon Buddhis dan berhasil menembusi semua makna doktrin yang menakjubkan tersebut.
Sebagai seorang bodhisattva agung yang berjasa mengembangkan agama Buddha aliran Mahayana, Nagarjuna terlahir ke dalam keluarga Brahma sekitar kwartal terakhir dari abad ke-2 sesudah masehi, di Vidarbha, India bagian Selatan. Ia wafat di kwartal terakhir abad ke-3.
Sebuah cerita terkenal mengenai Nagarjuna adalah saat ia menerima transmisi sutra-sutra Mahayana dari seorang bhiksu tua saat ia sedang melatih diri di Himalaya. Setelah itu, ia merasakan asyiknya dan larut dalam mempelajari karya-karya Mahayana. Berhubung garis leluhurnya saat dijajaki akan kembali kepada naga dari India bagian Utara, begitulah Nagarjuna mampu memasuki istana naga di dalam samudra dengan menggunakan kekuatan spiritualnya dan kemudian mempelajari semua naskah Mahayana yang disimpan di sana, membuat salinannya dan membawanya kembali. Inilah alasan kenapa Mahayana menjadi terkenal.
Nagarjuna menaklukkan banyak orang sesat saat ia sedang menyebarkan dharma di India bagian Selatan. Di biara Gunung Lebah Hitam ia menguraikan ajaran Mahayana secara terperinci dan menaklukkan para bhiksu Hinayana dan lainnya dari sekte hitam. Menurut catatan peristiwa di dalam biografi Nagarjuna, ia menulis Sepuluh Ribu Ayat Upadesa, Lima Ribu Ayat mengenai Risalah Menghiasi Kebuddhaan, Lima Puluh Ayat mengenai Risalah Sarana Kemudahan Maha Welas Asih, dan Sepuluh Ribu Ayat Risalah Tiada Gentar, dari mana sastra Madhyamaka berasal. Karya-karyanya sungguh banyak dan oleh karenanya ia juga dipanggil dengan sebutan Raja Seribu Risalah.
Sejauh pengetahuanku, Nagarjuna adalah salah satu manifestasi dari Buddha Amitabha. Oleh karenanya, dari antara Lima Buddha, ia adalah Amitabha. Kita bisa mencari berbagai macam karyanya di perpustakaan-perpustakaan agama Buddha, seperti: Risalah mengenai Materi Pencapaian Bodhi, Surat Seorang Sahabat (Sukrllekha), Kumpulan Sutra Kanopi Pemberkatan dan Tindakan yang Benar (Sutrasamuccaya), Risalah mengenai Dua Belas Gerbang (Dvadasa-dvara Sastra), Dasar-dasar Jalan Tengah (MulamadhyamakaKarikas), Risalah mengenai Delapan Belas Macam Sunyata (Astadasakasa Sastra), Sanggahan terhadap Konsep Keberadaan di dalam Mahayana (Bhavasamkranti), Risalah mengenai Inti Kemudahan, Tafsiran mengenaiMahaprajnaparamita Sastra, Penjelasan mengenai Sepuluh Tingkat Kebodhisattvaan (Dasabhumi-vibhasa Sastra), Sajak-sajak Pujian Alam Dharma, Risalah mengenai Tiadanya Bodhicitta, Sajak-sajak mengenai Kemegahan Membuat Sumpah, Menyanggah Kritik (Vigraha-vyavartani), Risalah mengenai Berbagai Macam Pikiran, Risalah 37 Bait, Empat Risalah mengenai Penyadaran yang Benar, Risalah mengenai Berkat Manggala, dan masih banyak lagi. Pengetahuannya sungguh luas dan menakjubkan, dan agama buddha aliran Mahayana berkembang karena hasil pembabarannya. Nagarjuna sungguh seorang bodhisattva agung yang memajukan ajaran kebijaksanaan Buddha.
Sejarah-sejarah kehidupan Nagarjuna juga penuh dengan bumbu-bumbu legenda. Beberapa lhama Tibet berkata bahwa Nagarjuna lahir pada abad pertama sebelum Masehi. Para lhama lain mengatakan kalau ia lahir empat ratus tahun setelah Buddha Shakyamuni memasuki Nirwana. Ada juga yang mengatakan bahwa Nagarjuna hidup selama enam ratus tahun. Masih ada sumber-sumber lainnya lagi yang mengatakan bahwa ia masih membabarkan dharma pada masa abad ke-2 hingga ke-3 setelah masehi.
Kenapa aku membahas Nagarjuna saat menulis tentang Mahamudra? Ini karena Nagarjuna adalah pemegang silsilah pertama dari aliran Tantrayana. Ia menjelaskan dharma kepada raja di India bagian Selatan yang kemudian menerima dan mempercayai ajaran-ajaran Buddhis, serta mengangkat Nagarjuna sebagai penasihatnya. Nagarjuna menjelaskan doktrin-doktrin Jalan Tengah secara terperinci dan hal tersebut bisa dilihat dalam Tafsiran mengenai Sastra Maha Prajnaparamita. Doktrin-doktrin tersebut adalah Empat Macam Penyadaran dari Mahamudra.
Empat Macam Penyadaran yang diajarkan oleh Nagarjuna adalah sebagai berikut:
- Penyadaran akan tubuh – Merenungi sifat dari tubuh, yang sejatinya adalah kosong.
- Penyadaran akan penderitaan yang disebabkan oleh emosi – Merenungi lima skandha(agregat), yang sejatinya adalah kosong.
- Penyadaran akan pikiran – Merenungi “tiada awal (lahir)” dan “tiada akhir (punah)” dari semua fenomena pikiran.
- Penyadaran akan fenomena pikiran – Perenungan yang tak pernah berhenti untuk tiga macam kesadaran di atas.
Berikut ini aku jelaskan secara lebih terperinci:
Penyadaran akan tubuh – Sebagai pemeluk agama Buddha yang melatih Mahamudra, adalah penting untuk selalu mengingatkan diri kita sendiri untuk terus-menerus melatih penyadaran akan tubuh ini, membayangkan para ayah di sebelah kanan kita dan para ibu di sebelah kiri kita, dengan semua orang tua, saudara, dan mereka yang kita sayangi dari enam alam samsara mengitari kita. Yang berada paling dekat dengan kita adalah alam neraka. Lebih jauh lagi adalah alam setan kelaparan. Berikutnya adalah alam binatang, kemudian dilanjutkan dengan alam manusia. Lebih jauh selanjutnya adalah alam asura, dan terjauh adalah alam surga.
Bila seorang Buddhis tidak melatih buddha dharma, pada akhirnya ia akan mengalami kemunduran secara spiritual. Sungguh nyata hal ini bagi semua insan di alam samsara. Kita semua yang menyadari diri kita berada dalam balutan tubuh fisik sebenarnya paham bahwa fenomena fisik pasti melalui empat tahap dari: terbentuk – berada – hancur dan akhirnya menjadi kosong. Begitu juga setiap orang juga akan mengalami fase yang sama: terlahir – tua – sakit – dan mati. Oleh karenanya, saat melatih penyadaran akan tubuh, sungguhlah penting untuk merenungi sifat dari tubuh yang sejatinya adalah kosong. Seperti yang tertulis di Sutra Intan, kita harus melihat menembus delusi (khayalan) akan diri fisik dan ego diri. Persepsi akan seorang diri, seorang mahluk, sebuah kehidupan, atau sebuah jiwa pada dasarnya adalah kosong.
Sadar akan tubuh ini secara sederhana adalah merenungi akan sifatnya sejatinya yang kosong. Maka orang yang terjatuh dalam khayalan adalah orang awam, sedangkan yang tercerahkan adalah seorang buddha.
Konsep penyadaran akan tubuh ini pada dasarnya mirip dengan berbagai konsep yang dipelajari oleh seorang pemula dalam agama Buddha, dan terkesan seperti pelajaran dasar. Namun, sungguh tak banyak orang yang mampu menembusi khayalan akan tubuh ini. Sebenarnya banyak orang yang tahu bahwa semua benda material pada akhirnya akan hancur, dan semua mahluk hidup akan menua dan mati, tak ada satupun yang luput dari proses alam ini. Tapi, mereka yang tidak bisa menembusi hakekat ini akan terus mengejar nama dan harta serta berbagai benda material lainnya. Orang-orang yang penuh khayalan ini pasti akan terjatuh ke tiga alam rendah dan tersedot kembali ke dalam enam alam samsara.
Oleh karenanya, perenungan yang terus-menerus mengenai penyadaran akan tubuh ini meliputi perenungan akan sifat tubuh fisik yang sejatinya adalah kosong, dan ini merupakan langkah pertama dalam langkah menjajaki renunsiasi.
Penyadaran akan penderitaan yang disebabkan oleh berbagai macam emosi – Limaskandha (agregat) muncul dari lima macam pikiran yang acak dan tak bersambungan, dan pastinya bukan merupakan sifat sejati dari Realitas yang Hakiki (Tathata). Lima agregat adalah agregat bentuk, perasaan, konsepsi, kebiasaan, dan kesadaran. Agregat bentuk mengacu pada bentuk fisik. Agregat sensasi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh persepsi akan obyek-obyek fisik. Agregat konsepsi adalah munculnya pikiran. Agregat kebiasaan mengacu pada pembentukan pikiran yang tak terfokus dan tindakan yang tidak baik. Agregat kesadaran adalah indera pikiran yang bertanggung jawab atas semua perubahan dan transformasi.
Pada dasarnya, munculnya lima agregat ini berasal dari sebuah pikiran tercemar yang menghasilkan campuran antara realitas sejati dan khayalan, yang pada gilirannya akan membentuk agregat kesadaran. Dari kesadaran akan muncul agregat bentuk, sensasi, konsepsi, dan kebiasaan. Mereka saling bertumpuk satu sama lain dan muncul secara bertahap.
Secara umum, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghilangkan agregat bentuk sebelum mencoba menghilangkan lima agregat. Akar dari semua agregat ini adalah munculnya pikiran yang panjang dan tak beraturan. Buddha Shakyamuni pernah berkata: Akar dari lima agregat ini adalah khayalan/delusi, namun jati diri kita ini aslinya adalah pikiran sejati yang kondisinya yang jernih nan menakjubkan, ia dari asalnya sudah murni dan sempurna, kosong akan pikiran dan tak tercemar. Di mana pikiran dari kesadaran diri yang menakjubkan ini mengekspresikan kejernihannya yang luar biasa beserta dengan esensinya yang sejati; munculnya lima agregat berasal dari satu pikiran yang melayang tak terkendali oleh karena jodoh karma, dan selanjutnya berubah menjadi khayalan.
Jadi, seorang Buddhis yang melatih Mahamudra harus mengenali khalayan tersebut dan sifat kosong dari lima agregat saat ia sedang menyadari penderitaan yang disebabkan oleh emosi. Dengannya ia akan secara alamiah ingin meninggalkan siklus kehidupan dan kematian. Maka di sini saat ia tinggal di dalam penyadaran akan penderitaan yang disebabkan oleh emosi, ia harus merenungi lima macam agregat dan menjadi akrab dengan kenikmatan sejati yang muncul dari Nirwana. Ia harus bersumpah untuk tidak tinggal berlama-lama dalam tiga alam rendah yang bagaikan rumah terbakar ini.
Penyadaran akan pikiran – Merenungi “tiada awal” dan “tiada kepunahan” dari semua fenomena pikiran. Berikut adalah sebuah sajak: Sifat sejati dari fenomena yang muncul dari berbagai kondisi pikiran ditandai oleh tiada awal, tiada akhir, tiada kehancuran, tiada keabadian, tiada terwujud, tiada keluar dari wujud, tiada identitas, dan tiada perbedaan. Dengan hilangnya semua konsep yang tercemar, aku menghaturkan penghormatan kepada Buddha yang telah membabarkan ajaran ketenangan yang menakjubkan.
Seorang praktisi Mahamudra oleh karenanya harus merenungi bahwa dunia ini tercipta oleh berbagai macam pikiran insan berperasaan. Dan selanjutnya dikatakan bahwa tiga alam (triloka) diciptakan oleh pikiran, dan semua fenomena terbentuk dari kesadaran. Jadi pertama kali kita harus menenangkan pikiran yang tercemar. Enam guna atau kualitas dari indera lalu akan berhenti muncul, dan begitulah maka semua karma akan terhapuskan. Saat si praktisi telah sampai pada tahap di mana pikiran tak muncul lagi, maka enam alam samsara akan menghilang dan ia akan terbebaskan dari tiga alam rendah.
Ungkapan mengenai tiga alam ini tercipta oleh pikiran, dan semua fenomena terbentuk dari kesadaran yang menggambarkan kenyataan bahwa setiap fenomena ditandai oleh tiada awal dan tiada akhir. Dengan menyadari bahwa setiap fenomena ditandai oleh tanpa awal dan tanpa akhir, maka si praktisi akan menyadari bahwa kekosongan dan ilusi ada sebagaimana adanya, tidak berbeda dalam kenyataan, di mana ‘cinta dan benci’, ‘mengambil dan meninggalkan’ akan kehilangan arti, sehingga si praktisi mulai bisa melepaskan diri dari keterlibatan emosional dan mampu tinggal di dalam kondisi pikiran yang tenang. Ini menggambarkan kondisi di mana ia telah mendapatkan realisasi diri dan membantu insan lain mendapatkan realisasi; menyelamatkan diri sendiri dan insan lain; selalu sadar akan kesempurnaan proses berpikir dan praktek pikiran bodhisattva.
Penyadaran akan fenomena pikiran – Praktisi Mahamudra harus secara terus-menerus dan tekun merenungi tiga macam kondisi kesadaran di atas. Perenungan Nagarjuna akan empat macam penyadaran ini akan menghentikan semua pikiran yang acak – tak bersambungan – berlari dan melompat-lompat tak terkendali, dan membantu si praktisi untuk mendapatkan kesempurnaan agung dari mahamudra.
Aku tuliskan sebuah sajak:
Kamu harus merenungi sifat sejati dari alam dharma
Di mana tubuh, sensasi dan pikiran hanyalah merupakan kondisi pikiran (batin) belaka.
Karena Mahamudra ini sendiri adalah sebuah dharma
yang mengekspresikan doktrin Jalan Tengah.