16-9-2011 Back to Basics [4] - The Precepts
16-9-2011 Mengingat kembali
ajaran-ajaran utama [4] – Aturan (Sila)
Translated by Lotus Nino Candra
Translated by Lotus Nino Candra
The
Precepts
The precepts are a condensed form of Buddhist
ethical practice. They are often compared with the ten commandments of Christianity,
however, the precepts are different in two respects: First, they are to be
taken as recommendations, not commandments. This means the individual is
encouraged to use his/her own intelligence to apply these rules in the best
possible way. Second, it is the spirit of the precepts -not the text- that
counts, hence, the guidelines for ethical conduct must be seen in the larger
context of the Eightfold Path.
The first five precepts are mandatory for every
Buddhist, although the fifth precept is often not observed, because it bans the
consumption of alcohol. Precepts no. six to ten are laid out for those in
preparation for monastic life and for devoted lay people unattached to
families. The eight precepts put together number eight and nine and omit the
tenth. Lay people may observe the eight precepts on Buddhist festival days.
Ordained Theravada monks undertake no less than 227 precepts, which are not
listed here.
I undertake to observe the precept to abstain
from ...
1. ...harming living beings.
2. ...taking things not freely given.
3. ...sexual misconduct.
4. ...false speech.
5. ...intoxicating drinks and drugs causing
heedlessness.
6. ...taking untimely meals.
7. ...dancing, singing, music and watching
grotesque mime.
8. ...use of garlands, perfumes and personal
adornment.
9. ...use of high seats.
10. ...accepting gold or silver.
(adapted from The Word of the Buddha,
Niyamatolika, The Buddhist Publication Society, 1971, p xii)
The above phrasing of the precepts is very
concise and leaves much open to interpretation. One might ask, for example,
what exactly constitutes false speech, what are untimely meals, what
constitutes sexual misconduct, or whether a glass of wine causes heedlessness.
And, the grotesque mime watching of the seventh precept sounds perhaps a bit
outdated.
The Buddhist master Thich Nath Hanh has
formulated The Five Mindfulness Trainings, which are an adaptation of the first
five Buddhist precepts. These are practised by Buddhists of the Lam Te Dhyana
school. By virtue of their sensible phrasing and their relevance to modern
lifestyle, these "trainings" provide a valuable foundation of ethics
for all of humanity.
The Five Mindfulness Trainings
(according to Thich Nath Hanh,
www.plumvillage.org)
-First
Training-
Aware of the suffering caused by the destruction
of life, I am committed to cultivating compassion and learning ways to protect
the lives of people, animals, plants, and minerals. I am determined not to
kill, not to let others kill, and not to condone any act of killing in the
world, in my thinking, and in my way of life.
-Second
Training-
Aware of the suffering caused by exploitation,
social injustice, stealing, and oppression, I am committed to cultivate loving
kindness and learn ways to work for the well-being of people, animals, plants,
and minerals. I am committed to practice generosity by sharing my time, energy,
and material resources with those who are in real need. I am determined not to steal
and not to possess anything that should belong to others. I will respect the
property of others, but I will prevent others from profiting from human
suffering or the suffering of other species on Earth.
-Third
Training-
Aware of the suffering caused by sexual
misconduct, I am committed to cultivate responsibility and learn ways to
protect the safety and integrity of individuals, couples, families, and
society. I am determined not to engage in sexual relations without love and a
long-term commitment. To preserve the happiness of myself and others, I am
determined to respect my commitments and the commitments of others. I will do
everything in my power to protect children from sexual abuse and to prevent
couples and families from being broken by sexual misconduct.
-Fourth
Training-
Aware of the suffering caused by unmindful
speech and the inability to listen to others, I am committed to cultivate
loving speech and deep listening in order to bring joy and happiness to others
and relieve others of their suffering. Knowing that words can create happiness
or suffering, I am committed to learn to speak truthfully, with words that
inspire self-confidence, joy, and hope. I am determined not to spread news that
I do not know to be certain and not to criticise or condemn things of which I
am not sure. I will refrain from uttering words that can cause division or
discord, or that can cause the family or the community to break. I will make
all efforts to reconcile and resolve all conflicts, however small.
-Fifth
Training-
Aware of the suffering caused by unmindful
consumption, I am committed to cultivate good health, both physical and mental,
for myself, my family, and my society by practising mindful eating, drinking,
and consuming. I am committed to ingest only items that preserve peace,
well-being, and joy in my body, in my consciousness, and in the collective body
and consciousness of my family and society. I am determined not to use alcohol
or any other intoxicant or to ingest foods or other items that contain toxins,
such as certain TV programs, magazines, books, films, and conversations. I am
aware that to damage my body or my consciousness with these poisons is to
betray my ancestors, my parents, my society, and future generations. I will
work to transform violence, fear, anger, and confusion in myself and in society
by practising a diet for myself and for society. I understand that a proper
diet is crucial for self-transformation and for the transformation of society.
Extracted from thebigview.com
===
16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [4] – Aturan (Sila)
Sila-sila
Sila adalah praktek etika (moral)
dalam agama Buddha yang telah diringkas detilnya. Bila dibandingkan dengan
standar agama Katolik, maka sila ini seperti Sepuluh Perintah Allah, tapi
sila-sila Buddhis berbeda dalam 2 hal: Pertama, mereka diperlakukan sebagai
rekomendasi, bukan perintah. Ini berarti seseorang dianjurkan untuk menggunakan
kecerdasannya untuk mengaplikasikan aturan-aturan ini dengan cara yang terbaik.
Kedua, adalah jiwa dari sila itu sendiri – bukan teks (tulisannya) – yang
diperhitungkan, oleh karenanya panduan untuk tindakan bermoral harus dilihat
dalam konteks yang lebih besar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Lima sila pertama adalah sebuah
keharusan bagi setiap umat Buddha, meski sila yang ke-lima sering tidak
dijalankan berhubung sila tersebut melarang konsumsi alkohol. Sila ke-enam
sampai dengan ke-sepuluh diberikan bagi mereka yang mempersiapkan kehidupan
biara dan untuk praktisi awam yang tidak terikat pada keluarganya. Dasa
(sepuluh) sila ini bisa diringkas menjadi Attha (delapan) sila dengan
menggabungkan sila ke-delapan dan sila ke-sembilan menjadi satu, lalu menghapus
sila yang ke-sepuluh (kini total menjadi Delapan sila). Praktisi awam bisa
menjalankan Delapan sila pada hari-hari raya Buddhis. Sebagai informasi, para Bhiksu/Bhiksuni
Theravada harus menjalankan tidak kurang dari 227 sila (yang tidak disebutkan
di sini).
Saya berusaha menjalankan sila
untuk berpantang...
1. ... menyakiti/melukai mahluk
hidup.
2. ... mengambil barang yang tidak
diberikan kepada saya.
3. ... melakukan seks yang tidak
layak.
4. ... berbohong dan berbicara
yang tidak benar.
5. ... mengkonsumsi minuman yang
memabukkan dan narkoba (yang menyebabkan lepas kontrol dan bertindak sembrono).
6. ... makan sebelum waktunya.
7. ... menari, menyanyi, mendengarkan
musik dan menonton lawakan yang aneh [catatan penerjemah: ‘menonton lawakan
aneh’ ini sudah ketinggalan jaman. Dari referensi lain dan sesuai dengan perkembangan
jaman, bagian tersebut telah dirubah menjadi: menonton acara hiburan]
8. ... menggunakan kalung, parfum
dan perhiasan & perawatan tubuh (kosmetik).
9. ... berbaring/beristirahat di
atas tempat tidur yang mewah.
10. ... menerima emas atau perak
(uang).
(disadur dari The Word of the
Buddha, Niyamatolika, The Buddhist Publication Society, 1971, hal xii)
Cara sila-sila tersebut diutarakan
sudahlah sangat ringkas dan membuka kesempatan untuk berbagai interpretasi.
Seseorang bisa saja bertanya, misalkan, bagaimana saja yang bisa disebut
sebagai ‘kebohongan’? bagaimana penjelasan ‘makan yang tidak pada waktunya’?
bagaimana yang dimaksud dengan ‘seks yang tidak layak’? atau apakah segelas
anggur akan menyebabkan kita menjadi mabuk dan bertindak sembrono? Dan,
‘menonton lawakan aneh’ dari sila ke-tujuh terdengar sedikit ketinggalan jaman.
Ahli Buddhis yang bernama Thich
Nath Hanh, telah memformulasikan Pelatihan Lima Kesadaran, yang merupakan
adaptasi dari lima sila Buddhis yang pertama. Latihan tersebut dipraktekkan
oleh para umat Buddhis dari ordo Lam Te Dhyana. Berdasarkan cara pengutaraan mereka
yang bijaksana dan relevansinya terhadap gaya hidup moderen, ‘latihan-latihan’
ini menjadi sebuah fondasi moral yang berharga untuk semua umat manusia.
Pelatihan Lima Kesadaran
(menurut Thich Nath Hanh, www.plumvillage.org)
- Pelatihan Pertama -
Dengan menyadari penderitaan yang
disebabkan oleh penghancuran kehidupan, saya berjanji untuk melatih welas asih
dan mempelajari cara-cara untuk melindungi kehidupan umat manusia, hewan,
tumbuhan, dan mineral. Saya memutuskan untuk tidak membunuh, tidak membiarkan
orang lain membunuh, dan tidak memaafkan tindakan pembunuhan apapun di dunia
ini, di dalam pikiran saya, dan dalam cara saya menjalani kehidupan.
- Pelatihan Ke-dua –
Dengan menyadari penderitaan yang
disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan sosial, mencuri, dan penindasan,
saya berjanji untuk melatih welas asih dan mempelajari cara-cara untuk
memberikan manfaat bagi umat manusia, hewan, tumbuhan, dan mineral. Saya
berjanji untuk mempraktekkan kemurahan hati dengan membagikan waktu, energi, dan
materi-materi saya untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. Saya memutuskan
untuk tidak mencuri dan memiliki apapun yang seharusnya menjadi milik orang
lain. Saya akan menghormati hak milik orang lain, tapi saya akan mencegah orang
lain untuk mengambil keuntungan dari penderitaan manusia atau penderitaan
spesies-spesies lain di atas bumi ini.
- Pelatihan Ke-tiga -
Dengan menyadari penderitaan yang
disebabkan oleh perilaku seks yang tidak layak, saya berjanji untuk melatih
rasa tanggung jawab dan mempelajari cara-cara untuk melindungi keamanan dan
integritas para individu, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Saya memutuskan
untuk tidak menjalin (terlibat dalam) hubungan seks tanpa rasa cinta dan
komitmen jangka panjang. Demi menjaga kebahagiaan diri saya sendiri dan orang
lain, saya memutuskan untuk menghormati komitmen-komitmen saya dan
komitmen-komitmen orang lain. Saya akan melakukan semaksimal mungkin untuk
melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dan untuk mencegah para pasangan
dan keluarga dari perpecahan yang disebabkan oleh perilaku seks yang tidak
layak.
- Pelatihan Ke-empat –
Dengan menyadari penderitaan yang
disebabkan oleh ucapan yang sembarangan dan ketidakmampuan untuk mendengarkan
orang lain, saya berjanji untuk melatih ucapan saya agar penuh dengan kasih
sayang dan berlatih mendengarkan dengan baik sehingga mampu mendatangkan
kebahagiaan dan kegembiraan bagi orang lain dan mengurangi penderitaan orang
lain.
Dengan menyadari bahwa kata-kata
dapat menciptakan kebahagiaan ataupun penderitaan, saya berjanji untuk belajar
berbicara dengan jujur, dengan kata-kata yang menginspirasi kepercayaan diri,
kegembiraan dan harapan. Saya memutuskan untuk tidak menyebarkan berita yang
saya sendiri tidak mengetahuinya secara pasti dan tidak mengkritik atau
mengutuk hal-hal yang saya sendiri tidak yakin akan faktanya. Saya akan menahan
diri dari mengucapkan kata-kata yang dapat menyebabkan perpecahan atau
perselisihan, atau yang dapat menyebabkan perpecahan di dalam keluarga atau
komunitas. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan dan
menyelesaikan semua konflik, betapapun kecilnya hal (konflik) tersebut.
- Pelatihan Ke-lima –
Dengan menyadari penderitaan yang
disebabkan oleh konsumsi yang di luar batas, saya berjanji untuk hidup dengan
sehat, melatih fisik dan mental, demi diri saya sendiri, keluarga saya, dan
masyarakat dengan melatih kesadaran dalam aktivitas makan, minum dan konsumsi,
Saya berjanji untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat mempertahankan
kedamaian, kesehatan, dan suka cita di dalam tubuh saya, kesadaran saya, dan
keseluruhan tubuh dan kesadaran keluarga saya dan masyarakat. Saya memutuskan
untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau barang-barang lain yang memabukkan atau
mengkonsumsi makanan atau item-item lain yang merusak, seperti acara-acara
televisi, majalah, buku, film, dan percakapan-percakapan tertentu.
Saya sadar bahwa untuk melukai
tubuh dan kesadaran saya dengan racun-racun tersebut sama saja dengan
mengkhianati leluhur saya, orang tua saya, masyarakat, dan generasi-generasi
selanjutnya. Saya akan berusaha untuk merubah kekerasan, ketakutan, kemarahan,
dan kebingungan di dalam diri saya dan masyarakat dengan mempraktekkan pola
makan yang benar bagi diri saya sendiri dan masyarakat. Saya paham bahwa
makanan yang pantas adalah faktor yang penting bagi perubahan diri dan
perubahan masyarakat.
Diekstrak dari thebigview.com
Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha
School
No comments:
Post a Comment