Sunday, June 23, 2013

Sembilan Yana (Kendaraan) Tradisi Nyingma [1]


Dibagikan dengan anotasi oleh Lotuschef – 4 Juni 2013
Diterjemahkan oleh Lotus Nino
Sumber: Nyingma – The Nine Yanas 宁玛派 -圆满九次第 [1]


Catatan:

Seri Sembilan Yana berikut diunggah untuk saling berbagi pengetahuan dasar mengenai Sembilan Yana yang Guru mulai babarkan sejak 2 Juni 2013 (Waktu Seattle).

Aku harap teman-teman pembaca bisa memetik manfaat darinya.

Juga turut menyarankan teman-teman supaya melakukan riset-riset lebih lanjut mengenai topik ini supaya mendapatkan wawasan yang lebih luas.

Om Guru  Lian Sheng Siddhi Hom
Lama Lotuschef.

---

Orang-orang Barat yang hendak mempelajari agama Buddha untuk pertama kalinya biasanya sering kebingungan oleh adanya kontradiksi antara pernyataan dan pandangan dari seorang guru dibandingkan dengan dari para guru agama Buddha lainnya. Dan lebih mengagetkan lagi karena mereka semua mulai dari premis yang sama: Empat Kebenaran Mulia.
Boleh dikata bahwa tak hanya orang-orang Barat saja yang kebingungan akan adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Dalam kanon Buddhis tertuliskan jaminan kepada para praktisinya bahwa “tak ada kontradiksi di dalam ajaran-ajaran Sang Buddha”.

Penyakit dasarnya adalah sama, namun sifat dan karakter manusia yang bersangkutanlah yang berbeda. Maka dikatakan ada banyak pendekatan untuk mencapai Kebuddhaan melihat ada banyaknya perbedaan dalam sifat dan kapasitas para individu.

Ajaran-ajaran Buddhis merupakan metode atau kendaraan (yana) yang menuntun para praktisinya menuju “penemuan diri sendiri” daripada eksposisi mengenai “Kebenaran”.

Metode-metode yang digunakan oleh seorang guru adalah yang cocok/sesuai bagi si murid dan akan bergantung pada pengalaman, situasi dan aspek-aspek lainnya. Yang terlihat sesuai dalam salah satu situasi bisa saja nampak menggelikan dalam situasi lainnya.

Ajaran agama Buddha juga bagaikan cairan, ia akan selalu mampu beradaptasi sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap dan semua insan saat ia diajarkan oleh seorang guru yang punya realisasi.


Aliran Nyingma membagi ajaran-ajaran tersebut menjadi 9 yana untuk mencapai realisasi.

Mereka semua sama berharganya dan setiap yana itu sendiri sudah lengkap dengan fondasi, jalur dan buah pencapaiannya. Meski setiap yana bisa disebut mewakili tahapan dalam sebuah rangkaian kesatuan menuju Kesempurnaan Agung, tidak selalu berarti bahwa setiap yana harus diselesaikan sebelum memulai tahapan yana selanjutnya.

Beberapa pengalaman atau wawasan dari buah pencapaian dalam setiap yana (bila bukan merupakan realisasi penuh) adalah prasyarat atau basis dari yana selanjutnya.

Dalam derajat yang sama, setiap yana bisa dilatih sebagai sebuah jalur yang lengkap untuk mencapai realisasi (meski biasanya para praktisi Nyingma akan mengatakan bahwa Vajrayana menyediakan sebuah jalur untuk mencapai Kebuddhaan dengan lengkap, dan dua Hinayana pertama tidaklah lengkap.)

Kadang kala dikatakan bahwa setiap yana menyiratkan yana-yana lainnya.
Jadi, sebagai contoh, semua yana, termasuk Ati yoga, bisa diajarkan dalam perspektif atau fondasi Mahayana.

Seorang guru mungkin akan menyarankan seorang murid untuk melatih salah satu dari yana yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri si murid yang bersangkutan pada suatu waktu.
Seorang murid dzogchen mungkin saja akan melatih 12 aksi pertapaan dan pandangan Hinayana untuk beberapa saat.

Mereka semua punya tujuan umum untuk mengatasi masalah yang sama, yaitu: ‘ketidakpuasan’ (dukha) – di mana saat seorang individu memasuki kondisi dualisme, ia mengalami dunia eksternal dalam sudut pandangnya yang subyektif, sehingga akalnya yang telah lengkap tersebut menjadi hilang karena semua fenomena bersifat sementara saja.

Hal ini membawanya kepada proses “ego” yang terus-menerus memanipulasi dunia fenomenal tersebut demi rasa aman atau kepuasan.


Yana terbagi ke dalam 3 kategori:
Hinayana dan Mahayana utamanya bekerja pada tingkat tubuh;
Vajrayana utamanya bekerja dengan suara atau energi;
Di puncak, Dzogchen, atau buah pencapaian Tantra Dalam dari Vajrayana utamanya bekerja pada tingkat pikiran.

Perbedaan-perbedaan ini bisa membuat mereka terlihat mirip dan bahkan bisa salah ditafsirkan bila hanya dilihat dari luarannya saja.
Contohnya: semua ajaran agama Buddha berhubungan dengan ‘pikiran’ dan para praktisi agama Buddha di masa-masa awal membedakan diri mereka dari para Jain atas konsep mereka akan ‘niatan’.

Sebenarnya pembedanya adalah di mana letak fondasi pengalaman utamanya untuk pelatihan tersebut berada.

Empat manfaat besar yang akan kamu dapatkan dengan mempelajari jalan menuju Pencerahan seperti yang diajarkan dalam Bodhipathapradipa oleh Atisha adalah sebagai berikut:
  1. Kamu akan paham bahwa tak ada kontradiksi dalam ajaran-ajaran Buddha.
  2. Kamu akan tersadarkan bahwa semua naskah kitab suci hanyalah untuk dianggap sebagai nasihat (karena tak ada kontradiksi antara naskah dan prakteknya).
  3. Lalu kamu juga akan dengan mudah menemukan keberartian dari tiga tema ajaran Buddha (dgongs-pa): {meninggalkan berbagai penderitaan samsara, bodhicittaa, dan pemahaman sepenuhnya akan Sunyata.}
  4. Terlebih lagi, kamu akan dilindungi dari terjatuh ke dalam jurang kesalahan yang besar (nyes-spyod chen-po).

Karena (mempelajari tahap-tahap menuju Pencerahan memiliki empat manfaat seperti yang dijelaskan di atas), orang pintar mana di antara para guru terpelajar di India dan Tibet yang tak tertarik oleh esensi terbaik dari berbagai macam ajaran, yang telah dipelajari oleh banyak insan yang beruntung, dan yang diajarkan secara bertahap sesuai dengan tiga tingkat motivasi manusia.

Dikutip dari: Lini-lini Pengalaman (Lam-Rim Bsdus-Don), Aspek-aspek Utama dari Praktek Tingkatan Jalan Bertahap Menuju Pencerahan, oleh rJe Tzong-kha-pa.

No comments:

Post a Comment