Pages

Sunday, February 12, 2012

Bodhisattva Vajrapani 9-8-2011


9-8-2011 Vajrapani 手菩
9-8-2011 Bodhisattva Vajrapani

Diterjemahkan oleh Lotus Nino


Vajrapani

Bagi para pendatang baru dalam agamaBuddha, mungkin Vajrapani sama sekali tidak terlihat Buddhis. Ia adalah seorangBodhisattva yang mewakili energi pikiran yang telah tercerahkan, dan mantranyajuga melambangkan kualitas tersebut.
Vajrapani digambarkan dalam posturmenari dengan liar di dalam kobaran api. Di sini ia melambangkan transformasi.
Ia memegang sebuah vajra (petir) ditangan kanannya, yang menekankan kekuatan dharma untuk memotong gelapnyakhayalan (kebodohan). Vajrapani tampil dalam wujud angkara murka, namun sebagaiperwujudan dari pikiran yang tercerahkan, ia sama sekali bebas dari kebencian.




Mantranya hanyalah panggilannamanya, yang berarti “ia yang memegang petir”, dan diapit oleh aksara mistisOm dan Hūm. Mantra ini membantu kita untuk mampu mengakses energi Vajrapaniyang leluasa. Keakraban dengan Vajrapani tentunya akan sangat menolong di sini,meski suara mantra tersebut sebenarnya juga sudah cukup energetik.


Bodhisattva Vajrapāni (ejaan alternatif: Vajrapani)

Bersama dengan Avalokiteshvara danManjushri, Vajrapani adalah salah satu anggota dari Trinitas Bodhisattva yangdikenal sebagai Tiga Pelindung Keluarga (Buddha). Vajrapani merupakan pelindungdari Keluarga Vajra (Petir), di mana di dalamnya terdapat Akshobya (Pemimpinkeluarga Vajra) dan Yamantaka.

Para non-buddhis (dan penganutaliran Theravada) yang melihat Vajrapani untuk pertama kalinya mungkin akanterheran-heran dengan figurnya yang menampilkan wajah yang marah karena iakurang cocok dengan asosiasi mereka akan tradisi Buddhis yang penuh dengankedamaian, meski figur-figur seperti Vajrapani sebenarnya sangat umum dalamtradisi Mahayana dan Vajrayana.





Tentu saja kualitas Pencerahan tidakpernah bisa diwujudkan sepenuhnya lewat gambar, dan bahkan penggambaran para Buddhadan Bodhisattva yang nampak tenangpun sampai batas tertentu juga bisamenyesatkan.

Mereka yang telah tercerahkan, pada kenyataannya, tidak hanyaduduk seharian penuh di atas teratai sambil tersenyum dengan penuh kedamaian.


Sang Buddha sendiri pada masa-Nyajuga tanpa kenal takut selalu aktif dalam berhubungan dengan figur-figurreligius dan ahli filosofi. Pendekatannya yang sungguh berani dalam kontekskehidupan mungkin paling jelas digambarkan lewat pertemuan-Nya denganAngulimala, yang merupakan bandit jahat yang suka membunuh para korbannya danselalu menambahkan sebuah jari dari para korbannya ke dalam untaian kalung yangdikenakan di lehernya (oleh karenanya dia dinamakan “Karangan Jari”). Meskitelah diberi peringatan untuk menjauhi orang yang berbahaya ini, Buddha tetappergi memasuki hutan untuk bertemu dengan Angulimala, yang kemudian dibaptismasuk ke dalam agama Buddha, ditahbiskan menjadi seorang bhiksu, dan akhirnyamencapai Pencerahan.

Di sini, maka sangat masuk akaluntuk melambangkan Mahluk yang Tercerahkan sebagai ia yang menari dengan liar,telanjang, dan tanpa mengenal rasa takut.


Cara lain untuk melihat ganasnyaSang Vajrapani dan figur-figur lainnya dalam tampilan “angkara murka” merekaadalah dengan membayangkan bagaimana tampilan seorang Buddha dari sudut pandangsebagian diri kita yang tidak bersedia berubah. Sampai pada titik tertentu,kita mungkin ingin bermeditasi, hidup dengan etis dan seterusnya, namunbeberapa bagian dari kita ada yang menjadi terancam dengan kemungkinanperubahan tersebut.

Kebiasaan-kebiasaan kita dapatmembentuk semacam “sub-kepribadian” yang dapat membajak kehidupan kita. Namun,berbagai kebiasaan buruk seperti penyangkalan, mendamba, dan kebencian akandapat dihilangkan kalau kita terus-menerus melatih pikiran yang sadar (mindfulness) dan welas asih – jaditidak mengherankan kalau kebiasaan buruk tersebut akan melakukan aksi protes.Dari sudut pandang bagian-bagian dari diri kita yang kuat dan primitif sepertiitu, Pencerahan, bukannya terlihat atraktif, malah lebih kelihatan sepertisebuah ancaman dan menakutkan.

Karena adanya sifat dualisme sepertiini, maka Vajrapani juga tampil dalam emanasinya yang damai juga. Penggambaranmengenai dirinya pada masa-masa awal lebih terlihat berotot, atletis, sertatidak liar dan garang seperti di atas.


Asal Vajrapani

Dalam kanon berbahasa Pali,Vajrapani dulunya adalah seorang Yaksha atau roh alam. Dari cerita di dalamDigha Nikaya, ada seorang Brahmin (pendeta) muda yang bernama Ambattha, yangsungguh kasar kepada Sang Buddha. Ia menganggap Buddha berasal dari kastasosial yang lebih rendah sehingga menolak menjawab pertanyaan yang diajukanoleh Buddha – yang selalu sopan saat menjumpainya – mengenai garisketurunannya.

Saat Ambattha telah dua kali menolakmenjawab pertanyaan Sang Buddha, maka Buddha mengingatkannya mengenaikepercayaan tradisional bahwa jika seseorang tiga kali menolak menjawabpertanyaan yang diajukan oleh ia yang telah mencapai pencerahan, maka kepalanyaakan pecah menjadi tujuh bagian.
Tentu saja hal ini tidak pernahterjadi, tapi “Vajrapani” (namanya dalam bahasa Pali) muncul, dan telah siapuntuk membuat mitos tersebut menjadi kenyataan. Ambhattha sungguh ketakutan danlangsung menjawab pertanyaan Sang Buddha.

Vajrapani juga punya akar tradisidalam perwujudannya sebagai Dewa Indra – Dewa Petir India. Bersama dengan Indradan semua dewata langit yang memegang petir, Vajrapani juga terhubung denganZeus dan Jupiter. (“Dyaus” adalah Bahasa Sansekerta untuk “langit,” dan Indrajuga dikenal sebagai “Indra Dyaus.” “Zeus” adalah Dyaus dalam versi Yunani.Sedangkan Jupiter adalah “Dyaus-piter” atau “Bapa Langit.”)




Berbagai penggambaran Vajrapani padamasa-masa awal, seperti yang telah dijelaskan di atas, adalah tidak secarakhusus nampak murka. Dalam penggambaran ini, dari abad ke-2, baik Sang Buddha(duduk) dan Vajrapani (berdiri) dipahat dalam gaya Yunani klasik. Vajrapani disini digambarkan sebagai figur berotot dan kuat yang melindungi Sang Buddha.Ikonografinya seperti ini sama seperti Herakles (Hercules). Karakter-karakterkhusus untuk penggambarannya di masa selanjutnya adalah vajra (petir),bentuknya yang kuat, semi-telanjang, seperti atlit Yunani pada umumnya.

Bentuk-bentuk selanjutnya, denganVajrapani yang mulai berubah menjadi lebih esoterik, digambarkan sebagai mahlukberwarna biru gelap. Kemungkinan warna ini mengacu pada Akshobya, PemimpinKeluarga Vajra. Dan lagi warna tersebut juga merupakan warna awan yangberpetir.

Ia melambangkan kekuatan, energi,dan keberanian para Buddha. Ia juga berdiri (atau terlihat seperti berada)dalam pose prajurit yang cukup akrab bagi mereka yang berlatih Hatha Yoga.Tangan kanannya yang terentang memegang sebuah vajra, dan tangan kirinyamemegang sebuah tali lasso yang digunakan untuk mengikat para setan.

Vajrapani mengenakan kain yangterbuat dari kulit harimau di sekitar pinggangnya. Ia dihiasi dengan mahkotaBodhisattva berujung lima yang di masing-masing ujungnya terdapat tengkorak.Kalungnya yang menggantung hingga ke perutnya berupa ular. Ular dan nagadiasosiasikan dengan awan dan hujan, yang sesuai dengan asal Vajrapani sebagaidewa petir.

Kemudian  ia juga mempunyai mata ketiga yang menonjoldi tengah dahinya. Seperti rambut Ambhatta yang berdiri semua saat dia melihatVajrapani, begitu juga dengan rambut sang bodhisattva yang berkibar dengan liardi udara.

Meski Vajrapani dan figur-figur lainyang mirip dengannya sering digambarkan sebagai “angkara murka”, penting untuk diketahui bahwa mereka tidakmelambangkan kemarahan biasa, tapi merupakan kekuatan dan keberanian daripikiran yang telah tersadarkan.
Di dalam praktek ajaran Buddhis,tidak ada yang namanya “kemarahan yang dibenarkan (layak),” dan meskipenampilan Vajrapani yang terlihat murka, ia sebenarnya adalah figur yang penuhwelas asih.




Amituofo
True Buddha School
Pure Karma
Lotuschef

No comments:

Post a Comment