Pages

Tuesday, December 27, 2011

27-12-2011 [25-12-2011 25-12-2011 Sutra Intan (Introduksi)]


25-12-2011 The Diamond Sutra
25-12-2011 Sutra Intan (Introduksi)
Translated by Lotus Nino
Sumber:



[Ini adalah Sutra Intan dalam Bahasa Mandarin, buku cetakan yang berhasil dikenali sebagai yang paling tua di dunia. Kini sutra tersebut disimpan di dalam British Library – Perpustakaan Nasional Inggris]

Sebagai duplikat Sutra Intan versi Bahasa Mandarin, ia ditemukan di antara manuskrip Dunhuang pada awal abad ke-20, 868 SM. Dikatakan oleh British Library sebagai “kitab tercetak paling kuno yang masih bertahan secara utuh.”



[Ini adalah Sutra Intan versi Bahasa Mandarin edisi tradisional dengan bentuk lipat yang berukuran saku.]


Sutra Intan (dalam Bahasa Sansekerta disebut sebagai Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra), adalah sebuah sutra Mahayana yang pendek dan terkenal, dari aliran Prajnaparamita atau “Kebijaksanaan yang Sempurna”. Sutra ini menekankan pada praktek “tidak berdiam pada suatu kondisi” dan “tidak melekat”.

Perhatikan bahwa judulnya dengan tepat diterjemahkan menjadi “Pemotong Intan (Vajracechedika) dari Kebijaksanaan Yang Sempurna (Prajnaparamita)” meski ia secara populer dikenal sebagai Sutra Intan.


Judul

Judulnya yang paling awal dikenal dalam Bahasa Sansekerta adalah Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra. Dalam Bahasa Inggris, namanya disingkat menjadi Diamond Sutra (Sutra Intan) dan Vajra (Vajra: Intan/Berlian) Sutra. Sutra Intan juga sangat dihormati di beberapa negara di Asia yang secara tradisional menganut Agama Buddha Mahayana. Terjemahan judul sutra ini dalam beberapa bahasa dari negara-negara tersebut adalah:

~ Bahasa Sansekerta: Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra.

~ Bahasa Mandarin: 金剛般若波羅蜜多經, [romanisasi pinyin: jīngāng bōrěbōluómìduō jīng], yang disingkat menjadi 金剛經, [romanisasi pinyin: jīngāng jīng].

~ Bahasa Jepang: 金剛般若波羅蜜多経, [romanisasi manyōgana: kongou hannyaharamita kyou], yang disingkat menjadi 金剛経, [romanisasi manyōgana: kongou kyou].

~ Bahasa Korea: 금강반야바라밀경, [romanisasi han-geul: geumgang banyabaramil gyeong], yang disingkat menjadi 금강경, [romanisasi han-geul: geumgang gyeong]

~ Bahasa Vietnam: Kim cương bát-nhã-ba-la-mt-đa kinh, yang disingkat menjadi Kim cương kinh.

~ Bahasa Tibet (Wylie): ’phags pa shes rab kyi pha rol tu phyin pa rdo rje gcod pa zhes bya ba theg pa chen po’i mdo.


Sejarah

Sejarah teks sutra ini tidak diketahui secara jelas, tapi para cendekiawan Jepang secara umum menganggap Sutra Intan berasal dari masa-masa yang awal sekali pada jaman perkembangan literatur Prajnaparamita.

Beberapa cendekiawan barat juga percaya bahwa Aṣṭasāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra diadaptasi dari Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra yang sudah ada sebelumnya. Ilmu pengetahuan barat di masa awal yang membahas Sutra Intan telah diringkas oleh Müller.

Terjemahan Sutra Intan ke dalam Bahasa Mandarin yang pertama diperkirakan telah dilakukan pada tahun 401 SM oleh yang mulia Kumārajīva.

Gaya terjemahan Kumārajīva sungguh berbeda bila dibandingkan dengan terjemahan literal yang akurat. Karya terjemahannya memiliki kelembutan yang mengalir yang mencerminkan caranya membuat prioritas dalam menyampaikan arti.

Karya terjemahan Kumārajīva sangat dihargai selama berabad-abad, dan versi miliknya lah yang tampil pada gulungan kitab Dunhuang 868 SM.

Sebagai tambahan dari karya terjemahan Kumārajīva, masih ada beberapa terjemahan lainnya yang dibuat setelah itu.

Sutra Intan kemudian diterjemahkan lagi dari Bahasa Sansekerta ke dalam Bahasa Mandarin oleh Bodhirucci pada tahun 509 SM, oleh Paramārtha pada tahun 558 SM, oleh Xuanzang pada tahun 648 SM, dan oleh Yijing pada tahun 703 SM.


Isi dan Ajaran

Seperti layaknya sutra-sutra agama Buddha lainnya, Sutra Intan dimulai dengan frase “Demikianlah yang aku dengar” (Bahasa Sansekerta: eva mayā śrutam).

Dalam sutra tersebut, Sang Buddha telah selesai melakukan perjalanan harian-Nya bersama dengan para bhiksu untuk mengumpulkan makanan. Beliau kemudian duduk untuk beristirahat.

Subhūti kemudian datang kepada-Nya dan mengajukan sebuah pertanyaan.

Dari pertanyaan tersebut berlanjut menjadi sebuah percakapan yang membahas mengenai sifat alamiah persepsi.

Buddha sering menggunakan frase paradoksal (sepertinya kontradiktif tapi sebenarnya benar) seperti, “Yang disebut sebagai ajaran tertinggi adalah bukan ajaran tertinggi.”

Secara umum, orang menganggap Sang Buddha sedang berusaha membantu Subhūti untuk belajar meninggalkan prasangka dan gagasan sempitnya mengenai sifat asli dari kenyataan dan pencerahan.

Sebuah daftar yang berisi metafora (perumpamaan) yang jelas mengenai ketidakkekalan tertulis dalam sajak empat baris yang berada di bagian akhir sutra tersebut:

          Semua fenomena yang berkondisi
          Adalah bagaikan mimpi, ilusi, gelembung, ataupun bayangan;
          Bagaikan tetesan embun, atau kilatan petir;
          Begitulah seharusnya mereka direnungkan.


Dalam Aliran Zen

Karena pembacaan Sutra Intan dapat diselesaikan dalam waktu 40-50 menit, ia seringkali dihafal dan dibaca di dalam biara-biara Buddhis. Sutra ini sangat populer di kalangan agama Buddha Mahayana selama lebih dari satu milenium.



Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School

No comments:

Post a Comment