Pages

Wednesday, September 28, 2011

28-9-2011 [16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [4] – Aturan (Sila)]


16-9-2011 Back to Basics [4] - The Precepts
16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [4] – Aturan (Sila)
Translated by Lotus Nino Candra


The Precepts

The precepts are a condensed form of Buddhist ethical practice. They are often compared with the ten commandments of Christianity, however, the precepts are different in two respects: First, they are to be taken as recommendations, not commandments. This means the individual is encouraged to use his/her own intelligence to apply these rules in the best possible way. Second, it is the spirit of the precepts -not the text- that counts, hence, the guidelines for ethical conduct must be seen in the larger context of the Eightfold Path.

The first five precepts are mandatory for every Buddhist, although the fifth precept is often not observed, because it bans the consumption of alcohol. Precepts no. six to ten are laid out for those in preparation for monastic life and for devoted lay people unattached to families. The eight precepts put together number eight and nine and omit the tenth. Lay people may observe the eight precepts on Buddhist festival days. Ordained Theravada monks undertake no less than 227 precepts, which are not listed here.

I undertake to observe the precept to abstain from ...
1. ...harming living beings.
2. ...taking things not freely given.
3. ...sexual misconduct.
4. ...false speech.
5. ...intoxicating drinks and drugs causing heedlessness.
6. ...taking untimely meals.
7. ...dancing, singing, music and watching grotesque mime.
8. ...use of garlands, perfumes and personal adornment.
9. ...use of high seats.
10. ...accepting gold or silver.

(adapted from The Word of the Buddha, Niyamatolika, The Buddhist Publication Society, 1971, p xii)

The above phrasing of the precepts is very concise and leaves much open to interpretation. One might ask, for example, what exactly constitutes false speech, what are untimely meals, what constitutes sexual misconduct, or whether a glass of wine causes heedlessness. And, the grotesque mime watching of the seventh precept sounds perhaps a bit outdated.

The Buddhist master Thich Nath Hanh has formulated The Five Mindfulness Trainings, which are an adaptation of the first five Buddhist precepts. These are practised by Buddhists of the Lam Te Dhyana school. By virtue of their sensible phrasing and their relevance to modern lifestyle, these "trainings" provide a valuable foundation of ethics for all of humanity.


The Five Mindfulness Trainings
(according to Thich Nath Hanh, www.plumvillage.org)

-First Training-

Aware of the suffering caused by the destruction of life, I am committed to cultivating compassion and learning ways to protect the lives of people, animals, plants, and minerals. I am determined not to kill, not to let others kill, and not to condone any act of killing in the world, in my thinking, and in my way of life.


-Second Training-

Aware of the suffering caused by exploitation, social injustice, stealing, and oppression, I am committed to cultivate loving kindness and learn ways to work for the well-being of people, animals, plants, and minerals. I am committed to practice generosity by sharing my time, energy, and material resources with those who are in real need. I am determined not to steal and not to possess anything that should belong to others. I will respect the property of others, but I will prevent others from profiting from human suffering or the suffering of other species on Earth.


-Third Training-

Aware of the suffering caused by sexual misconduct, I am committed to cultivate responsibility and learn ways to protect the safety and integrity of individuals, couples, families, and society. I am determined not to engage in sexual relations without love and a long-term commitment. To preserve the happiness of myself and others, I am determined to respect my commitments and the commitments of others. I will do everything in my power to protect children from sexual abuse and to prevent couples and families from being broken by sexual misconduct.


-Fourth Training-

Aware of the suffering caused by unmindful speech and the inability to listen to others, I am committed to cultivate loving speech and deep listening in order to bring joy and happiness to others and relieve others of their suffering. Knowing that words can create happiness or suffering, I am committed to learn to speak truthfully, with words that inspire self-confidence, joy, and hope. I am determined not to spread news that I do not know to be certain and not to criticise or condemn things of which I am not sure. I will refrain from uttering words that can cause division or discord, or that can cause the family or the community to break. I will make all efforts to reconcile and resolve all conflicts, however small.


-Fifth Training-

Aware of the suffering caused by unmindful consumption, I am committed to cultivate good health, both physical and mental, for myself, my family, and my society by practising mindful eating, drinking, and consuming. I am committed to ingest only items that preserve peace, well-being, and joy in my body, in my consciousness, and in the collective body and consciousness of my family and society. I am determined not to use alcohol or any other intoxicant or to ingest foods or other items that contain toxins, such as certain TV programs, magazines, books, films, and conversations. I am aware that to damage my body or my consciousness with these poisons is to betray my ancestors, my parents, my society, and future generations. I will work to transform violence, fear, anger, and confusion in myself and in society by practising a diet for myself and for society. I understand that a proper diet is crucial for self-transformation and for the transformation of society.

Extracted from thebigview.com

===
16-9-2011 Mengingat kembali ajaran-ajaran utama [4] – Aturan (Sila)
 Translated by Lotu 


Sila-sila

Sila adalah praktek etika (moral) dalam agama Buddha yang telah diringkas detilnya. Bila dibandingkan dengan standar agama Katolik, maka sila ini seperti Sepuluh Perintah Allah, tapi sila-sila Buddhis berbeda dalam 2 hal: Pertama, mereka diperlakukan sebagai rekomendasi, bukan perintah. Ini berarti seseorang dianjurkan untuk menggunakan kecerdasannya untuk mengaplikasikan aturan-aturan ini dengan cara yang terbaik. Kedua, adalah jiwa dari sila itu sendiri – bukan teks (tulisannya) – yang diperhitungkan, oleh karenanya panduan untuk tindakan bermoral harus dilihat dalam konteks yang lebih besar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Lima sila pertama adalah sebuah keharusan bagi setiap umat Buddha, meski sila yang ke-lima sering tidak dijalankan berhubung sila tersebut melarang konsumsi alkohol. Sila ke-enam sampai dengan ke-sepuluh diberikan bagi mereka yang mempersiapkan kehidupan biara dan untuk praktisi awam yang tidak terikat pada keluarganya. Dasa (sepuluh) sila ini bisa diringkas menjadi Attha (delapan) sila dengan menggabungkan sila ke-delapan dan sila ke-sembilan menjadi satu, lalu menghapus sila yang ke-sepuluh (kini total menjadi Delapan sila). Praktisi awam bisa menjalankan Delapan sila pada hari-hari raya Buddhis. Sebagai informasi, para Bhiksu/Bhiksuni Theravada harus menjalankan tidak kurang dari 227 sila (yang tidak disebutkan di sini).

Saya berusaha menjalankan sila untuk berpantang...
1. ... menyakiti/melukai mahluk hidup.
2. ... mengambil barang yang tidak diberikan kepada saya.
3. ... melakukan seks yang tidak layak.
4. ... berbohong dan berbicara yang tidak benar.
5. ... mengkonsumsi minuman yang memabukkan dan narkoba (yang menyebabkan lepas kontrol dan bertindak sembrono).
6. ... makan sebelum waktunya.
7. ... menari, menyanyi, mendengarkan musik dan menonton lawakan yang aneh [catatan penerjemah: ‘menonton lawakan aneh’ ini sudah ketinggalan jaman. Dari referensi lain dan sesuai dengan perkembangan jaman, bagian tersebut telah dirubah menjadi: menonton acara hiburan]
8. ... menggunakan kalung, parfum dan perhiasan & perawatan tubuh (kosmetik).
9. ... berbaring/beristirahat di atas tempat tidur yang mewah.
10. ... menerima emas atau perak (uang).

(disadur dari The Word of the Buddha, Niyamatolika, The Buddhist Publication Society, 1971, hal xii)

Cara sila-sila tersebut diutarakan sudahlah sangat ringkas dan membuka kesempatan untuk berbagai interpretasi. Seseorang bisa saja bertanya, misalkan, bagaimana saja yang bisa disebut sebagai ‘kebohongan’? bagaimana penjelasan ‘makan yang tidak pada waktunya’? bagaimana yang dimaksud dengan ‘seks yang tidak layak’? atau apakah segelas anggur akan menyebabkan kita menjadi mabuk dan bertindak sembrono? Dan, ‘menonton lawakan aneh’ dari sila ke-tujuh terdengar sedikit ketinggalan jaman.

Ahli Buddhis yang bernama Thich Nath Hanh, telah memformulasikan Pelatihan Lima Kesadaran, yang merupakan adaptasi dari lima sila Buddhis yang pertama. Latihan tersebut dipraktekkan oleh para umat Buddhis dari ordo Lam Te Dhyana. Berdasarkan cara pengutaraan mereka yang bijaksana dan relevansinya terhadap gaya hidup moderen, ‘latihan-latihan’ ini menjadi sebuah fondasi moral yang berharga untuk semua umat manusia.


Pelatihan Lima Kesadaran
(menurut Thich Nath Hanh, www.plumvillage.org)

- Pelatihan Pertama -

Dengan menyadari penderitaan yang disebabkan oleh penghancuran kehidupan, saya berjanji untuk melatih welas asih dan mempelajari cara-cara untuk melindungi kehidupan umat manusia, hewan, tumbuhan, dan mineral. Saya memutuskan untuk tidak membunuh, tidak membiarkan orang lain membunuh, dan tidak memaafkan tindakan pembunuhan apapun di dunia ini, di dalam pikiran saya, dan dalam cara saya menjalani kehidupan.


- Pelatihan Ke-dua –

Dengan menyadari penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan sosial, mencuri, dan penindasan, saya berjanji untuk melatih welas asih dan mempelajari cara-cara untuk memberikan manfaat bagi umat manusia, hewan, tumbuhan, dan mineral. Saya berjanji untuk mempraktekkan kemurahan hati dengan membagikan waktu, energi, dan materi-materi saya untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. Saya memutuskan untuk tidak mencuri dan memiliki apapun yang seharusnya menjadi milik orang lain. Saya akan menghormati hak milik orang lain, tapi saya akan mencegah orang lain untuk mengambil keuntungan dari penderitaan manusia atau penderitaan spesies-spesies lain di atas bumi ini.


- Pelatihan Ke-tiga -

Dengan menyadari penderitaan yang disebabkan oleh perilaku seks yang tidak layak, saya berjanji untuk melatih rasa tanggung jawab dan mempelajari cara-cara untuk melindungi keamanan dan integritas para individu, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Saya memutuskan untuk tidak menjalin (terlibat dalam) hubungan seks tanpa rasa cinta dan komitmen jangka panjang. Demi menjaga kebahagiaan diri saya sendiri dan orang lain, saya memutuskan untuk menghormati komitmen-komitmen saya dan komitmen-komitmen orang lain. Saya akan melakukan semaksimal mungkin untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dan untuk mencegah para pasangan dan keluarga dari perpecahan yang disebabkan oleh perilaku seks yang tidak layak.


- Pelatihan Ke-empat –

Dengan menyadari penderitaan yang disebabkan oleh ucapan yang sembarangan dan ketidakmampuan untuk mendengarkan orang lain, saya berjanji untuk melatih ucapan saya agar penuh dengan kasih sayang dan berlatih mendengarkan dengan baik sehingga mampu mendatangkan kebahagiaan dan kegembiraan bagi orang lain dan mengurangi penderitaan orang lain.
Dengan menyadari bahwa kata-kata dapat menciptakan kebahagiaan ataupun penderitaan, saya berjanji untuk belajar berbicara dengan jujur, dengan kata-kata yang menginspirasi kepercayaan diri, kegembiraan dan harapan. Saya memutuskan untuk tidak menyebarkan berita yang saya sendiri tidak mengetahuinya secara pasti dan tidak mengkritik atau mengutuk hal-hal yang saya sendiri tidak yakin akan faktanya. Saya akan menahan diri dari mengucapkan kata-kata yang dapat menyebabkan perpecahan atau perselisihan, atau yang dapat menyebabkan perpecahan di dalam keluarga atau komunitas. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan dan menyelesaikan semua konflik, betapapun kecilnya hal (konflik) tersebut.


- Pelatihan Ke-lima –

Dengan menyadari penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi yang di luar batas, saya berjanji untuk hidup dengan sehat, melatih fisik dan mental, demi diri saya sendiri, keluarga saya, dan masyarakat dengan melatih kesadaran dalam aktivitas makan, minum dan konsumsi, Saya berjanji untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat mempertahankan kedamaian, kesehatan, dan suka cita di dalam tubuh saya, kesadaran saya, dan keseluruhan tubuh dan kesadaran keluarga saya dan masyarakat. Saya memutuskan untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau barang-barang lain yang memabukkan atau mengkonsumsi makanan atau item-item lain yang merusak, seperti acara-acara televisi, majalah, buku, film, dan percakapan-percakapan tertentu.
Saya sadar bahwa untuk melukai tubuh dan kesadaran saya dengan racun-racun tersebut sama saja dengan mengkhianati leluhur saya, orang tua saya, masyarakat, dan generasi-generasi selanjutnya. Saya akan berusaha untuk merubah kekerasan, ketakutan, kemarahan, dan kebingungan di dalam diri saya dan masyarakat dengan mempraktekkan pola makan yang benar bagi diri saya sendiri dan masyarakat. Saya paham bahwa makanan yang pantas adalah faktor yang penting bagi perubahan diri dan perubahan masyarakat.


Diekstrak dari thebigview.com


Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School

No comments:

Post a Comment