Pages

Wednesday, April 2, 2014

Sebuah Bacaan Menarik – Panduan Mengenai Agama Buddha di Jepang oleh Bhiksu Jepang Asli [1]


Dibagikan dengan anotasi oleh Lotuschef – 11 Februari 2014
Diterjemahkan oleh Lotus Nino
Sumber: An interesting read – The Real Japanese Monk’s Guide To Buddhism In Japan [1]


Saichou (Dengyou Daishi)
Aku menemukan artikel yang menarik dan cukup informatif dari Lotus NN.
Silakan membaca dan menikmatinya! :)

Panduan Mengenai Agama Buddha di Jepang oleh Bhiksu Jepang Asli

6 Februari 2014, oleh Mami, 56 Komentar.
Mengutip dari sumber: The Real Japanese Monk’s Guide To Buddhism In Japan


Berbagai perbedaan di antara Aliran Agama Buddha di Jepang


Menurut “Laporan Statistik Tahunan Jepang 2014” yang dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri dan Komunikasi di tahun 2014, sekitar 84,7 juta orang di Jepang dianggap beragama “Buddha” tanpa mempertimbangkan apakah mereka “mempraktikkan Agama Buddha” ataupun tidak. Di sana juga ada berbagai aliran Agama Buddha, yang terlalu banyak untuk dipelajari lewat satu artikel ini saja. Ada sekitar 59 aliran utama yang berafiliasi dengan Federasi Penganut Agama Buddha Jepang dan itu juga belum mencakup semuanya. Aku sendiri tak bisa memperkenalkan semuanya, jadi di sini aku akan berfokus pada 13 aliran utama dan sejarahnya di Jepang.


Untuk memudahkanmu dalam perjalanan ini, aku telah membuat diagram “bernuansa Buddha” yang bisa kamu gunakan sebagai panduan. Ada banyak aliran dan akan hal tersebut akan cukup membingungkan, sehingga diagram ini sangat menolongku (dan kuharap akan turut menolong teman-teman pembaca juga!)


Agama Buddha Nara – Enam Aliran (Sektor) Nanto


Vihara Todaiji, foto oleh David Offf
Saat masa berubah dari Asuka (550-710) ke Nara (710), yang terjadi karena ibukota dipindahkan dari Asuka ke Nara (Kanto), para duta Jepang yang dinamakan Kentoushi membawa kembali agama Buddha akademik dari China (Dinasti Tang), dan orang-orang mulai mempelajarinya di vihara-vihara di Nara.

Agama Buddha akademik diklasifikasikan dan dibagi ke dalam 6 sektor yang dinamakan Enam Sektor Nanto
(南都六宗/なんとりくしゅう):
– 三論 (Sanron) : Tiga Risalah
– 成実 (Joujitsu) : Fondasi Kebenaran
– 倶舎 (Kusha) : Pembelajaran Abhidharma-kosha
– 法相 (Hossou) : Pikiran Semata
– 華厳 (Kegon) : Avatamsaka
– 律 (Ritsu) : Aturan Disiplin Sila


Sektor Hossou


Di antara enam sektor tersebut, Hossou (juga dikenal sebagai Yuishiki) adalah sektor yang mempelajari Yogacara, yang berasal dari India. Hingga sekarang masih dipelajari di dua vihara utama, Koufukuji dan Yakushiji, dan tetap mempertahankan tradisinya hingga di masa moderen ini.
Di dalam sektor ini, para umat buddha menyelami pikiran mereka sendiri dan dunia fana ini untuk menyadari bahwa semua hal berubah dan tak ada satupun yang kekal.
Berbeda dengan prinsip-prinsip Sokushin- Joubutsu (即身成仏) dalam agama buddha aliran Esoterik, yang percaya bahwa pencerahan bisa dicapai dalam tubuh sekarang ini, sektor Hossou membangun teori bahwa ada perbedaan pada tiap-tiap insan dan tak setiap orang bisa dengan mudahnya menjadi seorang Buddha.


Sebenarnya, sektor Hossou dan Kusha dikenal dengan ajaran-ajarannya yang sangat rumit hingga ada sebuah ungkapan “3 tahun untuk Hossou, 8 tahun untuk Kusha”.


Sektor Kegon


Kegon, adalah sebuah sektor yang secara khusus mempelajari Sutra Avatamsaka dan vihara utamanya adalah Todaiji yang terkenal.
Di dalam vihara tersebut terdapat Rupang Buddha Vairocana yang merupakan Buddha Adiwarna Cemerlang di dalam Avatamsaka, yang dibangun tahun 752 M. Kaisar Shomu juga membangun vihara-vihara yang dinamakan Kokubunji di berbagai provinsi demi perlindungan spiritual Jepang. Vihara Todaiji merupakan Kokubunji dari Provinsi Yamato (yang sekarang adalah Prefektur Nara) dan juga dinobatkan sebagai vihara utama yang mengepalai vihara-vihara Kokubunji di Jepang.

Di Kegon, ada sebuah ungkapan: “Satu sama dengan banyak dan banyak sama dengan satu.
Mereka membabarkan ajaran untuk mencapai penyatuan ide-ide dengan kutub lawan dari ide-ide tersebut.

Seperti yang kamu bisa lihat dari kalimat terakhir di atas, sektor ini sangat filosofis.


Sektor Ritsu


Di awal 754, seorang bhiksu tiongkok bernama Jianzhen (688 – 763 M), yang juga dikenal sebagai Ganjin, melakukan perjalanan ke Nara, Jepang.
Ia membangun vihara Toushoudaiji di Nara dan membabarkan ajaran Buddha aliran Ritsu, yang mentransmisikan dam mempelajari sila-sila Vinaya agama Buddha.

Ganjin dikatakan telah melakukan Jukai (授戒), yang berarti “mewariskan sila”, dan hal ini telah dilakukan kepada lebih dari 40.000 orang.

Secara garis besar, fitur utama dari Agama Buddha Nara adalah ia mendukung ide perlindungan untuk negara.


Agama Buddha Heian – Dua Sektor Heian



Gunung Hiei, foto oleh Casek

Kaisar Konin (770 – 781 M) tak suka bagaimana beberapa kelompok pemeluk agama Buddha bisa turut campur dalam urusan pemerintahan, jadi setelah anaknya menjadi Kaisar Kanmu (781 – 806 M), ia memindahkan ibukota negara dari Heijoukyou ke Heiankyou di tahun 794 M dan meninggalkan para umat Buddha Nara di ibukota lama.
Karena hal tersebut, terjadi kekosongan masa keagamaan di Heiankyou dan itu menjadi sebuah kesempatan yang mendukung munculnya agama Buddha jenis baru: Sektor Tendai dan Sektor Shingon.
Tahun 804 M, 10 tahun setelah ibukota baru telah dipilih, Saichou, yang kemudian mendirikan Sektor Tendai, dan Kuukai, yang kemudian mendirikan Sektor Shingon, melakukan perjalanan ke China untuk belajar sebagai duta Kentoushi.
Dua sektor tersebut dinamakan “Dua Sektor Heian” (平安二宗/へいあんにしゅう).

Saichou: Sektor Tendai


Di Jepang, Saichou mendirikan agama buddha Jepang aliran Tendai.
Di umurnya yang ke-19, ia menerima Gusokukai, yang merupakan bentuk pentahbisan yang lebih tinggi di Vihara Todaiji, dan secara resmi menjadi bhiksu. Namun, 3 bulan kemudian, ia pergi ke Gunung Hiei, yang merupakan sebuah gunung yang tak tersentuh oleh seorang manusiapun sampai saat itu, dan di sana sebuah membangun gubuk jerami yang sunyi dan ia namakan sebagai Vihara Ichijoshikanin, yang kemudian menjadi Vihara Enryakuji.
Saat di sana, Saichou membuat sumpah bahwa ia tak akan turun dari gunung, ataupun memberikan ajaran kepada orang-orang, sebelum enam sumbernya (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran) tersucikan dari emosi-emosi yang menganggu (bahagia, marah, sedih, nikmat, cinta, dan benci).
Dan ternyata ia membutuhkan 12 tahun untuk menyelesaikan pelatihannya di gunung itu.
Gaya pelatihan seperti ini masih ada dan masih dipraktikkan di Vihara Joudoin, Pagoda Sebelah Barat di Gunung Hiei.

Pelatihan dan pembelajaran Saichou bahkan diakui sepenuhnya oleh sang kaisar dan ia dipilih sebagai seorang pendeta untuk belajar ke luar negeri di umurnya yang ke-35.
Di China (Tang), ia belajar agama Buddha aliran Tendai selama 8 bulan dan setelah kembali ke Jepang, ia mendirikan agama buddha Jepang aliran Tendai.

Saat sektor Tendai di Jepang dimulai, ia mengawali dengan mengevaluasi ulang agama buddha Nara dan menyadari ada banyak masalah di sana.
Tiga kritik yang dilontarkannya adalah:

  1. Agama Buddha Nara tidak praktis, terlalu berkecimpung dalam teori, sedangkan praktiknya hanya sebatas formalitas belaka.
  2. Agama Buddha Nara terhubung dengan kekuatan politik.
  3. Di dalam agama Buddha Nara, tak setiap orang bisa mencapai pencerahan dan memasuki Nirwana.

Oleh karenanya, Saichou mengkritik Enam Sektor Agama Buddha Nanto yang terutama mempelajari doktrin-doktrin perlindungan negara.

Lebih lanjut lagi, berdasarkan yang tertulis dalam Sutra Teratai, ia bersikeras menanamkan kepercayaan “Issaishujoushitsuubusshou” (一切衆生悉有仏性), yang berarti setiap orang punya sifat sejati Buddha (Tathagathagarbha) dalam diri mereka masing-masing dan mampu mencapai Nirwana, sedangkan agama buddha Nara berpendirian bahwa tak setiap orang mampu melakukannya.

Dengan cara ini, Saichou mencoba memisahkan dirinya dari agama buddha Nara, namun tetap mengatur bahwa bila orang-orang ingin menjadi bhiksu yang resmi, mereka masih harus menerima sila di Vihara Todaiji seperti yang dilakukan oleh Saichou sendiri di masa lalu.
Kemudian, Saichou memohon kepada Istana Kerajaan Jepang untuk membangun Aula Pentahbisan untuk Konfirmasi Pemeluk Agama Buddha yang didirikan oleh agama buddha aliran Tendai.
Ia menjelaskan pada otoritas yang kompeten bahwa Sektor Tendai mampu mengayomi para biksu Buddhis yang disucikan lewat pelatihan di Gunung Hiei, dan dengan melakukan hal tersebut akan menghasilkan perlindungan negara yang dicari.

Saichou, sayangnya, tak hidup cukup lama untuk melihat hal tersebut terealisasikan, namun tak lama setelah kematiannya hal tersebut memang terealisasikan. Sebuah persetujuan dari kerajaan mengenai aula pentahbisan dikabulkan dalam 7 hari setelah Saichou wafat dan Sektor Tendai secara resmi didirikan, baik dalam nama maupun substansinya, sebagai sebuah aliran agama yang independen.

Ajaran-ajaran Saichou dan “Obor Dharma yang Tak Terpadamkan”, telah diwariskan hingga masa modern ini kepada para bhiksu di Gunung Hiei.

Kutipan dari Saichou yang terkenal bisa di lihat di seputar Gunung Hiei: “Seorang manusia yang menerangi sebuah sudut sungguhlah merupakan sebuah harta negara” (dari “Peraturan-peraturan untuk Murid Aliran Gunung”).

Saichou menjelaskan kutipannya bahwa “siapapun yang mau berusaha akan menjadi pusaka negara yang berharga, di manapun ia berada, atau apapun profesinya”.

Ajaran-ajarannya mengandung banyak elemen yang berhubungan dengan Agama Buddha Esoterik Shingon dan ajaran-ajaran Sektor Joudo, dan oleh karenanya Gunung Hiei berfungsi sebagai sebuah Universitas Agama Buddha.

Para pendiri Agama Buddha Kamakura yang mendatang, seperti Hounen, Shinran, Dougen, dan Nichiren, semua belajar di sini dan kemudian membangun ajaran-ajarannya sendiri.

*Sebagai catatan tambahan, Sauchou sangat ketat mengenai konsumsi alkohol. Ia yang meminum alkohol tak diperbolehkan untuk menjadi bhiksu.


[bersambung]

No comments:

Post a Comment