Pages

Thursday, November 8, 2012

Lotuschef Berbagi Dasar-dasar Ajaran – Bhumi (dalam Agama Buddha)




Dibagikan oleh Lotuschef dari Wikipedia – 25 Oktober 2012
Diterjemahkan oleh Lotus Nino
Sumber: Lotuschef in Sharing Fundamentals – Bhūmi (Buddhism)
Pranala Sumber: Wikipedia – Bhumi (Buddhism)

Image © Fujino Shokan

Sepuluh Bhumi Bodhisattva (dari Bhs. Sansekerta; Bhs. Tibet: byang chub sems dpa'i sa, tingkat pencerahan insan) adalah sepuluh tingkat jalan pencerahan bodhisattva dalam Mahayana.
Istilah Sansekerta “bhumi” berarti “tanah” atau “fondasi”. Setiap bhumi mewakili tingkat pencapaian dan menjadi landasan untuk pencapaian tingkat selanjutnya. Setiap tingkat juga menunjukkan tingkat kemajuan yang jelas yang menunjukkan hasil latihan si praktisi, yaitu dengan disertainya kekuatan spiritual dan kebijaksanaan yang lebih besar.


Lima Jalan


Bhumi merupakan sub-kategori dari Lima Tahap (pañcamārga, transliterasi Wylie: lam lnga):
  1. Tahap Mengumpulkan Bekal (Sambhara-marga, Wylie: tshogs lam). Mereka yang berada di tahap ini:
    1. Punya hasrat yang kuat untuk mengatasi penderitaan, baik diri mereka sendiri ataupun insan lain;
    2. Meninggalkan kehidupan duniawi.
  2. Tahap persiapan atau aplikasi (prayoga-marga, Wylie: sbyor lam). Mereka yang berada di tahap ini:
    1. Mulai melatih meditasi;
    2. Punya pengetahuan analitis akan kekosongan (shunyata).
  3. Tahap Melihat (darsana-marga, Wylie: mthong lam). Mereka yang berada di tahap ini:
    1. Melatih meditasi konsentrasi yang mendalam akan sifat sejati dari realitas;
    2. Menyadari kosongnya realitas.
  4. Tahap Meditasi (bhavana-marga, Wylie: sgom lam). Mereka yang berada di tahap ini akan menyucikan diri mereka sendiri dan mengumpulkan kebijaksanaan.
  5. Tahap Tiada Lagi Pembelajaran atau Penyempurnaan (asaiksa-marga, Wylie: mi slob pa’I lam atau thar phyin pa'i lam). Mereka yang berada di tahap ini telah sempurna menyucikan diri mereka.
Dalam melatih dan menjalani tahap-tahap tersebut semuanya dimulai dengan Bodhicitta, harapan untuk menyeberangkan semua insan. Saat membuat komitment Sumpah Bodhisattva, Bodhicitta Niat (Aspirasi) akan berubah menjadi Bodhicitta Pelayanan. Dengan tahapan tersebut, si praktisi menjadi seorang Bodhisattva dan memasuki lima jalan pelatihan.
Sebelum berhasil mencapai sepuluh bhumi, bodhisattva menempuh dua yang pertama dari lima tahapan dalam Mahayana:
  1. Tahap Mengumpulkan Bekal
  2. Tahap Persiapan
Sepuluh bhumi bodhisattva dikelompokkan ke dalam tiga tahapan yang bersambung seperti berikut:
  1. Bhumi 1: Tahap Melihat
  2. Bhumi 2-7: Tahap Meditasi
  3. Bhumi 8-10: Tahap Tiada Lagi Pembelajaran
Dalam agama Buddha aliran Hua-yen, ada 40 tahap sebelum memasuki bhumi pertama:
  • 10 iman
  • 10 kediaman
  • 10 pelatihan
  • 10 pelimpahan pahala kebajikan

Dalam agama Buddha aliran Tientai, mereka yang mempraktikkan “ajaran yang sempurna” berarti telah setara dengan pancapaian arahat hanya dengan iman yang ke-4.

Literatur Mahayana sering menjelaskan mengenai “dua rintangan” (Wylie: sgrib gnyis):
  1. “Rintangan emosi khayalan yang menipu” (Bhs. Sansekerta: kleśa-varaa, Wylie: nyon-mongs-pa'i sgrib-ma).
  2. “Rintangan pengetahuan” (Bhs. Sansekerta: jñeyāvaraa, Wylie: shes-bya'i sgrib-ma).
Rintangan emosi khayalan akan teratasi saat berhasil mencapai Tahap Melihat, dan rintangan pengetahuan akan teratasi saat menjalani Tahap Meditasi. Namun tidak semua aliran buddhis setuju dengan pernyataan tersebut, seperti Bhiksu Son dari Korea yang bernama Kihwa, menyatakan bahwa rintangan pengetahuan hanya bisa teratasi setelah mencapai bhumi ke-10.

Sepuluh Bhumi

Sutra Avatamsaka menjelaskan sepuluh bhumi sebagai berikut:
  1. Bhumi pertama – Yang Sangat Gembira (Skt. Paramudita), di mana ia berbahagia karena berhasil merealisasikan sebagian aspek kebenaran.
  2. Bhumi ke-dua – Tak Bernoda (Skt. Vimala), di mana ia bersih dari semua kekotoran.
  3. Bhumi ke-tiga – Yang Bercahaya Terang (Skt. Prabhakari), di mana ia memancarkan cahaya kebijaksanaan.
  4. Bhumi ke-empat – Yang Cemerlang (Skt. Archishmati), di mana api kebijaksanaan yang cemerlang membakar semua nafsu duniawi.
  5. Bhumi ke-lima – Yang Susah Dilatih (Skt. Sudurjaya), di mana ia mengatasi ilusi kegelapan (kebodohan) dengan Jalan Tengah.
  6. Bhumi ke-enam – Pengejawantahan Nyata (Skt. Abhimukti), di mana kebijaksanaan unggul mulai termanifestasi.
  7. Bhumi ke-tujuh – Telah Berjalan Jauh (Skt. Duramgama), di mana ia telah melampaui Dua Kendaraan (Sravaka-yana dan Pratekyabuddha-yana).
  8. Bhumi ke-delapan – Yang Tak Bergeming (Skt. Achala), di mana ia punya kekokohan akan Jalan Tengah, dan berbagai macam fenomena tak dapat mengganggunya.
  9. Bhumi ke-sembilan – Kecerdasan yang Baik (Skt. Sadhumati), di mana ia membabarkan Ajaran Dharma dengan leluasa dan tanpa halangan.
  10. Bhumi ke-sepuluh – Awan Ajaran Dharma (Skt. Dharmamegha), di mana ia sudah mampu memberi manfaat pada semua insan dengan Ajaran Dharma, bagaikan awan yang memberi hujan pada segala sesuatu dengan seimbang dan adil (imparsial).

 

Bhumi ke-1, Yang Sangat Gembira


Bhumi pertama, yang dinamakan “Sangat Gembira”, akan tercapai dengan pengetahuan langsung akan kekosongan (shunyata) dan bersamaan saat melangkah masuk ke tahap ke-3 dari Lima Tahap Pencerahan – Tahap Melihat. Ia dinamakan “sangat gembira” karena bodhisattva berusaha menyempurnakan kemurahan hati dan mengembangkan kemampuan untuk mampu merelakan segalanya tanpa ada penyesalan dan tanpa mengharapkan pamrih dan pujian (untuk dirinya sendiri). Semua fenomena dilihatnya sebagai kosong dan pasti akan mengalami kerusakan, penderitaan, dan kematian; begitulah adanya maka para bodhisattva akan kehilangan kemelekatan terhadap semuanya itu. Menurut Je Tsongkhapa, para bodhisattva di tingkat pertama ini langsung memahami bahwa fenomena bentuk manusia tak punya jati diri; oleh karenanya, mereka mampu mengatasi konsep salah yang mengatakan bahwa lima agregat membentuk diri manusia sesungguhnya. Mereka juga sepenuhnya menghapus kecenderungan terhadap etika yang merusak sehingga hal-hal tersebut tidak muncul lagi.

Meski telah mampu memahami kekosongan, para bodhisattva di tingkat ini kebanyakan masih termotivasi oleh iman. Mereka melatih etika perbuatannya untuk menghapuskan hal-hal negatif dari pikiran mereka dan dengannya mereka mempersiapkan diri untuk melatih penyerapan meditatif duniawi yang akan muncul pada tingkat selanjutnya (ke-2).


Bhumi ke-2, Tak Bernoda


Para Bodhisattva di tingkat ke-2, “Tak Bernoda”, menyempurnakan etika dan mengatasi semua tendensi untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Pengendalian dirinya menjadi sebegitu sempurnanya hingga di dalam mimpi mereka juga tak punya pikiran-pikiran yang tak bermoral. Menurut Je Tsongkhapa, bodhisattva ini “di segala waktu, baik saat sadar maupun tidur, semua gerakan atau aktivitas tubuh, ucapan, dan pikirannya selalu bersih tanpa ada sedikitpun pelanggaran... ia menyempurnakan 3 kebajikan: tidak membunuh, mencuri, maupun melakukan seks yang menyimpang – dengan tubuhnya; kemudian juga 4 jalur pertengahan: tidak berbohong, ucapan yang memecah-belah, kata-kata kasar, dan pembicaraan yang tak berguna – dengan ucapannya; dan 3 jalur yang terakhir: tidak tamak, pikiran jahat, dan pandangan yang keliru (menyimpang) – dengan pikirannya. Tak hanya menahan diri dalam mengatasi larangan-larangan tersebut, tapi ia juga menyempurnakan berbagai pencapaian positifnya yang berhubungan dengan etika perbuatan.”

Dan menurut Nagarjuga:
Tingkat ke-2 ini dinamakan Tanpa Noda
Karena kesemua 10 perbuatan bajik
Yang dilakukan oleh tubuh, ucapan, dan pikirannya tiada bernoda
dan oleh karenanya mereka secara alami mematuhi [aturan etika perbuatan].
Dengan matangnya [kualitas-kualitas yang baik ini]
Kesempurnaan etika perbuatan menjadi unggul.
Mereka menjadi Cakrawartin* yang menolong para insan,
Para pemimpin empat benua dan tujuh obyek berharga yang mulia.

*) Chakrawartin {atau Cakravartin, atau Cakkavatti} merujuk kepada sosok seorang penguasa jagat yang ideal, seorang maharaja yang bijaksana dan welas asih kepada seluruh makhluk di dunia.

Karena hal tersebut, pikiran bodhisattva menjadi tersucikan dan berada dalam kendali total, yang merupakan prasyarat untuk melatih empat meditasi penyerapan (dhyana) dan empat penyerapan tanpa bentuk (arupya-samapattis).


Bhumi ke-3, Yang Bercahaya Terang


Je Tsongkhapa menjelaskan bahwa bhumi ke-3 disebut sebagai “Yang Bercahaya Terang” karena saat telah tercapai maka “api kebijaksanaan akan membakar semua energi obyek pengetahuan yang muncul bersama dengan sinar yang secara alami mampu menghancurkan semua elaborasi dualitas saat berada dalam kestabilan meditatif.” Bodhisattva di tingkat ini melatih kesempurnaan kesabaran. Kestabilan mereka menjadi sangat mendalam hingga bila ada orang yang... memotong, tidak hanya daging tapi juga tulang, dari tubuh bodhisattva ini, bukan bagian besar melainkan kecil-kecil sedikit demi sedikit, tidak secara terus-menerus melainkan berhenti-berhenti sejenak, dan tidak diselesaikan secara cepat melainkan memotongnya dalam jangka waktu panjang, sang bodhisattva tidak akan marah pada orang yang memutilasinya.

Sang bodhisattva menyadari bahwa orang yang menyiksanya melakukan hal tersebut karena termotivasi oleh pikiran-pikirannya yang menyedihkan dan sedang menabur benih-benih penderitaannya sendiri untuk masa mendatang. Oleh karenanya, sang bodhisattva tidak menjadi marah, namun merasakan kesedihan yang mendalam dan berbelas kasih atas orang yang kejam tersebut, yang tidak sadar akan cara kerja karma.

Mereka yang melatih diri pada tingkat ke3 ini mengatasi semua kecenderungan terhadap amarah, dan tidak pernah bereaksi dengan kebencian (atau bahkan merasa kesal) terhadap perbuatan-perbuatan ataupun kata-kata jahat. Sebaliknya, kestabilan hati mereka tetap terjaga, dan semua insan dipandang dengan cinta dan welas asih:

Bahwa semua amarah dan dendam nantinya akan kembali pada orang yang membangkitkannya, dan orang tersebut tidak melakukan apapun untuk menghapus kerusakan yang telah dialaminya sendiri. Karena hal tersebut bersifat kontra-produktif di mana menghancurkan kedamaian pikiran dan membawa orang yang bersangkutan pada kondisi yang tidak menyenangkan di masa mendatang. Sungguh tak ada satupun manfaat yang bisa dipetik dari amarah dan dendam, membalas dendampun juga tak akan merubah masa lalu, dan oleh karenanya para bodhisattva menghindarinya. Terlebih lagi, penderitaan yang sedang dialami orang seseorang hanyalah merupakan buat dari kelakuan buruknya di masa lampau; jadi musuh seseorang hanyalah seorang agen dari matangnya karma yang tak bisa dihindari.

Para bodhisattva di tingkat ini juga melatih empat meditasi bentuk (rupa-dhyana), empat meditasi tak berbentuk (arupa-dhyana), empat batin yang tiada batas (brahmawihara/apramana), dan pengetahuan tingkat lanjut (siddhi supranatural/abhijna).


Bhumi ke-4, Yang Cemerlang


Di tingkat ke-4, “Yang Cemerlang”, para bodhisattva melatih kesempurnaan usaha dan menghancurkan penderitaan. Menurut Wonch’uk, tingkatan ini dinamai demikian karena para bodhisattvanya “tiada henti memancarkan sinar kebijaksanaan yang mulia.” Ia juga mengutip Ornamen Sutra-sutra Mahayana dari Maitreya, yang menjelaskan bahwa para bodhisattva di tingkat ini membakar semua rintangan penderitaan dan rintangan pengetahuan yang tiada batas dengan kecemerlangan sinar kebijaksanaan mereka. Selangkah demi selangkah mereka memasuki penyerapan meditatif dan kemudian mendapatkan kelenturan pikiran yang dahsyat. Hal ini menghancurkan kemalasan dan meningkatkan kemampuan mereka dalam melatih meditasi untuk jangka waktu yang lebih panjang. Mereka menghancurkan rintangan yang telah mengakar dengan dalam dan melatih 37 keharmonisan yang muncul dengan adanya penyadaran.

Lewat pelatihan 37 sadhana tersebut, para bodhisattva mengembangkan kemampuan agung dalam penyerapan meditatif dan pelatihan kebijaksanaan, sambil memperlemah konsepsi-konsepsi buatan dan bawaan akan eksistensi yang sejati.


Bhumi ke-5, Yang Susah Dilatih


Tingkat ke-5 dinamakan “Susah Dilatih” karena mencakup sadhana yang berat dan membutuhkan usaha yang besar untuk menyempurnakannya. Tingkat ini juga dinamakan “Susah Diatasi” karena saat si praktisi telah menyelesaikan pelatihan tingkat ini, ia akan memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang mendalam yang susah untuk diungguli atau dihancurkan. Menurut Nagarjuna:

Yang ke-5 dinamakan “Sangat Sulit untuk Diatasi”
Karena semua yang jahat juga kesusahan menaklukkannya;
Ia menjadi terampil dalam mengetahui berbagai hal-hal yang halus dan mendetil
mengenai kebenaran utama dan ajaran-ajaran lainnya.

Para bodhisattva di tingkat ini melatih kesempurnaan samadhi. Mereka mengembangkan kekuatan stabilisasi meditatif dan mengatasi berbagai macam kecenderungan terhadap gangguan. Mereka akan mendapatkan keberhasilan dalam fokus pikiran dan menyempurnakan kemampuan untuk tinggal dalam ketenangan. Mereka juga sepenuhnya menembusi arti Empat Kebenaran Mulia dan Dua Kebenaran (kebenaran konvensional dan kebenaran tertinggi) serta melihat semua fenomena sebagai hal yang kosong, sementara (tidak abadi) dan rentan penderitaan.


Bhumi ke-6, Pengejawantahan (Manifestasi)


Tingkat ke-6 adalah “Pengejawantahan” karena bodhisattva di tingkat ini mampu dengan jelas melihat cara kerja Hukum Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan (pratityasamutpada) dan langsung memahami “Ketiadaan Atribut Persepsi” (Bhs. Sansekerta: Animitta, Bhs. Tibet: Mtshan ma med pa). Ketiadaan atribut persepsi mengacu pada fakta bahwa fenomena sepertinya terlihat bagai obyek yang punya berbagai kualitas nyata yang terlihat oleh mata, namun saat kita memeriksa penampakan ini lebih lanjut, kita akan menyadari bahwa semua kualitasnya hanyalah persepsi pikiran saja dan bahkan bukan sebagian dari ciri-ciri sifat alaminya yang nampak.

Sebagai hasil dari pemahaman-pemahaman inilah para bodhisattva memanifestasikan kebijaksanaan meditatif dan menghindari kemelekatan terhadap siklus samsara ataupun nirwana. Karena telah mengatasi semua kemelekatan, para bodhisattva di tingkat ini dapat mencapai nirwana, namun karena kekuatan pikirannya yang telah tercerahkan, mereka memutuskan untuk tinggal di dunia ini guna memberi manfaat bagi para insan. Mereka melatih Kesempurnaan Kebijaksanaan dan dengannya mampu melihat semua fenomena sebagai hal yang tak punya sifat hakiki (yang sesungguhnya/sebenarnya), bagaikan mimpi, ilusi, refleksi, atau obyek yang dimunculkan secara magis. Semua gagasan akan “Aku” dan “Yang Lain” telah dilampaui, beserta dengan segala konsepsi akan “sifat hakiki” dan “non-hakiki”. Para bodhisattva di tingkat ke-6 berdiam dalam perenungan sifat sejati kebuddhaan, dengan pikiran mereka yang tak terganggu oleh pemikiran-pemikiran yang salah.


Bhumi ke-7, Telah Berjalan Jauh


Para bodhisattva di tingkat ke-7 mengembangkan kemampuan untuk merenungi Ketiadaan Atribut Persepsi tanpa terputus dan memasuki penyerapan meditatif tingkat lanjut untuk jangka waktu yang lebih panjang, dan dengan ini mereka melampaui baik jalur duniawi maupun supra-duniawi sravaka dan pratyekabuddha. Dengan alasan inilah, tingkat ini dinamakan “Telah Berjalan Jauh”. Menurut Nagarjuna:

Tingkat ke-7 adalah Telah Berjalan Jauh karena
Jumlah kualitasnya telah meningkat,
Dari waktu ke waktu ia bisa memasuki
Kestabilan yang menghentikan segala hal.

Begitulah para bodhisattva di tingkat ini menyempurnakan kemampuan mereka dalam sarana meditasi dan sadhana (Bhs. Tibet: Thabs la mkhas pa, Bhs. Sansekerta: Upaya-Kausalya), yang merupakan kemampuan mereka untuk menyesuaikan strategi mengajar mereka dengan kecenderungan dan kebutuhan para pendengarnya. Mereka juga mengembangkan kemampuan untuk membaca/mengetahui pikiran orang lain, dan dari waktu ke waktu mampu melatih semua paramita. Semua pikiran dan tindakannya telah bebas dari rintangan, dan mereka selalu bertindak dengan leluasa dan efektif demi memberi manfaat bagi para insan lainnya.


Bhumi ke-8, Yang Tak Bergeming


Tingkat ke-8 dinamakan “Tak Bergming” karena para bodhisattva di tingkat ini mengatasi semua rintangan akan tanda-tanda persepsi dan pikiran mereka sepenuhnya terserap ke dalam dharma. Di tingkat ini, seorang Arya Bodhisattva telah mencapai realisasi yang sepenuhnya setara dengan Arahat Theravada. Di tingkat ini, sang bodhisattva telah mencapai Nirwana. Menurut Nagarjuna,

Tingkat ke-8 adalah Tak Bergeming, tahap yang penuh semangat,
Melalui “tanpa elaborasi konsep” ia tak bergeming;
Dan berbagai aktivitas dimensi-dimensi tubuh, ucapan, dan pikirannya
Sungguh tak terbayangkan (oleh pikiran awam).

Karena mereka sepenuhnya mengenal tiada sesuatupun yang muncul sebagai bentuk nyata, maka pikiran mereka tak bergerak karena ide-ide akan adanya tanda bentuk nyata. Para bodhisattva yang ada di bhumi ke-8 ini juga dianggap “tak dapat dibalik” karena sudah tak ada kemungkinan lagi bagi mereka untuk mundur dari jalan yang telah ditempuhnya. Mereka telah digariskan untuk mencapai kebuddhaan dengan sempurna, dan tak ada lagi kecenderungan untuk mencapai nirwana demi diri sendiri. Mereka melatih “kesempurnaan niat (aspirasi)”, yang berarti berusaha memenuhi berbagai macam sumpah, yang karena hal tersebut mereka mengumpulkan berbagai sebab untuk kebajikan yang lebih jauh lagi. Meski mereka memutuskan untuk bekerja demi memberi manfaat para insan lainnya, dan mereka juga memenuhi alam semesta dengan keramahan terhadap semua insan, para bodhisattva ini telah melampaui segala macam kecenderungan untuk salah mengartikan Ketiada-Akuan (Anatta/Anatman).

Pemahaman mereka akan kekosongan sebegitu sempurnanya hingga hal tersebut menjungkirbalikkan khayalan kemelekatan, dan realitas menjadi nampak dalam dimensi yang baru. Mereka dengan mudah memasuki meditasi kekosongan. Para bodhisattva di tingkat ini kira-kira bisa dianalogikan dengan orang yang telah terbangun dari mimpinya, dan semua persepsinya dipengaruhi oleh kesadaran baru ini. 

Mereka mencapai kondisi meditatif yang dinamakan “kesabaran akan fenomena yang tak muncul”, yang karena hal tersebut mereka tak lagi berpikir dalam kerangka penyebab yang hakiki atau tanpa penyebab yang hakiki. Mereka juga mengembangkan kemampuan untuk bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk demi mengajar para insan. Welas asih dan kemudahannya telah berjalan otomatis dan spontan. Tak perlu lagi merencanakan atau memikirkan cara yang terbaik untuk memberi manfaat bagi para insan, ini karena para bodhisattva di tingkat ke-8 secara otomatis telah tahu cara bereaksi dengan benar dalam setiap situasi.


Bhumi ke-9, Kecerdasan yang Baik


Mulai dari tingkat ini, para bodhisattva bergerak cepat menuju pencerahan sempurna. Sebelum mencapai tingkat ini, kemajuannya masih lambat, kira-kira seperti sebuah perahu yang ditarik melewati pelabuhan. Namun di tingkat ke-8 hingga 10, para bodhisattva melangkah dengan cepat menuju kebuddhaan, seperti kapal yang mencapai pantai dan mengembangkan layarnya. Di tingkat ke-9 ini, mereka sepenuhnya memahami tiga kendaraan – arahat, pratyekabuddha, dan bodhisattva – dan menyempurnakan kemampuan mereka untuk membabarkan doktrin ajaran. Menurut Sutra Penjelasan Pikiran:

Karena mencapai tiada kesalahan dan kecerdasannya yang sangat luas dalam hal penguasaan pembabaran ajaran dalam semua aspek, tingkat ke-9 dinamakan sebagai “Kecerdasan yang Baik”.

Bodhisattva bhumi ke-9 juga mendapatkan “empat pengetahuan analitis” yang terdiri dari: konsep-konsep fundamental (dasar), arti, prinsip ilmu/teknik, dan pembabaran. Karena pengetahuan tersebut, mereka mengembangkan kefasihan dan kemampuan yang menakjubkan dalam menjelaskan berbagai doktrin ajaran. Kecerdasan mereka melampaui semua manusia dan dewa, dan mereka memahami semua nama, kata, arti, dan bahasa. Mereka mampu memahami berbagai macam pertanyaan dari mahluk apapun. Mereka juga punya kemampuan untuk menjawabnya dengan sebuah suara tunggal, yang dipahami oleh setiap insan sesuai dengan kapasitan mereka. Di tingkat ini mereka juga melatih kesempurnaan virya (energi – ketekunan- antusiasme), yang berarti karena kekuatan penguasaan mereka akan empat pengetahuan analitis dan meditasi, mereka mampu mengembangkan paramita dengan penuh energi dan melatihnya secara berkesinambungan tanpa menjadi lelah karenanya.


Bhumi ke-10, Awan Ajaran Dharma


Di bhumi ke-10, para bodhisattva menghapus jejak-jejak rintangan hingga yang paling halus. Bagaikan sebuah awan yang menurunkan hujan di atas bumi, para bodhisattva ini menyebarkan dharma di segala penjuru, dan setiap insan menyerap apa yang dibutuhkannya supaya mampu berkembang secara spiritual. Begitulah Nagarjuna mengatakan bahwa:

Tingkat ke-10 adalah Awan Dharma karena
Turunnya hujan ajaran-ajaran yang unggul,
Sang Bodhisattva tersucikan
Dengan sinar dari para Buddha.

Di tingkat ini, para bodhisattva secara progresif memasuki penyerapan meditatif yang lebih mendalam dan mengembangkan kekuatan yang tiada batas dalam hal kemampuan magis. Mereka mengembangkan kesempurnaan kebijaksanaan nan agung yang, menurut Asanga, memampukan mereka untuk mengembangkan kebijaksanaan agung mereka. Hal ini kemudian akan memperkuat kesempurnaan paramita lainnya. Dan hasilnya, mereka menjadi kokoh dalam kebahagiaan ajaran dharma.

Mereka mendapatkan tubuh yang sempurna, dan pikirannya terbersihkan dari segala rintangan yang terhalus. Mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang tiada batas demi memberi manfaat bagi insan lainnya dan melampaui batas waktu dan ruang. Mereka mampu menyerap sistem-sistem dunia ke dalam sebuah pori-pori, tanpa memperkecil atau memperbesar ukuran pori-porinya. Saat mereka melakukan hal ini, para insan yang di dalam sistem dunia tersebut tidak merasakan ketidaknyamanan, hanya para bodhisattva tingkat lanjut saja yang bisa melihatnya.

Para bodhisattva di tingkat ini menerima sebuah bentuk abhiseka pemberkatan dari buddha yang banyaknya tak terhingga. Inilah yang dinamakan “sinar cahaya yang agung”, karena kecemerlangan para bodhisattva ini menyinari semua penjuru. Abhiseka ini membantu mereka dalam membersihkan sisa-sisa rintangan untuk mendapatkan Kemahatahuan dan memberi mereka tambahan rasa percaya diri dan kekuatan. Di momen akhir dari tingkat ini mereka memasuki kondisi meditatif yang dinamakan “stabilisasi meditatif bagai vajra”, di mana sisa-sisa rintangan yang paling halus dalam menuju kebuddhaan akan teratasi. Dari konsentrasi semacam ini mereka muncul sebagai Buddha.

Bhumi Tambahan (Lanjutan)

Dengan 10 bhumi ini, berbagai aliran Vajrayana masih mengenali 3 hingga 10 bhumi tambahan.

---

Om Guru Lian Sheng Siddhi Hom
Lama Lotuschef


No comments:

Post a Comment