Pages

Saturday, March 17, 2012

Dalam Sebuah Kedipan Mata


  • Buku 155 – Kecermelangan Sinar Rembulan (The Brilliance of Moonlight) – Tahun-tahun menyepi di sebuah rumah gubuk kecil

  • Ditulis oleh : Buddha Hidup Lian Sheng, Sheng-Yen Lu

  • Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh : Lorraine Choon

  • Terjemahan dalam Bahasa Inggris disunting oleh : May Kwan

  • Terjemahan dalam Bahasa Inggris dikoreksi oleh : Mimosa

  • Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh : Lotus Junhao

  • Pranala ke Artikel dalam Bahasa Inggris : In a twinkling of an eye

Mother Bodhisattva (Shi Ma Pu Sa)


Bab 29 : Dalam sebuah kedipan mata

Suatu malam, ibu Saya, Lu Yu Nu (Mother Bodhisattva) mendadak muncul. Ibu Saya telah meninggal empat tahun silam. Waktu telah berlalu sedemikian rupa.

Ibu bertanya kepada-Ku, ”Berapa umur-Mu ketika meninggalkan Taiwan dan berangkat menuju Amerika?”

”Saat itu tepatnya pada tanggal 16 Juni dan umur-Ku adalah 38 tahun.” Saya mengingatnya dengan jelas.

”Berapa umur-Mu sekarang?”

”Lima puluh delapan tahun,” Saya jawab sambil menghembuskan nafas panjang.

Ibu bertanya kepada-Ku, ”Bagaimana tahun-tahun Mu di Seattle, Amerika?”

Saya terkejut dan kemudian menjawab : ”Dalam sebuah kedipan mata.”

Ibu kemudian bertanya, ”Berapa kedipan yang kamu miliki”

Saya menghitungnya dalam hati: ”Jika sebuah kedipan dianggap ’dua puluh tahun’ maka saya telah berkedip tiga kali. Menambah kedipan lainnya akan berarti genap delapan puluh tahun, begitu saja, sudah hampir delapan puluh tahun. Menakutkan.”

Ibu bertanya kepada-Ku lagi, ”Dapatkah Engkau hidup sampai delapan puluh tahun? Hidup dalam sebuah kedipan mata lainnya?”

Saya tidak mampu berkata apapun. ”Tidak seorang pun memiliki kemampuan untuk meramalkan berapa lama usia seseorang. Bahkan kalaupun Saya dapat melakukannya, lalu hendak apa?”

Ibu berkata,”Kakek-Mu, Lu Chang, meninggal di usia 74 tahun dan saya hidup sampai berusia 73 tahun. Pikirkanlah hal tersebut, hanya berapa kedipan lagi yang dapat Engkau miliki untuk diri-Mu?”

”Sungguh, tidak ada lagi.” Saya menjawab.

Ibu (Mother Bodhisattva) memberitahukan-Ku, ”Dalam dunia samsara, umat awam khawatir dengan usia kehidupan yang pendek dan hanya berdiam sementara dalam waktu yang singkat saja. Waktu melesat bagaikan roket, seperti sebuah kedipan mata. Begitupun, ketika Engkau mendorong mereka (umat awam) untuk menekuni Buddhisme, mereka akan malas dan kebingungan. Waktu bagi mereka digunakan untuk menghasilkan uang, membangun karir mereka dan menghidupi keluarganya. Hal ini baik tetapi beberapa orang menggunakan waktunya untuk mengobrol dan bermain. Lebih buruknya adalah ketika waktu digunakan untuk bersosialisasi tiada akhir dan dihamburkan begitu saja. Waktu senantiasa bergerak dan kamu tidak akan pernah dapat menghentikan pergerakannya. Pada akhirnya, yang tersisa bagi mereka (umat awam) hanyalah kesedihan yang tak terhitung dan kenangan-kenangan yang berlalu.

Ibu bertanya kepada-Ku, ”Apa yang akan kamu lakukan ketika cuaca panas?”

”Di sini? Saya akan berenang.” Saya menjawab.

”Ketika cuaca sejuk?”

”Saya akan mengenakan lapisan baju tambahan lainnya.”

”Ketika lapar?”

”Saya akan makan.”

”Ketika sakit?”

”Saya akan meminum obat.”

Ibu (Mother Bodhisattva) berkata, ”Orang tidak akan menunda-nunda permasalahan yang yang baru saja kita bahas di atas ataupun mereka akan mencari-cari alasan. Mereka akan langsung menyelesaikan masalah demikian, karena sangatlah alamiah bagi mereka untuk melakukannya. Engkau dapat memberitahukan bahwa sesungguhnya mereka bekerja sangat keras untuk bertahan hidup dan pasti akan berjuang untuknya. Bagaimanapun juga, ketika tiba saatnya untuk menekuni Buddhisme, orang-orang tidak akan menyadarinya. Oleh karena itu, ketika tiba saatnya untuk berlatih, mereka akan mencari-cari alasan untuk menundanya. Mereka akan berpikir bahwa hal tersebut sifatnya tidak mendesak dan tidak perlu untuk terburu-buru, mereka lebih menyukai untuk menunggu. Pelatihan Buddhisme seperti ini akan tertinggal di belakang. Kemudian, dalam sebuah kedipan mata, kematian akan datang. Orang tidak akan bangun tetapi mereka akan jatuh. Banyak orang seperti ini.”

Saya mengerti kekhawatiran Mother Bodhisattva.

Ibu memberitahukan-Ku, ”Jagalah ”kedipan waktu-Mu” seperti Engkau menjaga milik-Mu yang berharga.” Beliau melanjutkan, ”Hidup menyepi dan terpisah dari dunia luar adalah yang terbaik dari semuanya.

Ibu berkata,”Orang yang pintar adalah orang yang dengan patuh menyelesaikan pelatihan harian mereka. Setiap hari, haruslah berlatih dengan tekun dan memberantas pikiran-pikiran yang tidak bajik. Perhatikan enerji, bedakanlah yang mana enerji yang menyucikan dan yang mana enerji yang berbahaya bagi kesehatan dan tubuh seseorang. Belajarlah untuk menjalani kehidupan dengan pikiran yang damai dan tenang. Seseorang haruslah senantiasa berwaspada terhadap kematian dan karenanya harus gigih mengumpulkan kebajikan selama masih hidup, jadi tidak akan ada penyesalan ketika saatnya tiba. Akan sangat terlambat dan sia-sia berusaha jika saat nya telah tiba."

Ibu mengakhirinya, ”Masa muda dan kesehatan tidak akan bertahan sepanjang masa, penuaan dan penyakitan sedang mendekati. Hal tersebut terjadi hanyalah dalam sebuah kedipan mata.

Saat Saya sedang memikirkan sebuah kedipan, Ibu-Ku ternyata telah meninggalkan gubuk kecil-Ku yang terpencil dalam sebuah kedipan mata.

Om Guru Lian Sheng Siddhi Hom
Lama Lotuschef

Edited 2 July 2016

No comments:

Post a Comment