Pages

Monday, December 26, 2011

26-12-2011 [25-12-2011 Buddha Menjawab 4 Pertanyaan Sebelum Memasuki Nirvana]


25-12-2011 Buddha’s answers to the four questions before Nirvana
25-12-2011 Buddha Menjawab 4 Pertanyaan Sebelum Memasuki Nirvana
Translated by Lotus Nino
Sumber:


Setelah Buddha selesai membabarkan Sutra Saddharma Pundarika (Sutra pada Teratai putih akan Dharma nan Agung), Sutra Nirvana, Sutra Doktrin Yang Diwariskan Sang Buddha, Sutra Ksitigarbha dan sutra-sutra lainnya, Beliau mengumumkan bahwa Beliau segera akan memasuki nirvana. Semua murid-Nya menangis. Para Bodhisattva menangis, para Arahat juga menangis. Semua bhiksu dan orang-orang biasa malah menangis lebih keras lagi.

Ada seseorang yang bertanya “Mengapa mereka menangis? Apa para Bodhisattva dan Arahat masih punya emosi (perasaan)?”

Dharma yang mendalam dan penuh welas asih yang diajarkan oleh Buddha adalah bagaikan susu yang menghidupi mereka. Mereka telah meminum susu dharma tersebut selama bertahun-tahun, dan kini berhubung sumber susunya akan mengering maka mereka semua menangis.


Ananda adalah yang menangisnya paling keras. Air mata mengalir dari matanya, hidungnya sampai berair, dan sedih sekali. Dia menangis keras-keras sampai lupa segalanya.

Lalu Venerable Aniruddha, yang meskipun buta, tapi memiliki mata dan telinga langit ilahi, mendengar semua orang yang sedang menangis, merasa seakan-akan semuanya menjadi gila. Ia mengajak Ananda ke samping dan bertanya “Kamu menangisi apa?”

[Ahh], Ananda meratap. [Buddha sudah mau memasuki nirvana dan kita sudah tidak akan bisa melihat-Nya lagi.]

[Apa maksudmu “saya menangisi apa?!”]

Venerable Aniruddha menimpali, “Jangan menangis. Kamu masih punya banyak hal penting yang harus dilakukan. Coba tenangkan dirimu sedikit.”

Ananda berkata, [Hal-hal penting apa? Buddha sudah hampir memasuki nirvana, memangnya saya masih harus melakukan apa lagi? Saya ingin pergi bersama Buddha.] Dia ingin mati bersama Sang Buddha.

“Wah mana bisa. Itu malah bicara sembarangan.”

[Jadi kami ingin saya melakukan apa?]

Venerable Aniruddha berkata, “Ada empat pertanyaan yang kamu harus tanyakan kepada Buddha.”

[Hah, empat pertanyaan?! Sekarang Buddha mau memasuki nirvana, bagaimana bisa masih ada pertanyaan? Saya tidak bisa meminta Buddha untuk tidak memasuki nirvana khan?]

“Bukan.”

[Apa saja empat pertanyaan itu?]


Venerable Aniruddha berkata, “Pertanyaan pertama:

Setelah Buddha memasuki nirvana, sutra-sutra harus dikompilasi (disusun). Coba tanyakan,  saat menulis sutra harus dimulai dengan menggunakan kata-kata apa? Panduannya bagaimana?”

Ananda mendengarnya dan berkata, [Wah ya itu sungguh penting. Setelah saya mendengar kamu berkata demikian, saya tahu saya harus menanyakan hal tersebut. Lalu apa pertanyaan lainnya?]


“Pertanyaan ke-dua: Saat Buddha masih tinggal di dunia, kita semua tinggal bersama-Nya. Setelah Beliau memasuki nirvana, di mana kita harus tinggal?”

Ananda mengeringkan matanya dan mengelap hidungnya. Dia bilang [Itu juga sangat penting. Ya benar. Saat Buddha masih di dunia, semua kelompok yang terdiri dari 1.200 orang bhiksu tinggal bersama Beliau. Sekarang saat Beliau hendak memasuki nirvana, kita harus tinggal di mana? Saya harus menanyakan hal tersebut. Lalu apa pertanyaan selanjutnya?]

Dia mulai cemas karena dia tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan itu semuanya penting.


“Pertanyaan ke-tiga: Saat Buddha masih di dunia, Buddha adalah Guru kita. Sekarang saat Beliau telah memasuki nirvana, siapa yang harus menjadi Guru kita? Kita harus memilih salah satu dari antara kita. Tanpa seorang Guru nanti akan susah mengatur berbagai macam hal!”

[Benar. Itu juga harus ditanyakan. Lalu yang ke-empat?]


“Yang ke-empat ini yang paling penting: Saat Buddha masih di dunia, Beliau dapat mendisiplinkan para bhiksu yang punya sifat buruk. Mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga tapi tidak mentaati aturan. Setelah Buddha memasuki nirvana, siapa yang akan mendisiplinkan mereka?”

Ananda berkata, [Ya, kamu benar. Kini para bhiksu dengan sifat buruk akan menganggap kita setara dengan mereka dan kita tidak akan bisa mendisiplinkan mereka. Wah sungguh bikin pusing. Baiklah, saya akan meminta saran dari Buddha mengenai semua pertanyaan ini.]


Ananda langsung menuju ke kamar Sang Buddha. Meski dia belum mencuci mukanya, matanya sudah kering dan hidungnya juga sudah bersih. Sekarang dia sudah bisa melihat dengan lebih jelas daripada sebelumnya saat menangis tersedu-sedu tadi.

Sang Buddha sedang di ambang samadhi, dan Ananda juga tidak bisa membuang-buang waktu. Dia memanggil, [Buddha?], [Yang Mulia Junjungan Dunia? Saya ada beberapa hal yag sangat penting dan saya butuh masukan dari-Mu. Apakah Anda bisa menjawab saya?”]

Buddha sudah tahu kalau keponakan-Nya, yang juga murid-Nya yang paling muda, datang untuk mengajukan pertanyaan. Lalu Beliau berkata, “Oh pasti saya bisa menjawab pertanyaanmu. Masalah apa yang ingin ditanyakan?”

[Ini bukan masalah-masalah saya, ini adalah masalah-masalah Buddha, masalah mengenai Buddhadharma, masalah semua guru besar! Saya tidak bisa menyelesaikannya, jadi saya datang kemari memohon instruksi-Mu yang penuh welas asih. Saya telah mendengar banyak pembabaran sutra dan kebijaksanaan saya juga sudah banyak terbuka, tapi sekarang, berhubung Anda hendak memasuki nirvana, saya tidak bisa menanganinya. Mohon berikan masukan-Mu. Buddha.]

 “Baiklah, bicaralah,” Buddha menimpali.


[Pertanyaan pertama adalah, setelah Buddha memasuki nirvana, kami ingin menyusun sutra-sutra yang telah dibabarkan. Dengan kata-kata apa kami harus memulainya sehingga yang membaca tahu bahwa sutra itu adalah kata-kata Sang Buddha?]

Buddha menjawabnya, “Gunakan empat kata ini: ‘Seperti yang telah kudengar’.”

[‘Seperti yang telah kudengar’. Baiklah, saya akan mengingatnya,] kata ananda.


[Lalu apa jawaban untuk pertanyaan ke-dua?]

“Lho apa pertanyaan yang ke-dua? Kamu belum menanyakannya, Ananda.”

[Oh belum ya? Oh ya, pertanyaan selanjutnya adalah di mana kita harus tinggal? Berhubung anggota sangha kita ada banyak, bagaimana kita bisa akur? Di mana kita harus tinggal?]

“Oh itu masalah kecil,” kata Sang Buddha.

“Kamu harus tinggal dalam Empat Landasan Perhatian Murni (smrtyupasthana).” Mereka adalah:

1. Perenungan akan tubuh ini yang kotor,
2. Perenungan akan adaya perasaan berarti adanya penderitaan juga,
3. Perenungan akan berbagai pikiran itu sifatnya tidak kekal,
4. Perenungan akan dharma yang tiada jati diri.


[Pertanyaan ke-tiga. Anda selama ini adalah Guru kami, tapi saat Anda memasuki nirvana siapa yang akan menjadi Guru kami? Apakah ia yang paling tua? Maha Kasyapa adalah yang tertua. Ataukah yang setengah baya? Kalau begitu adalah Ajnatakaundinya. Kalau harus yang paling muda ya berarti saya – Saya yang paling muda, tapi saya tidak bisa menjadi Guru. Saya tidak bisa, Buddha.]

Sang Buddha berkata, “Kamu tidak perlu menjadi Guru, begitu juga dengan Ajnatakaundinya ataupun Maha Kasyapa.”

[Kalau begitu, lalu siapa?]

Buddha menimpali, “Jadikan Pratimoksha sebagai Gurumu.”

Pratimoksha adalah Vinaya – sila dan aturan. “Jadikan sila sebagai Gurumu.”

Sang Buddha berkata bahwa semua orang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangganya harus menggunakan Pratimoksha sebagai Gurunya. Oleh karenanya, kalau kamu ingin meninggalkan kehidupan rumah tangga, kamu harus menerima sila. Bila tidak menerima sila, maka kamu tidak punya Guru.

Saat seseorang meninggalkan kehidupan rumah tangganya, ia harus menerima sila sramanera, sila Bodhisattva, dan sila bhiksu.
Ia yang hanya menerima sila sramanera dan sila Bodhisattva, tapi belum menerima sila bhiksu, maka masih dianggap belum sepenuhnya meninggalkan kehidupan rumah tangga.
Yang dimaksud sebagai meninggalkan kehidupan rumah tangga secara penuh adalah ia yang telah menerima semua sila secara lengkap sebagai Gurunya.


[Kini kita telah mempunyai seorang Guru,] kata Ananda, [tapi di antara kita ada bhiksu-bhiksu yang punya sifat buruk. Saat Anda masih berada di dunia, Anda bisa mendisiplinkan mereka, Buddha. Tapi bagaimana kami harus bertindak saat Anda telah pergi?]

Di masa Sang Buddha, ada enam orang bhiksu yang sangat kacau dan nakal. Mereka terus-menerus mencampuri urusan pelatihan diri orang lain. Kalau ada orang yang sedang menjaga sila dan peraturan, maka bhiksu-bhiksu itu akan menghalangi mereka. Meski enam bhiksu tersebut tidak menuruti aturan, tidak satupun dari mereka yang tidak patuh seperti kebanyakan bhiksu-bhiksu jaman sekarang.

[Apa yang harus kita lakukan terhadap para bhiksu yang punya sifat jahat?] tanya Ananda.

“Oh, itu,” kata Sang Buddha, “gampang sekali! Kamu diam saja dan nanti mereka akan pergi sendiri. Jangan bicara dengan mereka. Karena mereka jahat khan? Mereka suka ribut dan tidak patuh (disiplin) khan?

Diamkan saja mereka. Jangan bicara dengan mereka. Mereka nanti akan bosan dan setelah itu akan pergi dengan sendirinya.”

Itulah jawab Sang Buddha atas empat pertanyaan yang diajukan kepada-Nya.


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Artikel di atas sangat menarik dan saya memutuskan untuk membagikannya kepada teman-teman sekalian.


Amituofo / Lotuschef / Pure Karma / True Buddha School

No comments:

Post a Comment